Mensos Diduga Perintahkan Penarikan ”Fee” Rp 10.000 Per Paket Sembako
Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara diduga memerintahkan penarikan "fee" sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari perusahaan penyedia sembako yang menjadi rekanan instansi tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Juliari P Batubara saat menjabat sebagai Menteri Sosial diduga memerintahkan penarikan fee sebesar Rp 10.000 per paket sembako dan uang operasional dari penyedia paket sembako. Pemberian fee tersebut juga memengaruhi evaluasi Kementerian Sosial terhadap perusahaan penyedia paket sembako, serta menentukan jatah kuota paket di program berikutnya.
Hal ini terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial di wilayah Jabodetabek yang melibatkan Mensos Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/2/2021). Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin mengajukan Harry van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
Keduanya merupakan pihak swasta yang memberikan suap atau gratifikasi kepada Menteri Sosial Juliari P Batubara dan pejabat Kemensos dalam penunjukan proyek pengadaan paket bansos Covid-19. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dengan hakim anggota Yusuf Pranowo dan Joko Subagyo.
Jaksa Mohamad Nur Azis menyampaikan, kasus itu bermula sekitar April 2020, terdakwa Harry memperoleh informasi terkait rencana proyek pengadaan bansos sembako untuk penanganan dampak Covid-19 di Kemensos. Terdakwa kemudian menemui Direktur Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin dan Sekretaris Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos Mokhamad O Royani untuk menanyakan proyek tersebut. Berdasarkan arahan pejabat Kemensos, terdakwa mengajukan PT Mandala Hamonangan Sude untuk menjadi penyedia paket bansos. Namun, PT Manda Hamonangan Sude tidak memenuhi kualifikasi.
Selanjutnya, terdakwa melobi Direktur Operasional PT Pertani (Persero) Lalan Sukmaya yang telah ditunjuk sebagai salah satu penyedia barang dalam pengadaan bansos sembako untuk menjadi pemasok barang (supplier). Pada tanggal 16 April, Lalan menyetujui permintaan terdakwa sebagai supplier PT Pertani dengan kesepakatan bahwa biaya-biaya operasional dalam hal apa pun dengan pihak luar akan menjadi tanggung jawab terdakwa.
”Pada 16 April 2020, Mensos Juliari Peter Batubara, mengeluarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2020 tentang Pelaksanaan Bantuan Sosial Sembako dan Bantuan Sosial Tunai Dalam Penanganan Dampak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) untuk wilayah Jabodetabek. Penanggung jawab pelaksanaan bansos sembako adalah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial,” kata Azis.
Pagu anggaran pengadaan bansos sembako itu senilai total Rp 6,8 triliun dan bersumber dari APBN 2020. Pengadaan bansos dilakukan selama 12 tahap sejak April-November 2020 dengan total 22,8 juta paket sembako. Mensos menunjuk Matheus Joko Santoso sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan barang dan jasa penanganan Covid-19.
”Setelah itu, terdakwa bertemu dengan Joko Santoso untuk pengurusan administrasi pengadaan barang untuk PT Pertani. Terdakwa kemudian dikenalkan dengan Agustri Yogasmara sebagai pemilik kuota paket bansos. Agustri lalu meminta jatah (fee) kepada terdakwa, yang disanggupi oleh terdakwa,” terang Azis.
Mensos kemudian menunjuk Adi Wahyono sebagai Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) yang kemudian ditunjuk lagi menjadi kuasa pengguna anggaran. Mensos juga memerintahkan Adi Wahyono dan Joko Santoso untuk menarik jatah Rp 10.000 per paket bansos dan uang operasional dari penyedia bansos sembako.
Pada tahap pertama, PT Pertani, yang terdakwa bertindak sebagai supplier, mendapatkan 90.366 paket. Terdakwa kemudian menyerahkan uang fee operasional dalam bentuk dollar Singapura dengan nilai Rp 100 juta kepada PPK Joko Santoso. Total fee dan operasional yang diserahkan terdakwa kepada pihak Kemensos mencapai Rp 1,2 miliar yang diserahkan secara bertahap.
Mensos juga memerintahkan Adi Wahyono dan Joko Santoso untuk menarik jatah Rp 10.000 per paket bansos dan uang operasional dari penyedia bansos sembako.
Pasca-pembayaran tahap pertama paket bansos, Juliari mengevaluasi perusahaan penyedia bansos yang menyetorkan dan tidak menyetorkan uang. Pembagian proyek kuota bansos kemudian diatur dengan pembagian alokasi kuota paket. Pembagian alokasi kuota paket melalui persetujuan dari Juliari.
Modus permintaan fee dan operasional kepada perusahaan penyedia paket bansos itu pun berlanjut hingga tahap akhir pengadaan, yaitu Oktober-November 2020. Terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja yang merupakan Direktur PT Tigapilar Agro Utama berminat menjadi penyedia paket bansos Covid-19. Terdakwa kemudian menanyakan kesempatan pengadaan bansos sembako itu kepada Helmi Rivai dan Nuzulia Hamzah Nasution. Helmi dan Nuzulia adalah perantara yang terafiliasi dengan mantan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin.
Nuzulia mengatakan dapat membantu terdakwa agar perusahaannya ditunjuk sebagai penyedia bansos. Nuzulia juga menyampaikan syarat komitmen fee agar PT Tigapilar Agro Utama ditunjuk sebagai penyedia dalam pengadaan bansos Kemensos. Ardian pun menyanggupinya. Tak lama kemudian, dia mendapatkan informasi dari Nuzulia, bahwa PT Tigapilar Agro Utama ditunjuk sebagai penyedia bansos Kemensos. Sekitar tanggal 14 September 2020, terdakwa mendapatkan jatah pengadaan bansos tahap 9 sebanyak 20.000 paket sembako.
”Pada saat mulai pelaksanaan tahap 9, Nuzulia Hamzah Nasution meminta terdakwa untuk menyiapkan uang komitmen fee sebesar Rp 30.000 per paket,” kata jaksa.
Terdakwa memenuhi seluruh permintaan itu dan membayar komitmen fee kepada Kemensos secara bertahap. Total fee yang diserahkan kepada Kemensos senilai Rp 1,9 miliar.
Setelah pelaksanaan pekerjaan, terdakwa diminta untuk membayar komitmen fee sebesar Rp 600 juta kepada pihak Kemensos. Nuzulia juga meminta biaya operasional senilai Rp 40 juta dan mobil operasional. Terdakwa memenuhi seluruh permintaan itu dan membayar komitmen fee kepada Kemensos secara bertahap. Total fee yang diserahkan kepada Kemensos senilai Rp 1,9 miliar.
Atas perbuatan kedua terdakwa tersebut JPU KPK menerapkan dakwaan alternatif. Dakwaan pertama terdakwa dijerat dengan Pasal 5 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang pemberi dan penerima gratifikasi. Adapun untuk dakwaan kedua menggunakan Pasal 13 UU Tipikor. Kedua terdakwa tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa.