Saatnya Partai Politik Bekerja
Elektabilitas sejumlah partai turun jika dibandingkan periode-periode sebelumnya. Mesin partai sebaiknya segera dihidupkan mengingat persaingan pada Pemilu 2024 akan sangat ketat.

Lambang-lambang partai politik peserta pemilu ditampilkan dalam sebagian materi refleksi penyelenggaran pemilu serentak 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik sudah saatnya menggerakkan mesin politiknya untuk menyiapkan diri menjelang Pemilu 2024. Hasil survei Kompas, Desember-Januari 2021, serta survei dari Lembaga Survei Indonesia, akhir Januari 2021, menunjukkan konfigurasi parpol yang cenderung tidak berubah dari Pemilu 2019. Sejumlah parpol pun mengalami penurunan elektabilitas, sekalipun tidak mengubah posisinya dalam konstelasi politik nasional.
Pergerakan mesin parpol perlu dimulai karena persaingan dalam Pemilu 2024 diperkirakan akan kembali ketat, terutama karena tidak adanya petahana dalam pemilihan presiden (pilpres). Sekalipun sejumlah nama tokoh yang dijagokan maju di dalam pilpres banyak muncul dan asosiasinya dengn parpol juga telah dipetakan, belum ada yang dominan di antara nama-nama tersebut.
Hal itu di antaranya terlihat dari laporan survei nasional LSI yang dirilis secara daring pada Senin (22/2/2021). Survei LSI menunjukkan ada tiga parpol besar bercokol di peringkat teratas dan menjadi top of mind (paling diingat di benak publik), yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan 20,1 persen, diikuti Gerindra dengan 11,0 persen dan Golkar 8,3 persen. Survei LSI dilakukan secara tatap muka terhadap 1.200 responden.
Ada tiga parpol besar bercokol di peringkat teratas dan menjadi top of mind (paling diingat di benak publik), yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan 20,1 persen, diikuti Gerindra dengan 11,0 persen dan Golkar 8,3 persen.
Adapun hasil survei Kompas menempatkan elektabilitas PDI-P 19,7 persen, diikuti Gerindra 9,6 persen dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan 5,5 persen. Survei Kompas yang dilakukan secara tatap muka terhadap 2.000 responden (27 Desember 2020-9 Januari 2021) menunjukkan PDI-P masih memiliki elektabilitas tertinggi. Namun, elektabilitas PDI-P turun jika dibandingkan dengan survei Oktober 2019 (21,8 persen) dan Agustus 2020 (23,1 persen).
Baca juga : Menakar Konfigurasi Partai Politik

Demikian pula dengan Partai Gerindra. Elektabilitas parpol ini turun, jika dibandingkan dengan catatan dua survei Kompas sebelumnya, di mana keterpilihan Gerindra selalu di atas 12 persen.
Sementara itu, penurunan tajam dialami Golkar, yang kini elektabilitasnya 3,4 persen, atau jauh turun dibandingkan dengan survei Oktober 2019 (7,7 persen) dan Agustus 2020 (5,9 persen). Sebaliknya, PKB cenderung stagnan, tetapi menunjukkan tren positif, yakni 5,3 persen pada survei Oktober 2019 dan 4,7 persen pada Agustus 2020. Kini, elektabilitas PKB naik menjadi 5,5 persen.
Penurunan tajam dialami Golkar, yang kini elektabilitasnya 3,4 persen, atau jauh turun dibandingkan dengan survei Oktober 2019 (7,7 persen) dan Agustus 2020 (5,9 persen).
Menanggapi hasil survei Kompas dan LSI, pengajar ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan, survei dilakukan berdasarkan kecenderungan isu yang sedang berkembang.
Penurunan elektabilitas PDI-P dan Gerindra tidak dapat dimungkiri terpengaruh oleh isu korupsi yang dilakukan oleh kedua kader mereka, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (Gerindra) dan Menteri Sosial Juliari Batubara (PDI-P).
