Pemerintah Janji Obyektif Saat Verifikasi KLB Demokrat
Moeldoko disarankan mundur dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan agar publik tidak meragukan obyektivitas keputusan pemerintah terkait persoalan di Demokrat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/RINI KUSTIASIH/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berjanji bakal obyektif dan profesional jika kelak kubu Kongres Luar Biasa Demokrat mengajukan hasil kongres untuk disahkan. Namun, tak cukup hanya itu, Moeldoko yang terpilih sebagai ketua umum dalam KLB Demokrat disarankan mundur dari jabatan Kepala Staf Kepresidenan agar publik tidak meragukan obyektivitas pemerintah dalam mengambil keputusan.
Janji bahwa Kemenkumham akan bersikap obyektif dan profesional disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Namun, sebelum proses verifikasi hasil KLB Demokrat dilakukan Kemenkumham, Yasonna meminta Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tidak menuding pemerintah serta mengembangkan insinuasi yang tidak ada dasarnya kepada pemerintah.
”Tunggu saja. Kita obyektif, kok. Kami akan bertindak profesional,” ucapnya.
Menurut pengamat hukum tata negara Universitas Andalas, Khairul Fahmi, Kemenkumham tidak bisa mengesahkan hasil KLB Demokrat karena terganjal salah satu syarat dalam Pasal 21 Peraturan Menkumham Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD dan ART, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.
Syarat dimaksud harus ada surat keterangan tidak dalam perselisihan internal partai politik dari mahkamah partai yang sesuai AD/ART partai.
”Masalah internal partai mesti diselesaikan dahulu, baru bisa diajukan permohonan perubahan kepengurusan partai politik,” kata Fahmi.
Ketentuan itu sengaja dilahirkan untuk mencegah pemerintah tidak ditarik masuk ke dalam konflik di internal partai politik. Ketentuan itu pun dinilainya selaras dengan Pasal 24 Undang-Undang Parpol.
Ketua Badan Komunikasi Publik DPP Demokrat hasil KLB Deli Serdang Razman Nasution mengakui saat ini terjadi perselisihan di Demokrat. Karena itu, mereka akan mengujinya apakah Demokrat kubu KLB atau kubu Agus Harimurti Yudhoyono yang disetujui oleh Kemenkumham.
Ia sepakat bahwa UU Partai Politik mengatur, kalau ada perselisihan di internal parpol, penyelesaiannya oleh mahkamah partai. Namun, menurut dia, dalam AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020, rekomendasi yang menentukan justru dari majelis tinggi.
Adapun Wakil Ketua Umum Demokrat di bawah kepemimpinan Agus, Edhie Baskoro Yudhoyono, meyakini negara akan hadir untuk meluruskan persoalan di Demokrat. Menurut dia, KLB Demokrat mencerminkan adanya segelintir politisi yang berupaya mencederai demokrasi. Ia pun menyebut KLB ilegal dan cacat aturan konstitusi Partai Demokrat.
”Saya masih yakin, negara hadir, pemimpin negeri ini punya nurani melihat mana yang benar dan salah,’’ katanya.
Beban Istana
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, konflik Demokrat bisa berlangsung lama. Pasalnya, bisa saja keputusan Kemenkumham kelak digugat ke pengadilan. Dalam proses yang panjang itu, sebaiknya tidak ada pihak yang masih memiliki jabatan strategis di Istana dalam konflik itu. Sebab, keputusan yang diambil bisa menjadi beban karena akan dikaitkan dengan intervensi kekuasaan.
Apa pun keputusan yang diambil akan lebih bisa diterima publik jika tak ada pejabat yang terlibat dalam pusaran konflik. Dengan demikian, keputusan apa pun yang kelak diambil akan dilihat netral sehingga tidak menjadi beban pemerintah. ”Keterlibatan Moeldoko dalam konflik di Partai Demokrat bisa menjadi beban pemerintah dan Istana,” ujarnya.
Apalagi situasi pandemi Covid-19 membutuhkan kerja luar biasa dari pejabat negara. Kerja-kerja itu dikhawatirkan tidak maksimal jika ada pejabat yang terlibat dalam konflik partai. ”Tidak ada alasan bagi Moeldoko tetap bertahan di Kantor Staf Presiden,” kata Yunarto.
Moeldoko dalam beberapa kesempatan meminta agar persoalan di Demokrat tidak dikaitkan dengan Istana. ”Dari awal saya katakan, tidak ada urusannya dengan Istana. Saya pernah sampaikan, ’jangan sedikit-sedikit selalu dituduh Istana (terlibat)’, karena ini hak politik pribadi saya,” katanya (Kompas, 9/3/2021).