Menanti Tindak Lanjut Rekonstruksi Kasus Dugaan Korupsi Bansos
Dua kali penyidik KPK menampilkan nama Ihsan Yunus dalam rekonstruksi kasus dugaan suap bantuan sosial yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Namun hingga kini, tindak lanjutnya belum terlihat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
Dua kali penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menampilkan nama Ihsan Yunus dalam rekonstruksi kasus dugaan suap bantuan sosial yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Namun hingga kini, tindak lanjut dari rekonstruksi itu belum terlihat. Setelah gagal diperiksa beberapa waktu lalu, penyidik belum lagi melayangkan panggilan pada anggota DPR dari Fraksi PDI-P tersebut.
Dalam rekonstruksi pertama dengan total 17 adegan, di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (1/2/2021), nama Ihsan Yunus langsung muncul di adegan pertama.
Di adegan itu, Ihsan yang diperagakan salah satu pegawai KPK, bertemu dengan dua pejabat di Kementerian Sosial (Kemensos) pada Februari 2020. Dua pejabat dimaksud, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso yang telah menjadi tersangka dalam kasus itu, dan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos M Syafii Nasution.
Tak ada keterangan dari KPK ihwal pertemuan itu. Namun, dalam 17 adegan rekonstruksi tergambarkan bagaimana dugaan suap dalam kasus korupsi bantuan sosial (bansos) itu terjadi.
Beberapa kali penyerahan uang diperagakan. Di antaranya pada Mei, Juni, Juli, Agustus, dan Oktober 2020. Penyerahan uang terbesar terjadi di dalam mobil di sekitar Jalan Salemba Raya, Jakarta dari Harry Van Sidabukke, tersangka dari pihak swasta, kepada Agustri Yogasmara atau Yogas pada Juni 2020 sebesar Rp 1,53 miliar. Selain uang, Harry menyerahkan dua unit sepeda merek Brompton.
Yogas dalam kasus ini, disebut sebagai operator atau perantara dari Ihsan Yunus. Pada Senin (8/2/2021), Yogas memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi oleh KPK setelah pada panggilan pertama pada 29 Januari 2021, ia mangkir. Berselang dua hari setelah diperiksa, persisnya pada Rabu (10/2/2021), Yogas menyerahkan dua sepeda dari Harry kepada KPK. Ini kemudian ditindaklanjuti penyidik KPK dengan kembali menggelar rekonstruksi, khusus saat penyerahan sepeda itu terjadi.
Harry dihadirkan langsung untuk rekonstruksi, begitu pula Yogas. Di adegan itu terlihat, Harry menyerahkan sepeda kemudian bersama Yogas mengangkatnya ke mobil.
Yogas saat rekonstruksi mengenakan kertas bertuliskan namanya dan kedudukannya dalam kasus itu, “Agustri Yogasmara als Yogas (Operator Ihsan Yunus)”. Dengan demikian, untuk kali kedua nama Ihsan Yunus terlihat ketika rekonstruksi kasus tersebut oleh KPK.
Untuk diketahui, saat kasus dugaan korupsi bansos tersebut terjadi, Ihsan masih menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR. Komisi VIII salah satunya mengurusi persoalan sosial dan kebencanaan. Kemensos merupakan salah satu mitra kerja dari Komisi VIII. Baru pada awal Januari 2021, Ihsan dipindahkan ke Komisi II DPR oleh fraksinya, PDI-P.
KPK pernah memanggilnya sebagai saksi pada 27 Januari lalu. Namun Ihsan dikabarkan oleh KPK tidak memenuhi panggilan karena surat panggilan KPK belum diterima Ihsan. Sebelum memanggil Ihsan, KPK sudah menggeledah rumah orangtua Ihsan di Cipayung, Jakarta Timur, dan Jati Asih, Bekasi. Dalam penggeledahan, KPK mengamankan alat komunikasi dan sejumlah dokumen terkait perkara tersebut.
