Pemilih muda yang berusia 17-40 tahun dan mendominasi suara pada Pemilu 2024 (60 persen) menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan. Sosok seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil jadi capres pilihan mereka.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah hasil survei yang dilakukan lembaga riset politik menunjukkan Prabowo Subianto masih menjadi pilihan yang cukup populer di antara responden saat ditanyai tentang calon presiden. Namun, hasil riset terbaru yang diluncurkan Indikator Politik Indonesia juga menunjukkan kecenderungan pilihan dari generasi muda untuk melakukan regenerasi kepemimpinan nasional melalui sosok yang lebih muda, segar, dan usianya tidak terpaut jauh dengan mereka.
Hasil riset terbaru yang diluncurkan Indikator Politik Indonesia (IPI), 21 Maret 2021, menyebutkan, ada lima nama calon presiden (capres) yang paling dipilih oleh kalangan muda. Sampel yang diukur dalam survei kali ini ialah responden yang berusia 17-21 tahun. Sebanyak 1.200 responden dihubungi melalui telepon.
Lima nama tertinggi dari survei itu ialah Anies Baswedan (15,2 persen), Ganjar Pranowo (13,7 persen), Ridwan Kamil (10,2 persen), Sandiaga Uno (9,8 persen), dan Prabowo Subianto (9,5 persen). Setelah lima nama itu berturut-turut diikuti Agus Harimurti Yudhoyono (4,1 persen), Erick Thohir (1,5 persen), Tito Karnavian (1,2 persen), Puan Maharani (1,1 persen), dan Gatot Nurmantyo (0,8 persen).
Lima nama tertinggi dari survei capres 2024 itu ialah Anies Baswedan (15,2 persen), Ganjar Pranowo (13,7 persen), Ridwan Kamil (10,2 persen), Sandiaga Uno (9,8 persen), dan Prabowo Subianto (9,5 persen).
Sebelumnya, nama Prabowo juga muncul dalam riset yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dalam survei yang diluncurkan LSI, 22 Februari 2021, nama Prabowo Subianto masih menjadi pilihan tertinggi dari responden yang disurvei. Dalam survei LSI yang komposisi respondennya majemuk, yakni tidak terbatas pada usia muda (17-21 tahun), sebagaimana diluncurkan oleh Indikator baru-baru ini, Prabowo dipilih oleh 22,5 persen responden, diikuti oleh Ganjar (10,6 persen), Anies (10,2 persen), Basuki Tjahaja Purnama (7,2 persen), dan Sandiaga Uno (6,9 persen).
Direktur Riset Indikator Politik Indonesia Adam Kamil, saat dihubungi, Kamis (25/3/2021), dari Jakarta, mengatakan, pilihan anak muda sebagaimana ditampilkan dalam hasil risetnya itu menunjukkan kecenderungan anak-anak muda untuk memilih capres yang lebih segar atau baru. Munculnya nama Anies, Ganjar, Ridwan, dan Sandi dinilai mewakili hal itu.
Adapun nama seperti Prabowo, yang merupakan politikus senior dan lama berkecimpung dalam kandidasi politik, ada pada posisi kelima. Kendati demikian, bukan berarti Prabowo tidak diminati publik. ”Pada karakteristik pemilih yang lebih muda memang ada kecenderungan untuk menginginkan regenerasi. Tetapi, bukan berarti Prabowo tidak diminati, karena politik kan dinamis, dan apa pun bisa berubah. Namun, sebagai sebuah hasil kajian, ini menarik dicermati. Pada 2024, lebih dari 50 persen pemilih kita, bahkan 60 persen, merupakan generasi milenial, yang rentang usianya 17-40 tahun,” kata Adam.
Pilihan anak-anak muda itu menunjukkan kecenderungan anak-anak muda untuk memilih capres yang lebih segar atau baru.
Persepsi generasi muda pun menjadi menarik untuk diketahui dan dipahami, sebab merekalah nanti yang akan mendominasi dalam komposisi pemilih Pemilu 2024. Untuk rentang usia 17-21 tahun sebagaimana diukur oleh Indikator, jumlahnya memang sekitar 13 persen sehingga tidak siginifikan jika dibandingkan dengan profil demografi seluruh pemilih di Indonesia. Akan tetapi, pilihan generasi muda itu setidaknya menunjukkan adanya semangat atau dorongan regenerasi kepemimpinan.
”Kalau digabungkan dengan pemilih usia 22-25 tahun yang porsinya sekitar 10 persen, dan 26-40 tahun adalah 35 atau 37 persen, jumlah pemilih muda kita itu dominan sekali di 2024, atau mendekati 60 persen. Nah, ini tentu yang mestinya dilihat juga oleh partai politik, yakni dorongan untuk regenerasi, karena anak-anak muda ini akan dominan sebagai pemilih,” katanya.
