Tim Kajian UU ITE Dengarkan Masukan Publik, Mulai dari Ravio Patra hingga Nikita Mirzani
Tim kajian UU ITE mendengar masukan dari korban dan pelapor. Dari korban UU ITE, misalnya, ada Ravio Patra, Prita Mulyasari, dan Yahdi Basma. Dari pelapor antara lain Alvin Lie, Nikita Mirzani, dan Muannas Al Aidid.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mendengarkan masukan dari para korban dan pelapor UU tersebut. Selanjutnya, tim juga akan mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan asosiasi pers.
Selama tiga hari terakhir, tim kajian UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mendengar keterangan dan masukan dari berbagai narasumber. Dari pihak korban UU ITE ada aktivis Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, Muhammad Arsyad, dan Teddy Sukardi. Adapun dari sisi pelapor dihadirkan Alvin Lie, Nikita Mirzani, Dewi Tanjung, dan Muannas Al Aidid. Sebelumnya, tim juga telah mengundang komika Bintang Emon, Dandhy Dwi Laksono, dan Baiq Nuril.
Dalam keterangannya, Ravio Patra mengatakan, hukum seharusnya menciptakan ketertiban, bukan memunculkan kekisruhan di masyarakat. Dalam implementasinya, aparat penegak hukum masih kerap represif dalam menangani kasus terkait UU ITE. UU ITE akhirnya justru menjadi bentuk pengekangan kebebasan sipil.
”Yang terjadi di Indonesia, pengaturan di ranah digital terlalu berlebihan responsnya. UU ITE menjadi bentuk pengekangan kebebasan sipil sehingga saya setuju pasal-pasal karet dihapuskan saja,” kata Ravio.
Prita Mulyasari mengatakan, selain membuat regulasi, pemerintah hendaknya menggencarkan edukasi atau literasi media sosial agar orang tidak terjebak dalam kasus hukum. Seperti yang pernah dialami Prita, dirinya hanya seorang ibu rumah tangga yang ingin mencurahkan perasaannya soal pelayanan publik di media sosial.
Hal itu baru pertama kali dia lakukan, tetapi ia harus berurusan dengan hukum. Prita berharap tak ada lagi korban yang senasib dengan dirinya. Sebaiknya, tambahnya, ada edukasi dan literasi digital, bagaimana rambu-rambu kebebasan berekspresi agar tidak melanggar hukum.
Sementara itu, dari sisi pelapor, Nikita Mirzani mengatakan, dirinya tidak setuju jika UU ITE dihapuskan. Menurut dia, dunia digital membutuhkan pengaturan karena keadaban warganet di Indonesia masih rendah.
Hal yang sama disampaikan Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid.
Menurut Muanas, revisi UU ITE adalah sebuah keniscayaan. Namun, pemerintah hendaknya berhati-hati dalam merevisi sejumlah pasal dalam UU ITE agar tidak muncul persoalan baru. Jangan sampai, katanya, penghapusan aturan dalam UU menciptakan kekosongan hukum dan sulit menciptakan tertib sosial.
”Jangan sampai penghapusan pasal dalam UU ITE membuat media sosial menjadi ajang saling menghujat satu sama lain,” kata Muanas.
Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo menyampaikan, masukan dari sejumlah narasumber akan menjadi bahan diskusi tim, baik tim pembuat pedoman pelaksanaan UU ITE maupun kajian revisi UU ITE. Masukan tidak hanya akan didengar dari kalangan korban dan pelapor.
Selanjutnya, tim juga mengagendakan untuk mengundang aktivis, masyarakat sipil, praktisi, dan asosiasi pers dalam kajian UU ITE. Tim berusaha menjaring aspirasi dari semua kalangan secara inklusif agar rekomendasi yang disampaikan masyarakat memenuhi harapan publik.
”Kami mendapatkan banyak masukan dari kelompok pelapor maupun terlapor. Ada masukan revisi beberapa pasal, terutama Pasal 27 dan 28. Mereka merasa perlu mendapatkan kejelasan norma dan implementasinya,” kata Sugeng.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan membentuk tim kajian UU ITE. Tim itu terbagi dua, yaitu tim penyusun pedoman pelaksanaan teknis UU ITE yang dikoordinatori Kementerian Komunikasi dan Informatika serta tim kajian revisi UU ITE yang dikoordinatori Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Tim diberi waktu dua bulan untuk menyampaikan rekomendasi, terutama soal wacana revisi UU ITE. Selama mempersiapkan revisi UU ITE, panduan teknis UU ITE dianggap diperlukan sebagai pedoman implementasi penegak hukum.