Kebijakan KPK untuk memberi tahanan korupsi vaksin Covid-19 mengecewakan publik. Kebijakan itu pun bisa memberikan kesan jauh lebih penting memperhatikan pelanggar hukum kelas elite daripada publik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi yang diberikan kepada tahanan korupsi memicu kekecewaan publik. Vaksinasi dinilai tidak tepat sasaran. Sebab, masih banyak yang lebih membutuhkan daripada para tahanan.
Kekecewaan masyarakat terkait dengan kebijakan pemberian vaksinasi pada tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi disampaikan melalui akun media sosial KPK. Dalam unggahan di halaman Facebook KPK, Jumat (26/2/2021), warganet memberikan beragam komentar pada penjelasan Ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan alasan KPK memberikan vaksinasi terhadap tahanan KPK.
Dalam unggahan tersebut, Firli menyatakan, sampai dengan hari ini, kasus positif Covid-19 pada tahanan KPK masih tinggi, yaitu sebanyak 20 dari total 64 tahanan atau sekitar 31 persen. Tahanan KPK merupakan salah satu pihak yang rentan tertular dan menularkan virus ini karena banyak berhubungan dengan berbagai pihak, di antaranya petugas rutan, penyidik KPK, kuasa hukum, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Salah satu warganet dengan akun Herni Heria Matnur menyampaikan, pemberian vaksinasi kepada tahanan KPK merupakan pemborosan. Menurut Herni, lebih baik vaksin tersebut diberikan kepada rakyat agar semua kebagian. Komentar tersebut disetujui warganet lainnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, tahanan tidak termasuk prioritas untuk mendapatkan vaksinasi. Apalagi masih banyak yang lebih membutuhkan.
”Kebijakan yang aneh dan kontraproduktif terhadap kepercayaan publik. Kebijakan ini penuh kepentingan dan bisa memancing atau memicu kekecewaan masyarakat,” kata Trubus saat dihubungi di Jakarta.
Menurut Trubus, tahanan tidak menjadi prioritas karena mereka jarang berinteraksi dengan banyak orang. Sementara itu, banyak kelompok masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi dan bersentuhan dengan publik serta berkaitan dengan kepentingan banyak orang. Mereka adalah sopir angkutan umum, tukang sapu jalan, guru, pemuka agama, pedagang di pasar, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan kelompok masyarakat tersebut, protokol kesehatan terhadap tahanan masih bisa diterapkan ketika bertemu dengan orang lain atau keluarganya yang menjenguk. Sebab, pertemuan tersebut lebih mudah diatur karena jumlahnya terbatas. Apalagi, tahanan terutama koruptor dipandang publik sebagai kelompok yang telah melanggar norma.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin pun meminta Kementerian Kesehatan mengevaluasi prosedur penyaluran dan pemberian vaksin Covid-19 terhadap tahanan KPK.
Menurut Azis, pemberian vaksin kepada tahanan KPK dapat berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan akses karena bukan merupakan target prioritas vaksin sebagaimana yang telah dicanangkan pemerintah.
”Lebih baik kita memperhatikan masyarakat yang memang membutuhkan dan menjadi prioritas. Skala prioritas pemberian vaksin masih belum seluruhnya selesai dan tahanan tidak termasuk dalam skala prioritas,” kata Azis.
Azis berharap Kemenkes meningkatkan pengawasan dalam pemberian vaksin Covid-19. Pemberian vaksin harus dengan target prioritas terlebih dahulu dan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Hal tersebut bertujuan agar penyaluran vaksin dapat menyeluruh.
Mantan anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, pun mempertanyakan relevansi pemberian vaksin terhadap tahanan KPK. Sebab, program vaksinasi massal terhadap tenaga kesehatan, petugas publik, dan lansia belum tuntas.
Di sisi lain, tahanan KPK merupakan mantan pejabat tinggi yang telah menyalahgunakan jabatannya atau pengusaha kaya. Hal tersebut bisa membuat publik semakin sensitif.
Adrianus mengungkapkan, apabila ingin para tahanan tidak tertular Covid-19, perlu dipertanyakan juga bagaimana rencana pemberian vaksin terhadap sekitar 20.000 tahanan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang tersebar di ribuan lokasi. ”Seperti halnya yang sudah divaksin di KPK, mereka juga berstatus hukum serupa, yakni tahanan,” tegas Adrianus.
Menurut Adrianus, jauh lebih strategis untuk segera memberikan vaksin terhadap 250.000 narapidana, khususnya yang berada di lapas yang sudah kelebihan penghuni. Tindakan pemberian vaksin terhadap tahanan KPK memberikan kesan bahwa jauh lebih penting memperhatikan pelanggar hukum kelas elite daripada puluhan juta orang yang taat hukum dan dengan sabar menanti antrean vaksin.
Kepala Bagian Humas Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Rika Aprianti mengatakan, petugas layanan warga binaan mendapat prioritas dalam memperoleh vaksinasi. Sebab, mereka keluar masuk lapas atau rutan. Adapun warga binaan yang berada di lapas atau rutan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Rika memastikan warga binaan juga akan mendapatkan vaksinasi, tetapi belum ditentukan waktunya. Ditjen Pemasyarakatan sudah berkoordinasi dengan gugus tugas penanganan Covid-19 dan dinas kesehatan di wilayah masing-masing. Saat ini sedang dilatih lebih dari 1.000 vaksinator dari petugas pemasyarakatan.
Sebelumnya, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengakui Kemenkes mendapatkan data dan permintaan vaksin dari KPK untuk vaksinasi di KPK. Terkait soal tahanan KPK yang memperoleh vaksin, Siti menolak berkomentar (Kompas, 26/2/2021).