”Khusus untuk parpol-parpol koalisi pemerintah, turunnya elektabilitas mereka di antaranya karena isu korupsi. Khusus untuk Gerindra, selain isu tersebut, bergabungnya mereka dengan pemerintah di sisi lain juga mengikis kepercayaan pendukung mereka. Sebab, Gerindra dianggap meninggalkan basis konstituen mereka yang memang tidak mau menjadi koalisi pemerintah,” kata Adi, saat dihubungi, Senin (22/2) dari Jakarta.
Baca juga : Berharap Pemilu Lebih Berkualitas

Raja, yang diperankan oleh anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Fathan Subchi, sedang berkumpul bersama dua patih dan dua istrinya, di dalam ketoprak humot dengan lakon ”Satrio Tali Jagat”, yang digelar di Gedung DPP PKB, Jakarta, Jumat (24/7/2020) malam. Pergelaran ketoprak humor itu merupakan bagian dari rangkaian syukuran hari lahir ke-22 PKB.
Sebaliknya, bagi partai-partai menengah, seperti PKB, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN), dan Demokrat, yang cenderung stabil, menurut Adi, dipengaruhi oleh faktor ketiadaan capres yang mereka usung dalam Pemilu 2019. Akibatnya, mereka bermain murni untuk merebut perhatian dan simpati dari pemilih.
”Pemilihnya hanya itu-itu saja dan stabil karena tidak ada tolok ukur kinerja mereka selain kerja-kerja publik dan sosial yang mendekatkan diri dengan masyarakat. Dalam kondisi banjir, misalnya, kader partai-partai menengah akan turun ke lapangan membantu masyarakat. Ini sesuatu yang baik sekaligus juga strategi partai agar memperoleh dukungan publik,” katanya.
Dari survei Kompas, tren elektabilitas yang cukup stabil dialami partai-partai yang berada di luar pemerintahan, yaitu PKS dan Partai Demokrat.
Dari survei Kompas, tren elektabilitas yang cukup stabil dialami partai-partai yang berada di luar pemerintahan, yaitu PKS dan Partai Demokrat. Hasil survei Januari ini menunjukkan, tingkat keterpilihan PKS 5,4 persen, sedangkan Partai Demokrat di kisaran 4 persen. Angka ini tidak berbeda jika dibandingkan dengan survei LSI. Survei LSI menunjukkan, elektabilitas Demokrat 4,0 persen, sedangkan PKS 6,8 persen.
Pada survei Kompas maupun LSI, catatan rendah dicapai oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Survei Kompas menunjukkan, elektabilitas PPP turun menjadi 0,5 persen, turun dibandingkan Oktober 2019 (1,2 persen) dan Agustus 2020 (1,1 persen). Dalam survei LSI, elektabilitas PPP lebih baik, yakni 1,5 persen.

Logo baru Partai Persatuan Pembangunan ditunjukkan saat penutupan Muktamar IX PPP, Minggu (20/12/2020).
Belum dominan
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, tetap bertahannya tiga partai besar yang menjadi top of mind responden, yakni PDI-P, Gerindra, dan Golkar, serta relatif bertahannya partai-partai menengah, di satu sisi menunjukkan partai-partai baru yang berada di luar parlemen (nonparlemen) belum menunjukkan adanya perbaikan dukungan secara signifikan dari publik.
”Parpol-parpol baru atau nonparlemen tampak belum memiliki perbaikan signifikan. Ini antara lain karena ada parpol-parpol yang menghidupkan mesinnya secara penuh,” ujarnya.
Djayadi juga menyoroti lemahnya party id atau asosiasi dan pengidentifikasian diri seseorang dengan partai di Indonesia. Party id paling tinggi ialah PDI-P, yakni dengan 35,4 persen responden yang mengidentifikasikan dirinya dengan partai tersebut. Di posisi kedua ada PKB dengan 13,1 persen. Selanjutnya Gerindra dengan 12,4 persen, Golkar 12,2 persen, dan PKS 8,6 persen.
