Komisi Yudisial menjalin kerja sama dengan KPK guna mengawasi proses seleksi calon hakim agung 2021. Selain mencari kualitas hakim, Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata juga menyatakan adanya wujud kerja sama antarlembaga.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi guna mengawasi proses seleksi calon hakim agung tahun 2021. Secara khusus, KPK diminta untuk menelusuri rekam jejak calon hakim.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata seusai pertemuan dengan komisioner KPK di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/3/2021), mengatakan, pelibatan KPK dalam proses seleksi ini merupakan bagian dari upaya membangun sinergitas dengan lembaga-lembaga negara. Ia berharap, dengan dukungan KPK ini, calon hakim agung terpilih memiliki kapasitas dan integritas yang mumpuni.
”Proses rekrutmen calon hakim agung sudah kami buka. Dalam proses ini nanti, kami akan libatkan (KPK) sharing (berbagi) informasi dan juga berbagi data tentang para hakim tersebut,” ujar Mukti.
Rombongan diterima oleh Ketua KPK Firli Bahuri serta Wakil Ketua Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.
Proses rekrutmen calon hakim agung sudah kami buka. Dalam proses ini nanti, kami akan libatkan (KPK) sharing (berbagi) informasi dan juga berbagi data tentang para hakim tersebut.
Sebagaimana diketahui, KY tengah membuka proses seleksi calon hakim agung tahun 2021. Seleksi ini untuk memenuhi permintaan Mahkamah Agung (MA) sesuai Surat Wakil Ketua MA Bidang Non-yudisial Nomor 7/WKMA-NY/SB/2/2021 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Agung pada MA.
Melalui surat tersebut, MA membutuhkan 13 hakim agung, terdiri dari dua orang untuk kamar perdata, delapan orang untuk kamar pidana, satu orang untuk kamar militer, dan dua orang untuk kamar tata usaha negara khusus pajak.
Penerimaan usulan calon hakim agung dilakukan secara daring melalui situs www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id pada 1-22 Maret 2021.
Selain soal pengawasan rekrutmen calon hakim, KY juga meminta KPK melakukan pengawasan terhadap hakim. Nanti, KY dan KPK akan membentuk tim teknis yang akan melakukan pengawasan hakim.
”Nanti ada yang jadi kewenangan KY dan ada yang terkait kewenangan KPK,” katanya.
Alexander Marwata menambahkan, dalam seleksi calon hakim, KPK diminta menganalisis kepatuhan calon atas pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan gratifikasi. Nanti, hasil penelusuran tersebut akan disampaikan kepada KY.
”Nama-namanya kalau sudah lolos administrasi, misalnya apakah calon hakim tersebut patuh terhadap pelaporan LHKPN, apakah kekayaan hakim tersebut sesuai dengan profilnya. Nanti analisisnya juga termasuk transaksi keuangan yang bersangkutan,” tutur Alexander.
Pengawasan hakim
Kalau ada hal-hal yang terkait kode etik, itu yang nanti kami sampaikan kepada KY. Dan kalau, misalnya, KY menerima laporan masyarakat dan ada indikasi korupsi, akan diturunkan KPK.
Adapun terkait pengawasan hakim, KPK akan ikut memonitor persidangan. Sebab, dari sana, KPK bisa memonitor cara hakim dalam memimpin suatu persidangan. Selain itu, KPK juga bisa menindaklanjuti laporan dari masyarakat jika ditemukan dugaan tindak pidana korupsi oleh hakim.
”Kalau ada hal-hal yang terkait kode etik, itu yang nanti kami sampaikan kepada KY. Dan kalau, misalnya, KY menerima laporan masyarakat dan ada indikasi korupsi, akan diturunkan KPK,” kata Alexander.
Kerja sama ini, menurut Alexander, sangat penting karena KY melakukan pengawasan hakim dari tingkat pertama sampai tingkat agung, yang wilayahnya dari Sabang sampai Merauke. Padahal, KY hanya berkedudukan di Jakarta dengan sumber daya manusia terbatas.
KPK juga mendorong dilakukan perluasan kewenangan KY agar tidak hanya meliputi pengawasan terhadap hakim, tetapi juga unsur lainnya di lingkup peradilan demi efektivitas pengawasan.