Hasil survei Indikator Politik Indonesia terhadap anak-anak muda memperlihatkan, perspektif mereka atas penerapan demokrasi di Tanah Air. Sebanyak 40 persen responden melihat Indonesia menjadi kurang demokratis.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia mendapatkan dukungan yang kuat dari publik. Namun, persoalannya, mereka menilai, Indonesia menjadi kurang demokratis, beberapa tahun terakhir. Salah satunya akibat aksi saling lapor kepada penegak hukum dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi, dalam diskusi ”Survei Nasional Suara Anak Muda tentang Isu-isu Sosial Politik Bangsa”, Minggu (21/3/2021), mengatakan, secara umum, tren demokrasi sebagai sistem pemerintahan secara umum sudah mendapat fondasi yang kuat. Setidaknya 76,2 persen responden percaya demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang terbaik meski tak sempurna.
Namun, dalam perspektif generasi muda, Indonesia masih memiliki persoalan dalam pelaksanaan demokrasi. Sebanyak 40 persen responden beranggapan Indonesia menjadi kurang demokratis dalam beberapa tahun terakhir. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan opini publik secara umum. Adapun, dalam perspektif populasi secara umum, sebanyak 27,8 persen responden menilai Indonesia menjadi kurang demokratis.
”Menurut anak muda, evaluasi mereka terhadap kondisi demokrasi sekarang itu jauh lebih critical (kritis) dibanding populasi umum. Ini mungkin karena mereka lahir pasca-reformasi. Ekspektasi mereka terhadap kondisi demokrasi jauh lebih tinggi dibanding orang tua yang lahir di masa Orde Baru,” ujar Burhanuddin.
Hadir dalam diskusi virtual tersebut, antara lain, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, serta Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.
Dalam survei kali ini, IPI mewawancarai 1.200 responden yang berusia 17-21 tahun, melalui sambungan telepon. Survei digelar pada 4-10 Maret 2021, dengan toleransi kesalahan (margin of error) lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Adapun, untuk melihat perspektif populasi secara umum, IPI menggunakan hasil survei yang digelar pada 1-3 Februari 2021 dengan total 1.200 responden. Tingkat toleransi survei plus minus 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam survei nasional suara anak muda, didapati bahwa pelaksanaan demokrasi di Tanah Air masih bermasalah, salah satunya, akibat aksi saling melapor satu sama lain kepada penegak hukum dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sebanyak 41,6 persen responden menilai aksi saling lapor ke penegak hukum merupakan perbuatan yang tidak baik untuk demokrasi. Sebab, itu dianggap bertentangan dengan budaya demorasi di mana setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Atas dasar itu, 57,3 persen responden menyatakan UU ITE perlu direvisi untuk menjamin kebebasan berpendapat. Sementara, hanya 24,1 persen berpandangan UU ITE tidak perlu direvisi.
”Jadi, tindakan saling melaporkan itu dipersepsi negatif oleh anak muda. Ini memperlihatkan anak muda cenderung kritis terhadap bagaimana demokrasi dilaksanakan. Ini yang membuat mereka menginginkan hal-hal yang dianggap kurang positif terkait pelaksanaan demokrasi agar bisa diperbaiki,” kata Burhanuddin.
Mendengar aspirasi
Hasto Kristiyanto sependapat dengan semangat generasi muda yang menyebutkan aksi saling lapor bukan hal yang baik dalam kehidupan berdemokrasi. Itu artinya, generasi muda saat ini mempunyai semangat menghomarti perbedaan pandangan.
”Artinya, mereka punya suatu platform dalam diri mereka. Hal-hal terkait perbedaan bisa diselesaikan tak melulu lewat jalur hukum yang sering kali malah memperkeruh suasana,” tutur Hasto.
Menurut dia, PDI-P akan terus mendengarkan aspirasi generasi muda, termasuk masukan pentingnya merevisi UU ITE. Namun, revisi itu tetap membutuhkan langkah-langkah koordinasi dengan partai lain.
”Kami saat ini mendengarkan dan mencoba memformulasikan, baik di tingkat praktik melalui pendekatan bottom-up maupun top-down, dengan coba mengakomodasi adanya sebuah kehidupan demokrasi, yang di satu sisi tetap memegang teguh therules of the game, memegang teguh kultur kita sebagai bangsa Timur, tetapi di sisi lain kita tidak ikut-ikutan model demokrasi Barat di mana praktik kebebasan individu, termasuk aspek-aspek yang sangat personal sering kali bisa diumbar karena kepentingan-kepentingan pragmatis,” ujar Hasto.
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo pun bersyukur, anak muda memiliki pandangan yang jernih dalam kehidupan berdemokrasi. Semangat anak muda itu patut juga demi kehidupan berdemokrasi yang baik.