Menghadapi persaingan yang berat di Pemilu 2024, langkah PPP tak cukup fokus pada konsolidasi internal partai. PPP dituntut berinovasi guna memikat pemilih. Selain itu, jangan lagi ada kader PPP yang terlibat korupsi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah Partai Persatuan Pembangunan diharapkan tidak hanya berhenti pada konsolidasi internal, termasuk menarik kembali kader yang pernah berseberangan. Untuk menyongsong Pemilu 2024 dan menggaet suara pemilih yang lebih besar, partai harus mampu menawarkan inovasi dan gagasan yang berbeda, serta mencegah kader PPP kembali korupsi.
Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, dalam diskusi bertajuk ”Islah PPP”, Jumat (19/3/2021), mengatakan, partainya ingin mempersiapkan Pemilu 2024 lebih awal. Sebagai bagian dari hal itu, seluruh kekuatan PPP mulai disatukan kembali. Selain itu, tak boleh lagi muncul isu-isu keterbelahan di internal partai.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami tahu bahwa rumah kami pun kemarin mungkin sedikit terbelah. Namun, sekarang, kami ingin merawat persatuan dengan pembangunan. Jadi, kami tak hanya akan mengingatkan orang lain, tetapi juga mengingatkan diri sendiri. Itu ingin kami buktikan sebagai sebuah diferensiasi baru PPP,” ujar Suharso.
Dalam diskusi virtual tersebut, hadir pula mantan Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz; dan peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro.
Dalam susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP periode 2020-2025 yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Djan Faridz dimasukkan sebagai anggota Majelis Kehormatan PPP.
Selain konsolidasi internal, Suharso menjelaskan, partainya telah memulai kerja elektoral. Ia menyadari, tantangan di 2024 tidak ringan. Karena itu, mesin partai PPP harus bergerak lebih awal.
Dalam kerja elektoral pun, PPP akan fokus menyasar generasi muda. Sebab, demografi pemilih pada Pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial dan Z. ”Jadi, dunia sudah berubah, maka partai politik harus berubah, harus mengikuti, harus adaptif. Itu yang kami ingin coba meresponsnya dan mengadaptasikan secara cepat,” kata Suharso.
Untuk menunjukkan keseriusan partai dalam konteks pendidikan politik, PPP mulai menggagas sekolah politik. Kelas akan diberikan kepada kader PPP yang akan maju sebagai calon anggota legislatif, calon kepala daerah, dan calon dewan pengurus pusat partai. Kelas akan dimulai pada akhir Maret ini.
Merangkul
Djan Faridz melihat PPP di bawah kepemimpinan Suharso lebih serius mempersiapkan langkah menjelang Pemilu 2024. Dengan demikian, ia meyakini PPP mampu merangkul lebih banyak suara umat Islam dan milenial. Ia pun berkomitmen akan membantu PPP agar bisa berjaya kembali.
”Kawan-kawan yang dari tempat saya (PPP versi Muktamar Jakarta) pun banyak yang sudah menghubungi saya untuk meminta bergabung, alhamdulillah, tinggal kebijakan Pak Suharso, bagaimana caranya mengajak mereka bersatu dalam satu kesatuan bersama PPP untuk membesarkan PPP bersama,” kata Djan.
Secara terpisah, Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat, mengatakan pernah diajak Suharso untuk ikut bergabung kembali ke PPP. Namun, ajakan itu ditolaknya.
”Saya tolak secara halus karena perbedaan visi dan misi dalam penyatuan PPP. Semoga PPP yang dipimpin Suharso, yang diakui pemerintah, dapat membuat PPP besar dan berjaya kembali,” ucap Humprey.
Tantangan besar
Siti Zuhro menyampaikan, setelah islah PPP terwujud, PPP harus terus menunjukkan soliditas dan komitmen bersama, terutama di antara para elite partai. Mereka harus mampu menjadi panutan (role model) bagi elemen-elemen partai sampai ke akar rumput.
”Mudah-mudahan ini islah bukan islah yang main-main, melainkan benar-benar mengakar dengan merangkul semua elemen yang mungkin terpisah-pisah dan saat ini mengambilnya kembali, menyatu kembali,” kata Siti.
Langkah PPP pun tak boleh berhenti pada konsolidasi kekuatan internal partai. Partai harus mampu melakukan pembenahan internal yang holistik.
Kasus korupsi yang melibatkan kader muda yang juga bekas Ketua Umum PPP Romahurmuziy harus menjadi pelajaran bagi PPP agar seluruh kader tidak jatuh pada lubang yang sama. Sebab, kasus tersebut ikut berpengaruh pada elektabilitas PPP. Pada Pemilu 2019, PPP memperoleh suara paling buncit di antara sembilan parpol yang lolos ambang batas parlemen, yakni 4,52 persen.
”Perlu ada strategi, taktik baru dari PPP untuk menampilkan kebaruannya, tidak hanya menyampaikan bahwa di internal sudah selesai, PPP juga harus mampu mengembalikan trust (kepercayaan) masyarakat yang sempat meredup pada waktu itu. Itu yang harus diobati dan tidak boleh diulang,” tutur Siti.
Siti melanjutkan, tantangan Pemilu 2024 sangat kompleks. Nanti PPP tidak hanya menghadapi partai-partai lama dan partai-partai besar, tetapi juga partai-partai baru yang membawa ideologi Islam.
Menurut Siti, langkah PPP yang telah memanaskan mesin partai sejak dini patut diapresiasi. Sebab, PPP memiliki pekerjaan rumah untuk mengambil lagi konstituen yang sudah berdiaspora ke partai-partai lain, bahkan menambah ceruk suara dari kalangan lain, seperti generasi milenial.
”Jadi, tantangannya sungguh akan sangat luar biasa. Karena itu, pilihannya tidak ada lain, selain memang harus berinovasi, bersatu, solid, atau istilahnya rapatkan barisan,” ujar Siti.