Seusai Komnas HAM menyerahkan barang bukti sebanyak 16 ”item” kepada Badan Reserse Kriminal Polri, Komnas HAM meminta publik terus mengawal proses hukum yang dijalankan Polri agar kasus tersebut benar-benar tuntas.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rekomendasi yang dilanjutkan dengan penyerahan barang bukti oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM dalam kasus tewasnya enam orang anggota laskar Front Pembela Islam di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 mesti terus diawasi masyarakat. Kepolisian pun diharapkan sungguh-sungguh menuntaskan kasus tersebut.
Kemarin, Selasa (16/2/2021), Komnas HAM menyerahkan barang bukti sebanyak 16 item kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Barang bukti yang diserahkan, antara lain, peluru, proyektil, serpihan mobil, serta beberapa rekaman suara dan rekaman gambar.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, ketika dihubungi, Rabu (17/2/2021), berpandangan, penyerahan barang bukti kepada Bareskrim Polri memperlihatkan bahwa Komnas HAM memilih untuk menyerahkan jalannya proses penyelidikan dan penyidikan kepada kepolisian. Yang kemudian harus dilakukan adalah melakukan pengawasan terhadap proses yang terjadi di kepolisian.
”Pengawasan itu sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang berlangsung di kepolisian itu berjalan secara transparan, efektif, dan tidak berpihak,” kata Usman.
Pengawasan itu sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang berlangsung di kepolisian itu berjalan secara transparan, efektif, dan tidak berpihak.
Menurut Usman, pengawasan dari Komnas HAM sangat diperlukan karena sedari awal kasus ini terjadi, sikap kepolisian cenderung defensif dan tertutup. Sikap tersebut menimbulkan keraguan terhadap penuntasan kasus.
Di sisi lain, lanjut Usman, beberapa laporan Komnas HAM kepada kepolisian tentang kasus kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian banyak yang tidak ditindaklanjuti. Kasus itu, antara lain, kasus yang menyebabkan kematian dalam Gerakan Reformasi Dikorupsi ataupun pada kasus pada demonstrasi di depan gedung Bawaslu tahun 2019.
”Secara peraturan perundang-undangan dan pengalaman empiris, pilihan menyerahkan kasus ini kepada kepolisian bukanlah pilihan yang meyakinkan bagi timbulnya kesadaran bagi kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatan anggota-anggota mereka,” ujar Usman.
Secara terpisah, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada Polri untuk melanjutkan penyidikan kasus meninggalnya anggota laskar FPI. Penyerahan barang bukti oleh Komnas HAM ke Bareskrim Polri akan dapat membantu memperlancar Polri melaksanakan penyidikan.
Kompolnas, lanjut Poengky, berharap agar Polri melaksanakan penyidikan secara profesional dan transparan dengan berdasarkan penyidikan berbasis ilmiah. Publik pun diharapkan terus memantau jalannya kasus ini.
”Kompolnas mendukung rekomendasi Komnas HAM agar segera ditindaklanjuti Polri, dan Kompolnas sebagai pengawas fungsional Polri akan memantau proses penyidikan tersebut,” kata Poengky.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengatakan, penyidik akan memilah barang bukti yang telah diberikan Komnas HAM tersebut agar dapat melengkapi alat bukti yang sudah dimiliki penyidik. Barang bukti tersebut ada yang berupa barang bukti temuan di tempat kejadian perkara dan barang dalam bentuk digital.
”Kami akan pilah. Tujuannya untuk mendukung penyidikan yang sedang kami lakukan untuk membuat terang,” kata Andi.
Dalam rangka memberikan rasa keadilan dengan langkah mengedepankan edukasi dan langkah persuasif melalui mediasi dan retorative justice sehingga dapat menghindari kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet untuk menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam forum Rapat Pimpinan TNI Polri, Senin (15/2/2021), mengatakan, dari enam penekanan Presiden Joko Widodo kepada TNI/Polri, salah satunya adalah agar menghormati kebebasan berpendapat. Khusus bagi Polri, lanjut Listyo, Polri diminta agar selektif dalam menerapkan pasal-pasal di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
”Dalam rangka memberikan rasa keadilan dengan langkah mengedepankan edukasi dan langkah persuasif melalui mediasi dan retorative justice sehingga dapat menghindari kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet untuk menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif,” kata Listyo.