Pembatalan Legalitas Investasi Minuman Keras Diapresiasi
Menyusul kontroversi minuman keras, Presiden Jokowi akhirnya mencabut lampiran Perpres No 10 Tahun 2021 yang mengatur soal investasi minuman keras. Kalangan organisasi kemasyarakataran Islam pun memberikan apresiasi.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatalan legalitas investasi minuman keras yang ditandai dengan pencabutan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo, Selasa (2/3/2021), diapresiasi kalangan organisasi kemasyarakatan Islam. Pembangunan ekonomi, termasuk upaya untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, hendaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa.
Apresiasi salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang sebelumnya merencanakan untuk menyampaikan masukan kepada pemerintah terkait ketentuan legalitas invesitasi minuman keras. ”MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respons cepat Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama berkomitmen meneguhkan komitmen kemaslahatan bangsa,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh dalam jumpa wartawan virtual dari kantor MUI, Jakarta.
Sebelumnya, MUI merencanakan untuk menyampaikan pernyataan sikap terkait legalitas investasi minuman keras yang diatur dalam Perpres No 10/2021. Berdasarkan kajian yang dilakukan, MUI melihat legalitas investasi minuman keras itu tdak sejalan dengan kemaslahatan umat. Kajian itu pun sudah disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan pemangku kepentingan.
Masukan itu pun ditanggapi Presiden Jokowi dengan memutuskan untuk mencabut lampiran Perpres No 10/2021 yang mengatur tentang investasi minuman keras. Keterangan resmi mengenai pencabutan itu disampaikan Presiden melalui saluran Youtube Sekretariat Presiden beberapa saat sebelum MUI menyampaikan pernyataan sikap.
MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respons cepat Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama berkomitmen meneguhkan komitmen kemaslahatan bangsa.
”Hari ini Presiden telah merespon secara bijak aspirasi masyarakat, oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan berbagai elemen masyarakat,” ujar Ni’am.
MUI berharap pencabutan lampiran Perpres No 10/2021 yang mengatur legalitas investasi minuman keras bisa menjadi momentum peneguhan komitmen untuk menyusun berbagai regulasi yang memihak kemaslahatan masyarakat. Selain itu juga menjadi momentum untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang menyebabkan desrupsi, yang memungkinkan adanya peredaran, produksi, dan penyalahgunaan minuman keras.
Apresiasi juga disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). ”Terkait dengan dicabutnya sebagian lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021, PBNU menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah atas respons yang cepat dan tanggap terhadap masukan dari pelbagai pihak dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama,” kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj melalui keterangan tertulis.
Sama dengan ormas Islam lainnya, PBNU juga keberatan dengan legalitas usaha minuman keras yang diatur dalam Perpres No 10/2021. Alasannya, kebijakan pemerintah semestinya mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat, bukan malah menimbulkan keburukan.
Jangan bertentangan
Sementara dalam keterangan pers, beberapa saat sebelum Presiden mengumumkan pencabutan lampiran Perpres No 10/2021, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikap, mendesak pemerintah untuk merevisi atau mencabut Perpres No 10/2021. Tak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, legalitas usaha minuman keras juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan jasmani, mental, spiritual, ekonomi, moral-sosial, akhlak, serta menjadi pangkal timbulnya kejahatan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan, pembangunan ekonomi, baik investasi maupun segala usaha untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, hendaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa. Karena itu, meski selalu memberikan dukungan penuh kepada kebijakan pemerintah, Muhammadiyah akan memberikan kritik dan masukan jika kebijakan yang diambil justru bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa.
”Dengan rendah hati, kami sampaikan bahwa semestinya kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan nilai luhur bangsa tidak dilakukan,” kata Haedar.
Bagi ummat Islam, lanjut Haedar, minuman keras dalam bentuk apa pun merupakan sesuatu yang haram. ”Haramnya mutlak, tidak bisa ditawar,” ujarnya.
Dengan rendah hati, kami sampaikan bahwa semestinya kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan nilai luhur bangsa tidak dilakukan.
Karena itu, hendaknya pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan persatuan bangsa dengan menghormati eksistensi seluruh agama yang ada. Selain itu, pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk bagi masa depan bangsa, terutama menyangkut moral generasi bangsa.
Baca juga : Stop Edarkan Minuman Keras
Senada dengan Haedar, Said juga mendorong pemerintah supaya membuat kebijakan investasi dengan mempertimbangkan aspek kebaikan serta manfaat yang besar bagi masyarakat. Pembangunan juga tidak boleh mengesampingkan nilai-nilai keagamaan.
Lebih jauh, Said meminta masyarakat, khususnya warga NU, agar tetap menjaga situasi tetap kondusif. Jangan sampai warga terprovokasi untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.