Partai-partai baru yang berada di luar parlemen (non-parlemen) belum menunjukkan adanya perbaikan dukungan secara signifikan dari publik.
Kondisi party id yang rendah itu, menurut Djayadi, memicu volatilitas atau pergeseran dukungan dari pemilu ke pemilu yang cukup besar. Perbedaan pilihan partai dengan pilihan presiden berpotensi terjadi, sebab kemelekatan seseorang terhadap parpol tertentu masih lemah.
LSI menyebut ada beberapa nama capres yang muncul di benak publik. Prabowo Subianto menjadi capres yang paling membekas di benak publik, yakni disebutkan oleh 25,3 persen responden. Selanjutnya, ada Ganjar Pranowo 14,7 persen, Anies Baswedan 13,1 persen, Sandiaga Uno 9,5 persen, Ridwan Kamil 6,9 persen, dan Agus Harimurti Yudhoyono 6,2 persen.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan
”Pemetaan awal pilpres ini menunjukkan belum ada calon presiden yang dominan. Apabila UU Pemilu tidak diubah, karena tidak ada petahana dalam Pipres 2024, ada kemungkinan capres lebih dari dua pasang. Ini berarti seorang capres baru bisa disebut memiliki peluang cukup dominan bila secara konsisten memiliki elektabilitas 40 persen atau lebih, dengan asumsi ada tiga capres yang berkompetisi,” ujarnya.
Optimistis 2024
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, PDI-P menjadikan survei sebagai salah satu instrumen evaluasi di dalam menghadirkan seluruh wajah ideal partai di tengah rakyat.
”Benchmark yang paling fair adalah hasil Pemilu 2019. Benchmark tersebut menunjukkan bahwa PDI-P relatif stabil. Saat ini, dengan proses konsolidasi menyeluruh yang dilakukan serta infrastruktur partai yang paling lengkap, seperti adanya Badan Penanggulangan Bencana dan Sekolah Partai, PDI-P siap menghadapi seluruh dinamika politik,” katanya.
Banyaknya kader PDI-P yang berhasil menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada 2020 menjadi spirit dan modal partai menyiapkan diri bagi kemenangan di Pemilu 2024.
Hasto menyebutkan, banyaknya kader PDI-P yang berhasil menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada 2020 menjadi spirit dan modal partai menyiapkan diri bagi kemenangan di Pemilu 2024. Naik turunnya elektabilitas partai dipandang sebagai dinamika kehidupan politik partai.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengumumkan 75 pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2020 secara virtual, Jakarta, Selasa (11/8/2020).
”Yang penting, dalam dinamika itu konsolidasi partai tetap berjalan terus. Komitmen kebangsaan, kerakyatan, kemanusiaan, dan keadilan sosial terus dikedepankan partai. Partai selalu melakukan tradisi kritik dan otokritik agar selalu berada pada rel kebenaran politik untuk membawa kejayaan Indonesia Raya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, elektabilitas Demokrat yang relatif stabil di sejumlah survei menunjukkan efektivitas kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Semua gerak partai diarahkan untuk meraih simpati publik, mulai dari membagikan bantuan alat perlindungan dini (APD), membina UMKM, hingga penanganan banjir.
”Pilkada kemarin, capaian kami juga melampaui target. Ini menunjukkan gebrakan-gebrakan Ketum AHY memberikan efek. Hasil survei ini juga mengonfirmasi hal tersebut. Buktinya, parpol-parpol koalisi pemerintah mengalami tren penurunan,” katanya.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kedua dari kiri) memberi keterangan pers di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Bermodalkan hasil pilkada, Kamhar mengatakan, Demokrat meyakini akan mendapat hasil maksimal dalam Pemilu 2024.