PKB Usulkan Pemungutan Suara Pemilu pada Januari 2024
Gelaran pemilu legislatif dan presiden yang biasanya digelar pada April diusulkan dimajukan ke Januari agar cukup waktu tersedia untuk persiapan pilkada serentak pada November 2024. Namun, KPU lebih memilih Maret.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perhelatan pemilu presiden dan pemilu legislatif, serta pemilu kepala daerah serentak nasional pada 2024, membuat simulasi pengaturan teknis harus dilakukan, termasuk penetapan jadwal dan tahapan. Sebab, dalam satu tahun akan ada tiga jenis pemilu, yang jika tidak diantisipasi berpotensi terjadi irisan pelaksanaan tahapan. Kondisi ini berpotensi membuat penyelenggara pemilu tidak optimal menjalankan tugasnya.
Terkait hal itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melalui keterangan persnya, Jumat (5/3/2021), mengusulkan agar pemungutan suara untuk pemilu legislatif dan presiden tidak digelar pada April seperti pemilu sebelumnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, PKB mengusulkan agar jadwalnya dimajukan menjadi Januari 2024. Penyelenggaraan jadwal tahapan pun ikut dimajukan mengikuti pemajuan jadwal pemungutan suara.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, usulan PKB itu dilontarkan mengingat pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR sepakat untuk menghentikan pembahasan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No 10/2016 tentang Pilkada. Dengan demikian, akan ada dua peristiwa besar dalam satu tahun itu, yakni pemilu presiden (pilpres) yang berbarengan dengan pemilu legislatif (pileg) serta pilkada memilih gubernur-wakil gubernur dan bupati-wakil bupati atau wali kota-wakil wali kota.
Sesuai dengan amanat Pasal 201 Ayat 8 UU Pilkada, coblosan pilkada dilakukan pada November 2024. Namun, untuk pemilu presiden dan legislatif, UU Pemilu tidak mengatur secara rinci jadwal atau bulan penyelenggaraannya. Jadwal penyelenggaraan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana tertuang dalam Pasal 167 Ayat 2 UU Pemilu. Adapun tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari coblosan, yakni diatur di dalam Pasal 167 Ayat 6 UU No 7/2017.
”Untuk 2024, karena terdapat faktor pilkada serentak pada November 2024, maka perlu dilakukan penyesuaian waktu coblosan pemilu. Dan, menurut saya, wacana KPU untuk memajukan hari coblosan Pemilu 2024 tidak pada April merupakan pilihan yang tepat. Saya sendiri mengusulkan agar coblosan Pilpres dan Pileg 2024 dilaksanakan pada Januari 2024 sehingga teman-teman penyelenggara pemilu dan partai politik serta masyarakat memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan tahapan Pilkada 2024,” kata Luqman.
Untuk menentukan soal kapan jadwal pilpres dan pileg itu dilakukan, menurut Luqman, KPU harus tetap melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR. Dirinya sebagai unsur pimpinan Komisi II sekaligus perwakilan Fraksi PKB mendorong KPU agar hari-H Pilpres dan Pileg 2024 itu tidak di bulan April, tetapi Januari 2024. ”Pasti PKB akan mengawal full (penuh) soal ini,” ucapnya.
Jika pemungutan suara pileg dan pilpres digelar pada Januari 2024, menurut Luqman, tahapan Pemilu 2024 harus dimulai paling lambat Mei 2022 karena sesuai dengan UU Pemilu paling lambat persiapan dimulai 20 bulan sebelum hari-H.
Sebelumnya, anggota KPU, Hasyim Asy’ari, mengaku telah membuat simulasi penyelenggaraan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024. Menurut Luqman, sangat penting untuk menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan Pilkada 2024 guna menetapkan hari pemungutan suara.
”Simulasi KPU tersebut menunjukkan kesiapan KPU sebagai penyelenggara dua event akbar tersebut. Ini bisa menepis kekhawatiran sebagian masyarakat akan terjadinya kekacauan politik tahun 2024 akibat pemilu dan pilkada serentak dilaksanakan dalam waktu berimpitan,” ujarnya.
