Keluarga Anggota DPR Ikut Divaksin, Sasaran Prioritas Kembali Dipertanyakan
Setelah vaksinasi untuk tahanan korupsi dipertanyakan, kali ini pertanyaan muncul karena keluarga anggota DPR ikut divaksin bersama anggota DPR. Jika tak dijelaskan, bisa menggerus kepercayaan publik kepada pemerintah.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak dan istri anggota Dewan Perwakilan Rakyat diketahui ikut serta dalam program vaksinasi Covid-19 tahap kedua yang dilakukan pemerintah. Anggota DPR memang termasuk ke dalam kelompok yang masuk dalam prioritas program vaksinasi, tetapi apakah keluarga termasuk juga sebagai pihak yang diprioritaskan, itu menjadi persoalan yang mesti dijelaskan pemerintah.
Jadwal vaksinasi di lingkungan DPR itu dilakukan sejak 24 Februari sampai pertengahan Maret 2021 dan diadakan di Gedung DPR, Jakarta.
Terkait dengan hal ini, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sesuai dengan program pemerintah, anggota DPR dijadwalkan mengikuti vaksinasi. Alokasi yang diberikan kepada anggota DPR dan lingkungan kerjanya, termasuk keluarga, disebutnya telah diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
”Kita mendapatkan jatah dari Kemenkes. DPR dan anggota keluarga yang terdaftar di Kesekretariatan Jenderal DPR. Jadi, alokasi itu dari Kemenkes,” ujarnya, Jumat (26/2/2021) di Jakarta.
Dasco membantah vaksinasi anggota DPR dan keluarganya itu sebagai bentuk keistimewaan yang diberikan kepada anggota DPR. Pasalnya, baik jumlah vaksin, alokasi penerima, maupun jadwal vaksinasi, semuanya telah diatur oleh Kemenkes. Demikian pula mengenai pendataan penerima di lingkungan DPR.
Selain keluarga anggota DPR, petugas keamanan, pengemudi, petugas kebersihan, tenaga ahli, staf ahli, dan pegawai Sekretariat Jenderal DPR juga diberi jatah vaksin. Jenis vaksin yang diberikan sama dengan yang diberikan kepada masyarakat lainnya, yakni vaksin Sinovac.
”Bukan hanya anggota DPR, wartawan juga, kan. Kemarin kami mau usul wartawan di sini, ternyata wartawan juga sudah mendapatkan jatah dari Kemenkes. Jadi enggak ada pilih kasih, enggak ada proses yang tertutup. Semakin cepat dan banyak yang divaksinasi itu semakin cepat juga menekan lonjakan penyebaran covid-19 di Indonesia,” katanya.
Ia pun membantah vaksinasi di DPR tertutup. ”Oleh karena DPR sedang reses, Sekjen DPR memberikan informasi kepada fraksi-fraksi. Fraksi kemudian memberikan informasi kepada anggotanya. Jadi tidak benar vaksinasi ini tertutup. Enggak ada yang ditutupi, wong vaksinasi ini program pemerintah, kok,” ucapnya.
Ribuan anggota keluarga
Dihubungi secara terpisah, Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, memang keluarga anggota DPR ikut divaksinasi dalam program vaksinasi di lingkungan DPR.
Pendataan vaksinasi di lingkungan DPR itu berbasis pada data asuransi Jasindo yang di dalamnya terdapat data anggota DPR beserta istri, atau suami, dan anak-anaknya. Mereka kemudian dialokasikan sebagai penerima vaksin di lingkungan DPR. Jumlah penerima vaksin di lingkungan DPR, menurut Indra, ada 12.000 orang. Dari jumlah itu, sekitar 2.600 orang di antaranya adalah keluarga anggota DPR.
DPR menargetkan ada 1.000 orang per hari yang akan divaksinasi di DPR. Harapannya, tahap pertama vaksinasi yang telah berlangsung sejak 24 Februari 2021 dapat selesai maksimal tanggal 10 Maret dan berlanjut ke vaksinasi tahap kedua, pertengahan Maret 2021.
Terkait dengan informasi yang terbatas mengenai vaksinasi di lingkungan DPR, Indra membantah adanya ketertutupan. Ia beralasan hal itu dilakukan dengan desain protokol kesehatan yang ketat. ”Desain kegiatan vaksin dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat sehingga hanya orang yang berkepentingan yang dapat masuk dan menjalani prosesnya. Di dalam ruangan ada proses verifikasi identitas, pengecekan dari tenaga kesehatan dan setelah divaksin diberi waktu untuk istirahat 30 menit,” ucapnya.
Indra menekankan, anggota DPR termasuk kelompok yang diprioritaskan menerima vaksinasi karena dalam tugasnya kerap berinteraksi dengan masyarakat luas. Seandainya vaksinasi hanya diberikan kepada anggota DPR, dan keluarganya tidak diberikan vaksin, hal itu juga akan tidak efektif karena penyebaran Covid-19 dapat pula terjadi di internal keluarga.
Prioritas dipertanyakan
Dihubungi secara terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, pertanyaan mengenai keikutsertaan keluarga anggota DPR dalam program vaksinasi bisa dipahami karena ini merefleksikan belum jelasnya standar prioritas pemberian vaksin yang diacu oleh pemerintah.
Belajar dari negara-negara lain, mereka yang diprioritaskan untuk menerima vaksin ialah kelompok yang bersinggungan dengan banyak pihak, seperti tenaga kesehatan. Selanjutnya diikuti kelompok lanjut usia karena yang paling terdampak buruk kesehatannya jika tertular. Baru kemudian pelayan publik karena dia bersinggungan dengan banyak pihak.
”Lalu jika berkaca dari vaksinasi di Indonesia, yang saat ini diberikan kepada kelompok tertentu, termasuk anggota DPR dan keluarganya, timbul pertanyaan, basis prioritas yang digunakan pemerintah apa dalam pemberian vaksin ini? Kalau data asuransi yang dipakai tentu itu tidak tepat karena dalam konteks sekarang yang dibutuhkan bukan yang sifatnya tambahan atau sekunder. Tetapi, ada prioritas yang dihitung, misalnya berbasis usia atau kerentanan dalam kontak dengan publik dalam tugasnya,” ucapnya.
Fajri mengatakan, idealnya vaksinasi memang dilakukan dalam waktu yang tidak berbeda-beda sehingga distribusinya lebih merata dan tidak ada pembedaan prioritas vaksinasi, karena semua rakyat apa pun golongannya harus diprioritaskan. Hanya saja, karena negara belum dapat menyediakan vaksin yang cukup, hal itu dilakukan secara bertahap.
Oleh karena itu, supaya tidak menimbulkan pertanyaan mengenai akses pada vaksinasi itu, pemerintah diharapkan memberikan standar prioritas vaksinasi yang lebih jelas, berikut basis data yang relevan.
”Ini yang harus dijelaskan oleh pemerintah, setransparan mungkin, supaya tidak mengurangi kepercayaan publik kepada pemerintah,” ucapnya.
Pemerintah sebelumnya menyatakan sasaran prioritas vaksinasi tahap pertama untuk tenaga kesehatan. Adapun pada tahap kedua yang saat ini berjalan adalah petugas pelayanan publik. Di antaranya, pedagang pasar, tenaga pendidik, tokoh agama dan penyuluh agama, wakil rakyat dan pejabat pemerintahan, petugas keamanan, pemadam kebakaran dan kepala desa, pekerja transportasi umum, atlet, serta wartawan.