Masyarakat Sipil Berperan Besar dalam Pemberantasan Korupsi
Peran masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk menjadi kekuatan pendorong dan pemaksa agar upaya pencegahan korupsi dilakukan secara sistematik serta penegakan hukum dilakukan secara tegas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi masyarakat sipil memiliki peran besar dalam mencegah dan memberantas korupsi. Mereka sangat dibutuhkan untuk mengawal proses penyelenggaraan negara yang bebas dari praktik korupsi. Masyarakat sipil juga dibutuhkan dalam mengampanyekan budaya antikorupsi
Deputi VI Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Janedjri M Gaffar mengatakan, keberadaan masyarakat sipil menjadi faktor yang sangat penting dalam mengawal perkembangan demokrasi agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan kepentingan publik.
”Gerakan antikorupsi dan pemberantasan korupsi tidak mungkin bisa dilepaskan dari peran masyarakat sipil. Gerakan antikorupsi yang ikut mendorong reformasi tahun 1998 adalah buah dari kesadaran masyarakat sipil,” kata Janedjri dalam pembukaan Indonesia Civil Society Forum ke-2 tahun 2021 bertema ”Civil Society, Public Accountability, dan Anti-Corruption”, Rabu (24/3/2021).
Hadir juga sebagai pembicara dalam pembukaan kegiatan tersebut adalah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dan Mission Director United States Agency for International Development (USAID)/Indonesia Ryan Washburn.
Janedjri mengatakan, masyarakat sipil memiliki pengaruh besar dalam pergantian rezim dan proses demokratisasi yang diikuti dengan reformasi birokrasi serta pelembagaaan pemberantasan korupsi. Peran tersebut terlihat dalam pembentukan berbagai instrumen hukum, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan pembentukan lembaga negara yang berperan dalam pencegahan ataupun pemberantasan korupsi seperti KPK.
Menurut Janedjri, saat ini peran masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk menjadi kekuatan pendorong dan pemaksa agar upaya pencegahan korupsi dilakukan secara sistematik serta penegakan hukum dilakukan secara tegas. Dalam perjalanannya sangat mungkin, bahkan beberapa kali terjadi perbedaan sikap dan posisi antara masyarakat sipil dan pemerintah.
Hal tersebut menjadi konsekuensi dari pilihan ini yang bertujuan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan dan kesewenang-wenangan. ”Perbedaan pandangan dan posisi berseberangan bukan alasan untuk meniadakan dan melemahkan masyarakat sipil. Sebaliknya, hal itu menunjukkan urgensi merawat dan menguatkan peran masyarakat sipil,” kata Janedjri.
Menurut Janendri, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 yang mendapat skor 37 atau turun tiga poin dibandingkan dengan 2019 menunjukkan tidak mudahnya mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dari praktik korupsi. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta dari seluruh komponen bangsa termasuk masyarakat sipil. Salah satunya, mengawal proses penyelenggaraan negara yang bebas dari praktik korupsi.
Lili Pintauli Siregar berharap IPK Indonesia dapat meningkat tahun ini atau tahun depan. Untuk mewujudkannya, pelibatan masyarakat sipil dalam mengampanyekan budaya antikorupsi melalui pendidikan sejak usia dini hingga usia lanjut sangat dibutuhkan. Masyarakat harus memahami apa itu korupsi sehingga tidak mau melakukannya.
”Peran masyarakat sipil bisa menjadi garda terdepan untuk menjadi agen perubahan di masyarakat,” kata Lili.
Ryan Washburn mengingatkan, organisasi masyarakat sipil merupakan bagian penting dari demokrasi agar Indonesia dapat menjadi negara yang adil dan sejahtera. Budaya transparansi dan akuntabilitas sangat dibutuhkan untuk memerangi korupsi serta penyalahgunaan wewenang.