Joko Tjandra Beberkan Upayanya Lepas dari Jerat Hukum
Saat diperiksa di pengadilan, terdakwa Joko Tjandra membeberkan upayanya untuk lepas dari jerat hukum dalam kasus Bank Bali tahun 2009. Nama Wapres Ma’ruf Amin sempat pula disinggungnya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Joko Tjandra membeberkan upayanya untuk lepas dari jerat hukum dua tahun penjara dalam kasus pengalihan piutang (cessie) Bank Bali tahun 2009.
Melalui seseorang bernama Rahmat yang mengaku dekat dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, ia dikenalkan dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang kemudian menjanjikan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk Joko.
Setelah rencana aksi Pinangki tak berlanjut, ia meminta rekannya, pengusaha Tommy Sumardi yang disebut punya jejaring kuat di kepolisian, untuk membantu menghapus nama Joko dari daftar pencarian orang (DPO). Penghapusan ini agar Joko bisa kembali ke Indonesia untuk mengurus peninjauan kembali kasusnya di MA.
Hal tersebut disampaikan terdakwa Joko Tjandra ketika diperiksa dalam sidang lanjutan perkara pengurusan fatwa bebas MA untuk Joko dan penghapusan nama Joko dari DPO, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Joko mengatakan, dirinya mengenal Pinangki melalui Rahmat. Perkenalan Joko dan Rahmat terjadi pada 2018. Ia mengenalkan diri sebagai anak angkat Menteri Koperasi era Presiden ke-3 RI BJ Habibie, yaitu Adi Sasono. Tak sebatas itu, Joko dalam kesaksiannya sempat pula menyinggung Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Rahmat disebutnya mau mempertemukan dia dengan Ma’ruf Amin untuk menjalin hubungan kerja. Namun, pertemuan tersebut tidak terlaksana karena alasan kesehatan.
Selanjutnya, setelah dikenalkan dengan Pinangki, pembahasan untuk pengurusan kasus hukum Joko dimulai. Di pertemuan ketiga pada 25 November 2019, Joko, Pinangki, dan turut hadir pula Anita Kolopaking (mantan pengacara Joko), dan Andi Irfan Jaya (rekan Pinangki), Joko dimintai uang muka dari total satu juta dollar AS sebagai biaya konsultan dan pendampingan hukum.
”Pada 25 November malam, saya mengundang mereka makan malam. Di situ, saya dimintai dari jumlah satu juta dollar AS agar dibayar 50 persen yang bersifat sebagai lawyer fee (biaya jasa pengacara). Intinya, mereka bilang action plan (rencana aksi agar Joko dapat fatwa bebas dari MA) akan diberikan secara konkret setelah diberi 50 persen sebagai tanda jadi,” kata Joko.
Malam itu juga, Joko menghubungi adik iparnya, almarhum Herriyadi, untuk memberikan uang sejumlah 500.000 dollar AS kepada Andi. Namun, Joko tidak tahu uang itu jadi diberikan kepada Andi atau tidak. Sebab, Joko mengaku tak menelepon Herriyadi, dan Herriyadi juga tak mengabarinya.
Keterangan Joko ini dibantah penuntut umum. Menurut penuntut umum, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tanggal 24 September 2020, Joko disebutkan menyatakan telah mengganti 500.000 dollar AS tersebut dari kantornya yang berada di Papua Niugini melalui saudaranya yang bermukim di Australia pada Januari 2020.
Rencana aksi yang disusun Pinangki untuk membebaskan Joko kemudian kandas di tengah jalan. Joko tak setuju dengan proposal Pinangki karena dinilai tidak masuk akal. Salah satunya karena Joko diminta memberikan surat kuasa berupa hak absolut berupa penyerahan aset miliknya.
”Sampai kemudian saya mengatakan kepada Anita, urusan diskusi kemarin itu sangat membuang waktu saya. Action plan ini sama sekali tidak ada logika. Lalu saya mengatakan saya tidak ingin lagi berhubungan dengan Andi, Pinangki, dan Anda (Anita). Stop. Ini sifatnya penipuan, bukan proposal,” ujar Joko.
Setelah upaya pengurusan fatwa bebas untuk Joko kandas, Joko berupaya mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya ke MA. Untuk ini, Joko menghubungi Tommy pada akhir Maret atau awal April 2020, untuk membantu menghapuskan namanya dari DPO. Dengan tak tertera di DPO, Joko bisa kembali ke Indonesia untuk mengurus PK.
Joko mengatakan, awalnya mengenal Tommy sebagai salah seorang staf dari Setya Novanto (mantan Ketua DPR) sekitar tahun 1994. Namun, di kemudian hari ia mengetahui kalau Tommy adalah besan dari mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang mana adalah teman Joko.
Tommy disebut memiliki pergaulan yang luas di Polri karena pada saat pernikahan anak Tommy, semua perwira tinggi dari Mabes Polri datang. Najib pun menyarankan Joko agar menghubungi Tommy untuk mengurus persoalan hukumnya.
Awalnya, Tommy meminta biaya Rp 25 miliar hingga kemudian disepakati Rp 10 miliar. Uang diberikan beberapa kali dalam bentuk mata uang dollar AS dan dollar Singapura kepada Tommy. Namun, Joko mengaku tidak tahu uang itu digunakan Tommy untuk menyuap pejabat di Polri.
Akhirnya, pada 11 Mei 2020, Joko mengetahui bahwa status red notice di NCB Interpol Indonesia sudah dicabut. Kemudian pada 16 Mei 2020 Tommy memberi tahu bahwa status DPO di sistem keimigrasian juga sudah dicabut. Joko pun dapat masuk Indonesia dua kali, yakni pada 5 Juni 2020 selama tiga hari dan kembali masuk Indonesia pada 19 Juni 2020 dalam rangka permohonan PK.
”Saya hanya mempunyai satu niat, ingin pulang. Apa saja bentuknya yang penting itu dikeluarkan institusi yang sah,” ujar Joko.
Tak ada hubungan
Secara terpisah, Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi menegaskan Wapres Ma’ruf Amin tidak memiliki hubungan apa pun dengan saksi terdakwa Joko Tjandra yang bernama Rahmat.
”Enggak ada itu, jadi itu Wapres tidak ada urusan hal-hal seperti itu dan tidak pernah ada cerita seperti itu. Itu saya enggak ngerti ada cerita seperti itu. Saya kira enggak ada hubungannya,” ujar Masduki seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (25/2/2021).
Menurut Masduki, bisa saja orang bernama Rahmat itu hanya mencatut nama Wapres Amin. Sebab, menurut dia, Wapres tidak pernah terlibat dengan urusan seperti yang disampaikan Rahmat.