KPU usul Maret
Dihubungi secara terpisah, Hasyim mengatakan, KPU harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan hari pencoblosan. Idealnya, hari pencoblosan dilakukan selepas Februari. Sebab, pertimbangannya, Januari dan Februari rentan cuaca ekstrem dan bencana alam yang diakibatkan cuaca ekstrem. Kondisi ini harus dipertimbangkan sebelum hari pencoblosan ditetapkan oleh KPU guna memastikan pemilih dan peserta pemilu dapat mengikuti pemilu dengan baik.
”Belajar dari 2021, saat perencanaan tahapan Pemilu 2024 dirancang sekarang ini, Januari-Februari hujan dengan curah besar dan banjir di mana-mana. Apabila hari-H coblosan awal tahun 2024 dilakukan pada Januari atau Februari, hal itu akan merepotkan pemilih dan penyelenggara karena konsentrasi pasti terbelah dan lebih memprioritaskan penyelamatan jiwa dan harta benda (evakuasi) daripada penyelenggaraan pemilu,” katanya.
Hal lain yang mesti diperhitungkan ialah faktor anggaran. Administrasi pencairan keuangan biasanya pada Januari-Februari. Oleh karena itu, sebaiknya hari-H coblosan setelah Februari 2024.
Untuk memastikan jadwal pencoblosan, menurut Hasyim, KPU perlu meminta pertimbangan para ahli ilmu falak dari kampus UIN/IAIN dan pesantren, serta BMKG, untuk mendapatkan prediksi cuaca pada Januari-Februari-Maret 2024. Selain itu, pertimbangan tersebut dalam rangka untuk mendapatkan prediksi dan mempertimbangkan kapan waktu kegiatan keagamaan, semacam mulai puasa Ramadhan yang diperkirakan akan jatuh pada pekan kedua Maret 2024 serta Idul Fitri yang diperkirakan pada pekan kedua April 2024.
”Karena itu, hari-H coblosan Pemilu 2024 pada Maret 2024 adalah pilihan yang moderat. Apabila hari-H coblosan Pemilu 2024 pada Maret 2024, tahapan Pemilu 2024 dimulai Juli 2022, yakni 20 bulan sebelum hari-H coblosan,” ujarnya.
Problem irisan tahapan
Sementara itu, usulan untuk menjadwalkan hari coblosan pada Januari atau Maret 2024, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati tidak menyelesaikan persoalan dan risiko irisan tahapan pemilu dan pilkada tahun 2024. Jadwal yang berimpitan itu adalah konsekuensi kalau pemilu dan pilkada dilakukan semua di 2024.
”Kalaupun kita undurkan Januari sekalipun, tetap akan ada tahapan yang berimpitan antara pemilu dan pilkada. Salah satunya ialah pendataan pemilih, yang merupakan tahapan paling awal dalam pemilu. Selain itu, harus pula dipertimbangkan soal waktu pencairan anggaran dari pusat ke daerah,” katanya.
Pemajuan jadwal pilpres dan pileg, lanjut Khoirunnisa, bukan solusi atas segala persoalan dalam keserentakan pemilu dan pilkada pada 2024. Sebab, pemilu lima kotak itu sendiri sudah sangat kompleks. Artinya, persoalan bukan hanya terjadi saat hari H, melainkan mulai dari pendataan pemilih hingga pendistribusian logistik.
”Memang ini semua harus dimitigasi, tetapi tidak cukup dengan mengubah jadwal tahapan. Perlu regulasi lain yang memungkinkan bagi KPU untuk optimal menggunakan teknologi. Salah satunya untuk penerapan Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) dalam pendaftaran partai politik. Sebab, dengan teknologi ini beberapa tahapan dapat dilakukan dengan lebih cepat,” ujarnya.
Di satu sisi, ketika KPU diminta berpikir progresif dengan melakukan inovasi-inovasi guna memitigasi pekerjaan yang menumpuk dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada, peserta pemilu di sisi lain dan penyelenggara pemilu lainnya juga harus bisa memahami hal itu. ”Jangan lalu seperti pemilu kemarin, Sipol dipersoalkan oleh Bawaslu sehingga tidak diwajibkan diisi oleh parpol. Padahal, aplikasi itu sangat membantu,” kata Khoirunnisa.