Saat Pejabat Beraksi di Jagad TikTok
Berbagai terobosan perlu dilakukan untuk mengedukasi dan menepis berbagai informasi menyesatkan yang ada di dunia maya, termasuk di platform media sosial, seperti Tiktok.
Aplikasi TikTok, yang biasa diisi konten orang berjoget, tetapi kini dimanfaatkan pejabat untuk menyebarkan konten edukasi. Cara ini efektif menarik perhatian pengguna milenial, sekaligus menangkal berita hoaks yang kerap berseliweran di media sosial.
Sepulang dari kantor, tiba-tiba Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mendapat cerita dari anaknya soal sebuah video yang tengah viral di TikTok.
Video itu bukan memperlihatkan sekelompok remaja yang asyik berjoget atau bernyanyi duet dengan tokoh kesukaan, tetapi merekam aksi seorang remaja dari Meulaboh, Aceh Barat, yang mencungkil chip kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Tak main-main, video yang diunggah oleh akun TikTok milik @cutmuliaqey tersebut sudah ditonton lebih dari 10,5 juta kali dan disukai oleh 265 ribu orang. Melihat fenomena itu, Zudan diberi masukan oleh anaknya agar juga membuat video klarifikasi lewat akun TikTok.
Baca juga: Jangan Mati Gaya di Dunia Maya
Lalu, dengan hanya bermodalkan kamera handphone dan tetap mengenakan pakaian dinas, Zudan langsung membuat video penjelasan tentang pentingnya chip di dalam KTP-el. Anaknya pun membantu mengedit video tersebut agar bisa “diduetkan” dengan video remaja yang mencungkil chip KTP-el.
“Saya menangkap makna, berarti ini ada masyarakat belum paham, karena penasaran chipnya ada di mana. Nah, ini media yang tepat untuk kita membangun edukasi secara masif, juga murah. Toh, enggak perlu pakai lighting, enggak perlu pakai make up, that’s very simple. Hanya saya ngomong apa dan direkam anak saya,” ujar Zudan.
Dengan hanya bermodalkan kamera handphone dan tetap mengenakan pakaian dinas, Zudan langsung membuat video penjelasan tentang pentingnya chip di dalam KTP-el
Pengawasan
Ternyata, video pertama Zudan dengan durasi 49 detik itu mendapat respons positif dari warga TikTok. Sejak video diunggah pada 12 Februari 2021, video tersebut ditonton lebih dari 2 juta kali dan disukai sekitar 143 ribu orang.
Mereka mengapresiasi langkah Zudan karena tetap mau menanggapi informasi yang beredar di jagat maya, bahkan di dunia TikTok. Lebihnya lagi, informasi disampaikan langsung oleh pejabat yang memang memahami persoalan itu.
“Terima kasih, Bapak. Berkat video-video Bapak, pengetahuan saya tentang kependudukan jadi luas. Semoga tidak pernah bosan berbagi informasi,” tulis salah satu akun.
Hingga Kamis (4/3/2021), konten TikTok di akun Zudan mencapai 48 video dengan total penonton sebanyak 23 juta. Ia memiliki sekitar 116 ribu pengikut di akunnya.
Selain sebagai sarana edukasi, Zudan juga memanfaatkan TikTok sebagai sarana untuk memonitor pelayanan administrasi kependudukan di daerah. Sebab, tak sedikit pula warganet yang mengkritik pelayanan di dinas dukcapil daerah. Misal, warga membuat KTP-el sampai berminggu-minggu, atau warga diminta “bolak-balik” untuk mengurus akta kelahiran.
Selain sebagai sarana edukasi, Zudan juga memanfaatkan TikTok sebagai sarana untuk memonitor pelayanan administrasi kependudukan di daerah
Komentar-komentar tersebut lantas difoto oleh Zudan dan langsung dikirimkan ke grup Whatsapp yang terdapat kepala dinas dari daerah yang dilaporkan. Komentar-komentar itu biasanya akan langsung diklarifikasi oleh kepala dinas setempat.
“Ini bisa jadi sarana crosscheck. Namanya netizen, kan, tidak semua informasinya juga benar,” kata Zudan.
Tidak membosankan
Pemanfaatan TikTok juga dioptimalkan oleh anggota polisi wanita (polwan) dari Polres Bangkalan, Jawa Timur, Bripka Vicky Hartinanda Muin. Vicky memakai TikTok untuk menyosialisasikan pentingnya protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Ide itu berawal pada akhir Januari lalu. Vicky berpikir, perlu terobosan baru dalam menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat agar tidak membosankan. Sebab, masyarakat mungkin sudah merasa jenuh karena terus-menerus diingatkan oleh kepolisian, baik melalui kegiatan patroli di jalan-jalan besar, maupun memakai pengeras suara di kampung-kampung.
“Saya sendiri yang biasa memberikan imbauan, kok kayaknya membosankan, ya. Apa orang ini enggak bosan juga dengarkan saya terus. Jadi, akhirnya terpikirkanlah dengan cara yang lebih ringan dan lebih santai tetapi pesannya bisa sampai di masyarakat. Salah satunya dengan cara menggunakan aplikasi TikTok ini,” ucap Vicky.