Pertarungan terbesar ada di media sosial (medsos), karena sebagian besar generasi muda yang berusia antara 17 tahun hingga 40 tahun mengakses internet. Selain menyiapkan capres yang bisa memenuhi ekspektasi generasi muda, para elite politik harus pula mempertimbangkan penggunaan medsos dalam strategi politik di masa depan.
Sesuai KLB
Menyikapi hasil survei terbaru Indikator, saat dihubungi terpisah, Kamis, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sugiono mengatakan, partainya tetap konsisten pada hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Gerindra, Agustus 2020. Ketika itu, kader menyatakan permintaannya kepada Prabowo untuk kembali menjadi capres 2024. Namun, ketika ditanyai lebih lanjut mengenai hal ini, Sugiono merujuk pada pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Sebelumnya, Muzani mengatakan, internal Gerindra secara bulat menginginkan dan mendukung Prabowo maju pada perhelatan Pemilihan Presiden 2020. Hasil kegiatannya berkeliling dan mendengar seluruh aspirasi kader Gerindra mulai dari tingkat ranting, pimpinan anak cabang (PAC), dewan pimpinan cabang (DPC), hingga dewan perwakilan daerah (DPD) tidak menyebutkan nama lain kecuali Prabowo.
”Internal Gerindra secara bulat dalam rapimnas, dalam KLB DPC. Bahkan saya kalau keliling dari ranting ke kecamatan se-Indonesia, pengurus DPD se-Indonesia dan kita semua anggota DPR, tetap ingin beliau maju karena data yang kami miliki potensial sekali,” katanya.
Meski keinginan kader Gerindra bulat, Muzani akan menunggu saat yang tepat untuk mengumumkan hal tersebut. Selain itu, kader juga menunggu kesediaan Prabowo untuk dicalonkan kembali menjadi capres dalam Pemilu 2024. ”Mengingat saat ini Pak Prabowo sedang fokus menyelesaikan amanah yang diberikan kepadanya sebagai Menteri Pertahanan RI,” ucapnya.
Menurut Muzani, dorongan untuk mencalonkan kembali Prabowo itu didasarkan pada sejumlah alasan. Salah satunya ialah keberhasilan Prabowo memimpin partai dan menjalankan amanah sebagai Menhan.
Bias popularitas
Dihubungi terpisah, pengajar ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menuturkan, hasil sejumlah survei yang menempatkan Prabowo pada posisi tertinggi bisa dimaklumi karena memang ada bias popularitas dalam survei. Artinya, orang yang memiliki popularitas tinggi memang akan cenderung dipilih.
Dorongan untuk mencalonkan kembali Prabowo itu didasarkan pada sejumlah alasan. Salah satunya ialah keberhasilan Prabowo memimpin partai dan menjalankan amanah sebagai Menhan.
Dalam hal ini, Prabowo jauh lebih unggul dibandingkan dengan nama-nama lain, seperti Anies, Ganjar, Ridwan, Sandi, maupun Agus, karena hampir seluruh orang di Indonesia mengenal Prabowo. Berbeda dengan nama-nama baru tersebut, yang baru muncul paling lama satu dekade belakangan ini karena terpilih sebagai kepala daerah ataupun menjadi petinggi parpol.
”Kalau Prabowo kan sudah lama berkecimpung dalam politik, dan orang sudah kenal dia sejak lama. Bahkan sebelum dia mencalonkan diri sebagai wakilnya Megawati (2004). Artinya, lebih dari 20 tahun dia menabung popularitas, dan nyaris semua orang di Indonesia tahu sosoknya,” ucap Adi.
Dengan modal itu, wajar jika nama Prabowo selalu muncul dalam setiap survei elektoral, bahkan kerap memuncaki elektebilitas dibandingkan dengan nama lainnya. Kondisi ini, lanjut Adi, dipicu oleh adanya bias popularitas dalam setiap survei. Ketika orang ditanyai soal capres, otomatis yang disebut ialah nama tokoh atau sosok yang paling dikenalnya.
”Kalau Anies, meskipun dia populer di anak-anak muda, tetapi kan belum semua orang kenal dia. Begitu pula Ganjar yang baru dikenal ketika dia menjadi Gubernur Jateng. Demikian halnya dengan Ridwan yang sekitar 3 tahun ini menjadi Gubernur Jabar. Bandingkan dengan Prabowo yang hampir semua orang tahu,” ucapnya.
Pilihan Gerindra untuk mendorong Prabowo kembali maju dalam Pilpres 2024 juga dinilai menimbang kepentingan strategis partai. Belajar dari Pemilu 2019, partai yang memiliki capres lebih mungkin mendapatkan tambahan suara yang signifikan. Oleh karena itu, jika Gerindra mengajukan Prabowo sebagai capres, secara elektoral akan tetap menguntungkan bagi perolehan suara kursi partai.
”Kalaupun Prabowo tidak terpilih presiden, paling tidak raihan kursi dan suara Gerindra akan bisa naik dengan adanya capres dari partai mereka,” ujar Adi.