Akan dipanggil lagi
Persoalannya, hampir tiga pekan setelah panggilan gagal itu, belum lagi ada kabar soal pemanggilan ulang Ihsan. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat ditanyai perihal pemanggilan kembali Ihsan, Selasa (9/2), hanya menyatakan KPK akan memanggil lagi Ihsan tanpa menyebut kapan waktunya.
“Hal-hal bersifat administrasi karena alasan tidak sampai atau alamat tidak tepat tentu kami ulangi pemanggilannya sebagaimana yang telah kami lakukan itu,” kata Ghufron.
Adapun Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan terkait dugaan adanya pihak lain yang terlihat saat rekonstruksi, hal itu perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti.
"Prinsipnya, apabila dalam proses penyidikan perkara ini ditemukan setidaknya dua alat bukti permulaan yang cukup adanya keterlibatan pihak lain, tentu KPK dapat menetapkan pihak tersebut sebagai tersangka," katanya.
Sejauh ini, baru ada lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi bansos tersebut. Selain Juliari, Matheus, dan Harry, tersangka lainnya adalah Adi Wahyono yang juga menjabat PPK di Kemensos dan Ardian Iskandar Maddanatja, tersangka lain dari pihak swasta. Kelimanya ditetapkan tersangka oleh KPK pada awal Desember 2020 setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan.
Mengenai rekonstruksi terbuka kasus dugaan korupsi bansos yang digelar oleh KPK, lanjut Ali, untuk menyinkronkan rangkaian peristiwa dan perbuatan para tersangka dengan keterangan para saksi, barang bukti, serta alat bukti lainnya.
Tak hanya dalam kasus bansos, KPK disebutkannya kerap melakukan rekonstruksi terbuka untuk kasus-kasus korupsi lain. Di antaranya, rekonstruksi terbuka pernah dilakukan pada perkara suap yang melibatkan bekas Wali Kota Bandung Dada Rosada pada 2013 dan kasus suap yang dilakukan bekas Wali Kota Palembang Romi Herton pada 2014. Pada 2020, KPK juga pernah melakukan rekonstruksi terbuka terkait kasus suap yang dilakukan mantan Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.
Sinyal kuat
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, rekonstruksi memang kerap dilakukan oleh KPK untuk mendalami kasus korupsi tertentu. Namun, rekonstruksi kasus dugaan korupsi bansos ini, menjadi menarik tatkala muncul sinyal kuat keterlibatan sejumlah pihak lain.
Ia pun berharap penanganan perkara ini tak sebatas menunjukkan konstruksi kejadian, tanpa tindakan hukum tertentu. Kurnia mendorong agar ada tindakan hukum yang konkret seperti pemanggilan saksi. Ketika bukti permulaan cukup pun, seharusnya tak ada halangan bagi KPK untuk menetapkan tersangka baru.
Dari rekonstruksi itu, misalnya, terlihat pula adanya sejumlah vendor yang mendapat ratusan ribu, bahkan jutaan paket. Jika ditelisik lebih jauh, berdasarkan peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dalam surat edarannya disebutkan harus terlihat historis dan kompetensinya.
“Apakah seluruh vendor itu telah memenuhi apa yang diamanatkan dalam konteks penunjukan langsung keadaan darurat? Sehingga, harusnya tidak ada lagi halangan bagi KPK untuk memanggil mereka sebagai saksi,” ujar Kurnia.
Pemanggilan saksi ditekankannya, bukan berarti mereka terlibat langsung dalam sebuah perbuatan kejahatan. Namun, setidaknya saksi mengetahui, mendengar, dan melihat perkara tersebut.
Karena itu, ia berharap KPK memanggil mereka untuk menjadi saksi termasuk politisi yang terlibat dalam kasus itu.
Kompas beberapa kali meminta tanggapan Ihsan terkait rencana pemanggilan KPK dan dugaan keterlibatannya di kasus dugaan korupsi bansos, tetapi tidak direspons.