KPU: Pemilu dan Pilkada 2024 Tetap Perlu Perppu atau Revisi Terbatas UU Pemilu
Menyusul rencana pencabutan RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021, KPU sedang membuat kajian. Ini terkait tahapan apa yang bisa diatur di peraturan KPU, dan mana yang tetap perlu perppu atau revisi terbatas UU Pemilu.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Potret surat suara dalam Pemilihan Kepala Daerah Indramayu di TPS 06 Lemahabang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (9/12/2020). Pemungutan suara dilakukan dengan protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Tidak semua pengaturan tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak Nasional 2024 dapat dilakukan melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Komisi Pemilihan Umum menilai, tetap akan ada bagian tertentu dari tahapan yang memerlukan revisi terbatas terhadap UU Pemilu atau melalui penerbitan peraturan pemerintah penganti UU atau perppu.
Menyusul rencana pencabutan Rancangan Undang-Undang Pemilu dari Program Legislasi Nasional 2021, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini sedang membuat kajian. Hal tersebut terkait dengan tahapan apa saja yang dapat diatur dengan Peraturan KPU (PKPU), dan kegiatan mana yang tetap memerlukan revisi terbatas UU Pemilu atau perppu.
Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi dihubungi Senin (8/3/2021) di Jakarta, mengatakan, KPU sedang menginventarisasi sejumlah rencana modifikasi pelaksanaan tahapan maupun penyederhanaan tahapan pemilu dan pilkada serentak nasional pada 2024. Pasalnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menunjukkan sikap untuk tidak meneruskan pembahasan terhadap RUU Pemilu.
”Memang ada beberapa hal yang dapat kami atur dengan perubahan PKPU, tetapi ada hal-hal lain yang tetap memerlukan payung hukum lebih tinggi dari PKPU karena pengaturannya memang harus dilakukan melalui UU. Dalam konteks itu, kalaupun RUU Pemilu dicabut dari Prolegnas, ya, kami meminta agar ada kemungkinan bagi kami untuk mengusulkan beberapa poin revisi terbatas UU Pemilu atau dibuat perppu,” katanya.
Pramono menegaskan, fokus dari revisi terhadap UU Pemilu atau perppu itu terutama menyangkut pemberian ruang yang lebih terbuka bagi KPU untuk memodifikasi pelaksanaan tahapan. Ini agar tahapan pemilu dan pilkada lebih ringan, dan lebih memungkinkan untuk dilakukan oleh penyelenggara.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Pramono Ubaid Tanthowi
Sebab, KPU juga telah belajar dari pengalaman Pemilu 2019. Pelaksanaan pemilu serentak lima kotak itu menimbulkan tantangan tersendiri baik dari segi regulasi maupun teknis pelaksanaannya. Adapun pada 2024, dengan tidak adanya revisi UU Pemilu, kerja berat penyelenggara itu mesti pula dihitung dan diantisipasi lebih awal, baik melalui simulasi, dan pengaturan tata laksana pemilu melalui dukungan regulasi yang memadai.
”Mulai Senin ini, kami meminta masukan dari seluruh ketua KPU di Indonsia untuk mendiskusikan potensi tahapan-tahapan apa saja yang bisa disederhanakan dan dimodifikasi. Kami juga secara rinci akan melihat detail-detail tahapan mana saja di pasal dan ayat mana di UU yang memerlukan dukungan regulasi, apakah itu melalui PKPU, revisi terbatas UU, atau perppu,” katanya.
Menurut Pramono, penyisiran tahapan teknis pelaksanaan pemilu dengan berbagai simulasi dan kajian itu dilakukan agar ketika konsultasi dengan DPR dan pemerintah, KPU memiliki daftar inventarisasi masalah yang detail. ”Ketika kami usulkan kepada DPR dan pemerintah, sudah terpetakan masalahnya dengan jelas dan potensi solusi yang dapat diambil atas persoalan itu,” katanya.
Beberapa hal sempat dipikirkan KPU, misalnya dengan menghilangkan tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih, pendaftaran parpol sepenuhnya mengandalkan sistem informasi parpol (sipol), dan penggunaan rekapitulasi elektronik (e-rekap). Namun, semua terobosan tahapan itu tidak cukup diatur dengan PKPU, melainkan memerlukan aturan yang lebih tinggi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Petugas merekam hasil penghitungan suara menggunakan kamera telepon seluler saat simulasi pengisian formulir hasil penghitungan suara di tingkat TPS untuk pemilihan 2020 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
RUU Pemilu dicabut
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, Komisi II DPR sebagai pengusung RUU Pemilu telah menarik usulan RUU Pemilu. Hasil rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR juga telah menyepakati agar dilakukan rapat kerja bersama antara Baleg DPR dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurut rencana, raker itu akan diadakan Selasa.
”Raker itu hanya untuk mencabut RUU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021. Selanjutnya, hasil raker itu dapat ditetapkan di dalam rapat paripurna,” katanya.
Ketika ditanyakan apakah RUU Pemilu itu akan digantikan dengan revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Willy mengatakan, sampai saat ini belum ada permintaan dari pemerintah untuk merevisi UU ITE. Ia juga menampik dugaan adanya barter antara RUU ITE dan RUU Pemilu,
”Enggaklah. Sampai saat ini kami belum menerima order dari pemerintah untuk mengubah UU ITE. Besok (raker) hanya mencabut RUU Pemilu,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luqman Hakim mengatakan, pada dasarnya fraksi-fraksi di DPR semula memang sepakat merevisi UU Pemilu. Namun, karena pemerintah bersikap untuk tidak melakukan revisi, revisi itu sudah tidak mungkin lagi dilakukan. Menyinggung usulan KPU untuk melakukan perubahan terbatas terhadap UU Pemilu, ia mengatakan, hal itu kecil kemungkinan dapat dilakukan.
DOKUMENTASI PRIBADI
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim
”Dalam revisi terbatas terhadap UU Pemilu itu, kami di fraksi sebetulnya setuju saja karena memang dari hasil kajian kami perlu dilakukan evaluasi terhadap UU Pemilu. Termasuk untuk penggunaan teknologi informasi dalam pemilu. Namun, DPR tidak dapat memutuskan sendiri perubahan UU. Kecuali ada perubahan sikap dari pemerintah untuk mengubah UU Pemilu, revisi terbatas itu dimungkinkan, dan PKB akan mendukung penuh,” katanya.
Demikian pula mengenai pembuatan perppu, Luqman mengatakan, hal itu harus dibicarakan dulu dengan Komisi II DPR, dan selanjutnya mendengarkan pendapat pemerintah. ”Kita lihat nanti apakah Presiden mau mengeluarkan perppu, sebab ini akan berpulang kepada keputusan Presiden,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, dengan tidak dilakukannya revisi UU Pemilu, solusi terbaik yang dapat dilakukan oleh KPU saat ini ialah melakukan simulasi dan kajian terkait dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024. Melalui kajian itu, KPU dapat saja mengajukan usulan mengenai bentuk dukungan regulasi apa saja yang dibutuhkan mereka untuk menjalankan pemilu dan pilkada pada 2024.
Kompas
Saan Mustofa
”Apakah nanti dibutuhkan regulasi yang lebih tinggi dari PKPU, atau harus ada perppu, dan sebagainya, itu nanti baru ketahuan ketika KPU mengirimkannya kepada DPR. Hasil simulasi dan kajian KPU itu akan dijadikan bahan raker dan konsultasi antara penyelenggara pemilu dengan pemerintah dan DPR,” katanya.