Konsolidasi Dikedepankan, Mutasi di Polri Diperkirakan Terbatas
Karena mengedepankan konsolidasi, perombakan total, terutama untuk pejabat pengisi posisi-posisi strategis di Polri, diperkirakan tak akan terjadi. Mereka akan dipertahankan hingga tiba masa pensiun.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mutasi jabatan pertama di internal Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri setelah Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menjabat Kepala Polri dinilai bagian dari strategi konsolidasi yang ditempuh Listyo. Karena mengedepankan konsolidasi, perombakan total, terutama untuk pejabat pengisi posisi-posisi strategis, diperkirakan tak akan terjadi. Perwira tinggi berpangkat komisaris jenderal yang saat ini mengisi posisi strategis kemungkinan akan dipertahankan hingga tiba masa pensiun.
Seperti diketahui, Kepala Polri (Kapolri) memutasi 25 perwira tinggi dan perwira menengah ke jabatan baru. Keputusan tersebut tertuang dalam surat telegram tertanggal 18 Februari 2021. Mutasi tersebut menjadi yang pertama setelah Listyo menjabat Kapolri.
Di antara yang dimutasi akan mengisi posisi-posisi strategis di Polri. Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto yang semula menjabat Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri, misalnya, diangkat menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Jabatan Kepala Bareskrim ini kosong setelah Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri.
Selain itu, Komisaris Jenderal (Komjen) Arief Sulistyanto yang sebelumnya menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri kini diangkat menjadi Kepala Baharkam Polri. Adapun Komjen Rycko Amelza Dahniel yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri kini diangkat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Posisi Rycko kemudian dijabat Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw yang sebelumnya Kepala Kepolisian Daerah Papua.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berpendapat, Jumat (19/2/2021), mutasi pertama yang dilakukan oleh Kapolri tersebut merupakan strategi konsolidasi, baik terhadap mereka yang dianggap dekat dengan Kapolri maupun yang tidak.
Karena lebih mengedepankan strategi tersebut, Neta memperkirakan tak akan terjadi perombakan total atas pengisi posisi-posisi strategis di Polri yang diisi oleh perwira tinggi berpangkat komjen atau bintang tiga. Mereka akan dipertahankan di posisinya sampai tiba masa pensiun. Masa pensiun bagi para pengisi posisi strategis tersebut baru akan tiba sekitar dua tahun lagi.
Terlebih, posisi kosong yang diisi oleh bintang tiga saat ini tinggal menyisakan satu posisi, yaitu Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). ”Sehingga perputaran mutasi ke posisi bintang tiga pun akan sangat terbatas dan stagnan,” ujarnya.
Dengan kondisi itu, Neta memperkirakan gerbong mutasi oleh Kapolri akan lebih banyak pada posisi-posisi yang diisi oleh perwira tinggi berpangkat inspektur jenderal atau bintang dua ke bawah. Di antaranya, posisi kepala kepolisian daerah dan kepala kepolisian resor.
Imbas dari terbatasnya mutasi tersebut, organisasi Polri akan stagnan. Tak hanya itu, ia khawatir, Kapolri akan kesulitan mewujudkan konsep presisi yang dijanjikannya. Presisi merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Polri presisi ini pernah dipaparkan Listyo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai Kapolri di Komisi III DPR.
Memiliki kompetensi
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, berpandangan, para pejabat yang dimutasi tersebut memiliki kompetensi dan berprestasi. Tidak mengherankan pula jika dua perwira tinggi yang sebelumnya termasuk dalam nama yang diajukan Kompolnas sebagai calon Kapolri, yaitu Agus dan Arief, diberi tanggung jawab untuk menjabat posisi strategis.
”Memang, perwira-perwira tinggi Polri yang pernah masuk dalam pertimbangan Kompolnas untuk dapat dipilih Presiden sebagai calon Kapolri adalah perwira-perwira tinggi terbaik,” kata Poengky.
Selain itu, mereka yang dimutasi ke jabatan baru dinilainya mempunyai pengalaman yang tepat dengan tugas pokok dan fungsi dari jabatan baru itu.
Agus, misalnya, cukup lama bertugas di reserse, Rycko pernah menjabat Gubernur Akademi Kepolisian, Paulus pernah menjabat Wakil Kepala Baintelkam, serta Arief dengan beragam pengalaman yang akan mendukung tugasnya sebagai Kabaharkam.
Reposisi kepala Baintelkam
Selain itu, dari mutasi pertama Kapolri tersebut, Neta melihat satu hal yang menarik, yaitu posisi kepala Baintelkam yang dipercayakan kepada Paulus. Hal itu, menurut Neta, tidak dapat dilepaskan dari kasus kerumunan Rizieq Shihab serta kasus penembakan di Kilometer 50.
”Itu tak terlepas dari kelemahan deteksi dini dan antisipasi Baintelkam sehingga reposisi di Baintelkam Polri menjadi sebuah kewajaran dilakukan,” kata Neta.
Posisi kepala Bareskrim Polri dan kepala Baharkam, lanjut Neta, menghadapi tugas berat ke depan. Sebab, dinamika keamanan dan ketertiban masyarakat selama setahun terakhir cukup tinggi yang terkait dengan sisi lain, seperti ekonomi dan kesehatan. Tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat dapat memicu meningkatnya aksi kriminalitas.
Selain itu, beberapa tugas berat yang menanti dituntaskan adalah kasus penembakan di Kilometer 50 dan pembunuhan satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah, oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sementara penggunaan narkoba juga dinilai mewabah ke internal Polri, seperti yang diduga dilakukan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Astana Anyar, Polrestabes Bandung. ”Kasus-kasus ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi api dalam sekam bagi masyarakat,” kata Neta.
Penyalahgunaan narkoba
Terkait dugaan keterlibatan penyalahgunaan narkoba oleh anggota Polri, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyatakan akan melaksanakan operasi penertiban dan pengecekan urine bagi anggota Polri yang terindikasi sebaga pengguna.
Selain itu, bagi anggota Polri di polsek dan polres yang di wilayah kerjanya terdapat banyak tempat hiburan. Hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan anggota Polri dalam lingkaran penggunaan dan perdagangan narkoba.