KPK Diminta Bongkar Pelaku Lain Korupsi Ekspor Benur
Keterlibatan pihak-pihak lain seperti eksportir, regulator, hingga aktor politik dalam kasus dugaan korupsi ekpor benih bening lobster perlu dibongkar KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan tidak berhenti pada tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus dugaan suap perizinan budidaya lobster 2020. KPK diharapkan membongkar pelaku lainnya yang diduga terlibat, seperti eskportir, regulator, hingga aktor politik.
Pada Rabu (17/3/2021), tim penyidik KPK mengagendakan pemanggilan terhadap Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf dan Sekjen KKP Antam Novambar. Namun, Antam tidak memenuhi panggilan tersebut. Selain keduanya, KPK juga memeriksa penyanyi Betty Elista.
KPK diharapkan membongkar pelaku lainnya yang diduga terlibat seperti eskportir, regulator, hingga aktor politik.
Sejauh ini, KPK menetapkan tujuh tersangka terkait kasus ini. Sebagai tersangka penerima suap, yakni bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri serta Andreu Pribadi Misata; pengurus PT ACK Siswandi; Ainul Faqih selaku staf Iis, istri Edhy; dan Amiril Mukminin dari pihak swasta. Sementara sebagai tersangka pemberi suap ialah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Antam tidak datang memenuhi panggilan KPK karena ada kegiatan dinas luar kota. ”Yang bersangkutan konfirmasi secara tertulis tidak dapat hadir karena sedang melaksanakan kegiatan dinas luar kota yang telah terjadwal sebelumnya,” kata Ali.
Sebelumnya, dalam penyitaan uang tunai Rp 52,3 miliar dari Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Gambir, Jakarta, pada Senin (15/3) lalu, Ali mengungkapkan, Edhy memerintahkan Sekjen KKP lalu ke Kepala BIKPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan), kemudian diperintahkan lagi ke Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta agar setiap eksportir menyerahkan garansi bank yang disetorkan di BNI.
Secara terpisah, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat bertajuk ”Gurita Korupsi Benur Lobster dan Potensi Kerugian Negara”, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mendorong KPK membongkar hingga tuntas para aktor yang terlibat dalam kasus ini.
Korupsi terkait ekspor benur ini masih belum berhenti karena kebijakannya tetap berjalan.
Ia menuturkan, KPK harus mengungkap eksportir gelap hingga regulator yang memiliki peran dalam kasus ini, tetapi belum diproses hukum. Menurut Roy, korupsi terkait ekspor benur ini masih belum berhenti karena kebijakannya tetap berjalan. Ia berharap, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dicabut karena tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat.
Sementara itu, Koordinator Komite Pemantau Pemilihan Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menduga ada aktor politik yang terlibat dalam kasus ini. Sebab, Edhy merupakan seorang politikus. Karena itu, ia berharap KPK menelusuri uang dari kasus ini yang mengalir kepada aktor politik, baik itu kelompok maupun organisasi.
Yusuf mengungkapkan, dirinya diperiksa KPK terkait dengan Permen KP No 12/2020. Selain itu, ia juga dimintai keterangan terkait dengan garansi bank.
Ia menuturkan, semula tidak boleh melakukan penangkapan benih bening lobster (BBL) dan mengekspornya. Namun, faktanya di laut melimpah. Jika tidak ditangkap dan diambil, BBL akan mati. Karena pandemi Covid-19, pemerintah mengizinkan menangkap BBL dan diekspor. Selain itu, BBL tersebut juga dibudidayakan.
KKP sudah menyurati Kementerian Keuangan untuk membuat regulasi untuk BBL terkait dengan Permen KP No 12/2020. Namun, regulasi tersebut tertunda sampai dengan ada penangkapan oleh KPK.
Negara diharapkan mendapatkan uang dari ekspor BBL tersebut, tetapi karena belum ada regulasinya, belum bisa dipungut.
Terkait dengan garansi bank atau bank guarantee, Yusuf menegaskan, negara diharapkan mendapatkan uang dari ekspor BBL tersebut, tetapi karena belum ada regulasinya, belum bisa dipungut. Para eksportir berkomitmen membayar hak negara. Karena itu, dibuatlah garansi bank sebagai jaminan.
”Garansi bank itu belum jadi haknya KKP. Belum jadi hak siapa pun juga. Masih hak terbuka garansi bank-nya,” ujar Yusuf.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Edhy, yang menjadi saksi untuk terdakwa Suharjito, mengungkapkan, Permen KP No 12/2020 dikeluarkan untuk menjawab keinginan masyarakat.
Menurut Edhy, kebijakan ekspor benur ini berpotensi meningkatkan pendapatan negara. Sebab, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di KKP tidak pernah di atas Rp 1 triliun, sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk KKP setiap tahun hampir Rp 6 triliun.