Panglima TNI menyarankan perlunya dipertimbangkan keberadaan badan atau lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan menyelenggarakan pertahanan negara di bidang biologi.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ke depan, ancaman militer yang didukung oleh kecanggihan teknologi infromasi, senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir dan bahan peledak (CBRNE) akan semakin meningkat. Dibutuhkan lembaga yang mampu mengoordinasikan kemampuan nasional, baik dari kalangan sipil maupun militer untuk bisa mengatasi ancaman ini.
Hal ini disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam sambutannya yang dibacakan oleh Irjen TNI Letjen (Mar) Bambang Suswantono pada acara diskusi grup terfokus (FGD) Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan (Rakorniskes) TNI TA 2021, bertempat di Aula Gatot Soebroto Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (22/3/2021).
Acara ini mengusung tema ”Pengendalian Ancaman Biologi dan Ketahanan Kesehatan Nasional” dengan diikuti 312 peserta, baik secara tatap muka maupun virtual. Ancaman Non-Militer khususnya Bencana Alam dan Bencana Non-Alam dapat memiliki dampak yang sangat luas seperti bencana alam karena perubahan iklim, pandemi yang disebabkan oleh Virus atau bakteri seperti penyakit yang ditimbulkan SARS-CoV-2, dan turunannya.
”Dalam FGD ini perlu dipikirkan apakah perlu adanya badan atau lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan menyelenggarakan pertahanan negara di bidang biologi,” kata Hadi.
Perlu dipikirkan adanya pusat biosecurity dan biodefense yang tugasnya adalah mengoordinaskan dan melaksanakan identifikasi, deteksi, pencegahan, dan respons terhadap ancaman bioteror dan ancaman kedararutan kesehatan akibat penyakit infeksi.
Selain itu, perlu dipikirkan adanya pusat biosecurity dan biodefense yang tugasnya adalah mengoordinaskan dan melaksanakan identifikasi, deteksi, serta pencegahan dan respons terhadap ancaman bioteror dan ancaman kedararutan kesehatan akibat penyakit infeksi.
”Dalam menjalankan tugas dan fungsinya biosecurity dan biodefense tersebut memiliki tanggung jawab koordinasi dan kerja sama dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Kerja sama sipil-militer perlu ditingkatkan agar bisa menghadapi potensi ancaman kedaruratan nasional dan global di bidang penyakit infeksi baru, zoonosis, maupun ancaman penyalahgunaan agen biologi.
Mandat untuk meningkatkan kerja sama sipil dan militer dalam bidang pelayanan kesehatan dan pengendalian penyakit tertuang dalam hasil konferensi internasional dan table top exercise tentang Global Health Security yang disebut sebagai The Jakarta Call to Action (WHO, 2017).
”Upaya peningkatan kerja sama militer dengan institusi sipil juga menjadi mandat dan komitmen militer regional Asia Tenggara, khususnya dalam hal pencegahan dan pengendalian ekstrimis dan aksi terorisme yang tertuang dalam ’Joint Statement of Special ASEAN Defense Ministries’ Meeting on Countering Violent Extremism, Radicalization and Terrorism,” kata Hadi.
TNI telah terlibat dalam berbagai kerja sama dalam penanggulangan dampak bencana alam seperti banjir dan bencana nonalam, yakni respons tanggap darurat kejadian luar biasa (KLB) penyakit dengan kementerian dan lembaga terkait.
Selama ini, TNI telah terlibat dalam berbagai kerja sama dalam penanggulangan dampak bencana alam seperti banjir dan bencana nonalam, yakni respons tanggap darurat kejadian luar biasa (KLB) penyakit dengan kementerian dan lembaga terkait.
Peran TNI dalam pencegahan penyalahgunaan agen biologi secara implisit dapat dikaitkan dengan Pasal 1 Ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional. Merujuk pada Pasal 2 Kepres tersebut, laboratorium biologi berpotensi dijadikan sebagai obyek vital nasional karena ancaman atau sabotase terhadap laboratorium biologi dapat mengakibatkan bencana nonalam, yaitu tersebarnya mikroorgansime patogen yang dapat menyebabkan wabah penyakit infeksi dan kematian banyak orang.
Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) TNI Mayjen Dr dr Tugas Ratmono mengatakan, TNI bersama sipil dan lintas sektor atau dari berbagai pemangku kepentingan bersatu padu membicarakan bagaimana ancaman biologi ke depan dan bagaimana impact pada ketahanan kesehatan nasional. Hal ini sangat penting untuk digali dan disepakati bersama-sama untuk membangun suatu pertahanan.
”Mungkin diperlukan badan atau pusat yang sifatnya bagaimana mengendalikan, menganalisis, merencanakan secara integratif yang bisa membangun suatu kekuatan kesiapan untuk menghadapi khususnya pandemi Covid-19,” kata Tugas.
Dalam menghadapi suatu ancaman biologi, harus dibangun kekuatan preventif yang bagus, deteksi, dan reporting atau pelaporan yang baik, suatu rapid response yang harus siap dan sistem kesehatan untuk menghadapi ancaman biologi.
Pandemi terhadap umat manusia telah kerap terjadi. Mulai dari Black Death, Spanish Flue, human immunodeficiency virus (HIV)/AIDS, H1N1 Flu, Flu Hongkong, Mers-CoV, Ebola, dan saat ini Covid-19. Menurut Tugas, dalam menghadapi suatu ancaman biologi harus dibangun kekuatan preventif yang bagus, deteksi dan reporting atau pelaporan yang baik, suatu rapid response yang harus siap dan sistem kesehatan untuk menghadapi ancaman biologi.
”Kita harus mempunyai kesiapan di dalam me-manage atau mengelola risiko lingkungan atau risk managementand environment yang harus dibangun bersama,” jelasnya.