Baca juga: Konten Komedi Jadi Favorit di Tiktok Sepanjang 2020
Berangkat dari situ, ia mulai sering membuat video, dengan latar lagu yang sedang populer di TikTok. Isi videonya pun bukan joget-jogetan, tetapi pesan-pesan protokol kesehatan.
Menurut Vicky, proses pembuatan video pun tidak membutuhkan waktu lama. Tak heran, ia tetap bisa membuat video di sela-sela jam istirahat, sehabis patroli malam, atau bahkan di rumah saat hendak tidur. Yang terpenting, semua tergantung dari kapan datangnya inspirasi itu.
“Pernah situasinya itu saya lagi santai, itu sudah pakai baju biasa. Jadi, saya harus ganti baju seragam lagi karena memang baru dapat inspirasi. Saya bikin (video) deh. Inspirasi itu, kan, memang datangnya tiba-tiba,” kata Vicky.
Menariknya, di beberapa video, Vicky tetap menggunakan bahasa Madura. Alasannya, tidak semua orang desa di Madura fasih bahasa Indonesia. “Saya buat video ini, kan, agar bisa dimengerti dan sampai juga ke pelosok desa, maka saya membuatnya juga dengan bahasa lokal,” ujarnya.
Belakangan, atas inovasinya itu, Vicky mendapatkan penghargaan sebagai polisi teladan dari Polda Jawa Timur. Penghargaan tersebut langsung diberikan oleh Kapolda Jawa Timur.
Kapolres Bangkalan AKBP Didik Haryanto berharap, pemberian penghargaan itu dapat memotivasi anggota lain. Di tengah situasi pandemi, menurutnya, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak dapat berinovasi.
“Apalagi, saat ini, dengan perkembangan teknologi informasi, kita juga harus tahu dan melek sehingga nanti apa yang kita sampaikan itu betul-betul bisa diterima masyarakat, dan itu lebih efektif,” tutur Didik.
Jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta atau setara 73,7 persen penduduk Indonesia yang berjumlah 274,9 juta jiwa
Pengguna
Penggunaan media sosial, baik Tiktok maupun yang lainnya, sebagai ajang edukasi menjadi upaya yang efektif. Informasi yang disampaikan secara ringan akan lebih cepat ditangkap warganet. Apalagi, jumlah pengguna internet dan juga media sosial makin besar di Indonesia.
Berdasarkan laporan dari layanan manajemen konten HootSuite dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam Digital 2021 yang dirilis pada Februari lalu, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta atau setara 73,7 persen penduduk Indonesia yang berjumlah 274,9 juta jiwa. Ada kenaikan jumlah pengakses internet sekitar 6,3 persen atau setara 10 juta jiwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dari jumlah pengguna internet tersebut, pengakses layanan media sosial mencapai 170 juta pada Januari 2021. Angka ini ekuivalen dengan 61,8 persen total penduduk Indonesia. Tiktok menjadi platform media sosial di urutan kesembilan yang digunakan oleh para pengguna media sosial (35,7 persen), menyusul platform media sosial, seperti Youtube, Instagram, Facebook, dan Twitter. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan Januari 2020, di mana Tiktok berada di urutan ke-13 aplikasi yang dipilih oleh setidaknya 25 persen pengguna media sosial.
Ada kenaikan jumlah pengguna cukup signifikan dalam satu tahun berdasarkan kajian di atas. Pihak Tiktok memperkirakan bakal terjadi kenaikan ”engagement” pengguna Tiktok selama Ramadhan. Platform distribusi video singkat ini akan mewadahi aktivitas warga yang diminta lebih banyak di rumah selama pandemi Covid-19.
Publik saat ini jenuh dengan cara-cara penyampaian informasi yang konvensional, serius, dan berjarak dengan masyarakat
Harus substantif
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng berpandangan, aksi Zudan dan Vicky merupakan gaya komunikasi baru yang adaptif dengan perkembangan teknologi. Sebab, mungkin saja, publik saat ini jenuh dengan cara-cara penyampaian informasi yang konvensional, serius, dan berjarak dengan masyarakat.
Namun, itu semua baru sebatas simbolis. Menurut dia, yang terpenting adalah layanan publik nyata dirasakan berjalan baik oleh publik. “Itu lebih substantif. Itu tantangan bagi mereka agar publik tidak persepsikan hanya sebatas pencitraan,” katanya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Amy Yayuk Sri Rahayu sependapat dengan Robert, bahwa untuk suatu penyampaian informasi atau penanganan komplain, aksi Zudan dan Vicky patut diapresiasi. Mereka berhasil menyasar segmentasi orang-orang muda yang terkadang tidak mempan hanya sebatas sosialisasi kebijakan.
Namun, Amy juga mengingatkan, untuk kemudahan dalam proses pelayanan publik, itu masih perlu dibuktikan lebih lanjut. “Misal, membuat KTP menjadi lebih sederhana, menjadi tidak ada pungutan liar, itu, kan penting, ya. Nah, itu nanti harus direalisasikan. Jadi, jangan hanya sekadar menginformasikan melalui media sosial, tetapi realisasinya nol. Komitmennya harus sampai sana,” tutur Amy.
Dari sini kita belajar, jangan sampai kemenarikan sosialisasi, tak sejalan pada realisasi.