Perpecahan parpol perlu segera dicari solusinya. Sebab, hal ini dinilai kontradiktif dengan energi besar yang dibutuhkan bangsa untuk bersama-sama mengatasi dampak pandemic Covid-19.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/NIKOLAUS HARBOWO/RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Suhu politik yang memanas dengan adanya konflik internal partai politik dinilai bisa menganggu konsentrasi dalam mengatasi pandemi Covid-19 beserta dampaknya. Para elite di partai politik maupun pemerintahan perlu segera mencari solusi terbaik.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor, Minggu (7/3/2021), menuturkan, isu “kudeta” Partai Demokrat melalui kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara harus dicari solusinya. Menurut dia, hal itu berbahaya karena bisa memecah belah partai politik secara kelembagaan, maupun memecah konsentrasi parpol dalam membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.
Parpol yang tadinya solid, menurut dia, kemudian harus terpecah konsentrasinya untuk mengatasi konflik internal. Hal ini dinilai kontradiktif dengan energi besar yang dibutuhkan bangsa untuk bersama-sama mengatasi dampak pandemi.
Konflik di tubuh Partai Demokrat terjadi setelah Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang, Jumat (5/3/2021), menetapkan Moeldoko, yang juga Kepala Kantor Staf Presiden, sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2021-2025. Sementara itu, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan KLB tersebut merupakan acara ilegal dan inkonstitusional.
Guru Besar Universitas Islam Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra mengatakan, KLB Demokrat merupakan kudeta parpol yang melibatkan orang luar di luar kader Demokrat yaitu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Karena Moeldoko menjabat sebagai pejabat publik dan lingkaran dalam istana, seharusnya presiden dapat mencegah manuver politik tersebut.
Azyumardi menyebut manuver politik tersebut inkonstitusional, ilegal, dan tuna etika. Selain itu, kudeta Partai Demokrat juga memecah belah parpol, dan memunculkan kegaduhan politik sosial yang tidak perlu. “Seharusnya parpol bersama-sama Presiden Jokowi bisa lebih memusatkan perhatian dan usaha mengatasi pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi sosialnya,” ujar Azyumardi.
Langkah Dua Kubu
Salah satu pendiri Partai Demokrat, Hencky Luntungan, mengatakan, proses administrasi hasil KLB di Deli Serdang hampir selesai. Semua akan segera diserahkan ke Kemenkumham. “Rencananya besok (Senin), mudah-mudahan tidak ada halangan. Kalau pun berhalangan, paling Selasa, tetapi kayaknya bisa besok dipaksakan. Yang pasti, dalam waktu dekat, tidak akan lewat minggu ini,” ujar Hencky.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, pihaknya juga akan datang ke kantor Kemenkumham, Senin, untuk menyerahkan bukti-bukti kepengurusan yang sah hasil Kongres V Demokrat Maret 2020. Dalam kongres itu, AHY terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat.
Teuku meyakini, hasil KLB di Deli Serdang tak akan disahkan Kemenkumham. Penyelenggaraan KLB itu di luar aturan perundang-undangan dan AD/ART partai. Dari segi penyelenggaraan, KLB tidak sah karena tanpa persetujuan Ketua Majelis Tinggi dan tak memenuhi syarat dilakukannya KLB.
Sikap pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam keterangan resmi mengatakan, secara hukum, sampai saat ini pemerintah menganggap KLB Partai Demokrat di Deliserdang tidak ada. Sebab, secara hukum, kubu yang mengadakan KLB belum melaporkan ke Kemenkumham.
“Meskipun telinga mendengar, mata melihat, pemerintah menganggap tidak tahu kalau ada KLB, karena hasilnya belum dilaporkan secara resmi kepada pemerintah,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, apabila KLB sudah dilaporkan ke Kemenkumham, pemerintah akan melihat dasar hukumnya baik AD/ART Partai Demokrat maupun UU Partai Politik. AD/ART Partai Demokrat terakhir kali dilaporkan pada 18 Mei 2020. Dari AD/ART tersebut Ketua Umum Demokrat resmi adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Pemerintah akan menilai secara terbuka logika hukum dualisme partai sesuai payung hukum UU Parpol dan AD/ART Partai Demokrat.
“Kalau memang ada yang akan mengajukan AD/ART berbeda, siapa yang mengubah, forumnya apa, kuorum atau tidak, nanti semua akan dinilai secara terbuka dari logika-logika hukumnya,” kata Mahfud.
Mahfud MD juga menampik jika ada anggapan pemerintah melindungi KLB di Deli Serdang. Menurutnya, secara legal formal, pemerintah tidak bisa membubarkan KLB. Dari masa ke masa, konflik internal parpol sebenarnya juga sudah terjadi di Indonesia. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri misalnya musyawarah nasional luar biasa yang diadakan Matori Abdul Jalil untuk mengambil alih Partai Kebangkitan Bangsa versi Gus Dur tidak dibubarkan.
Demikian juga pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika ada PKB versi Parung yang mengusung Gus Dur dan versi Muhaimin Iskandar yang menggelar KLB di Ancol juga tidak dibubarkan. Sebab, hal itu memang dinamika internal parpol.