Prolegnas 2021 Belum Juga Disahkan, Revisi UU Pemilu Jadi Penyebab
Politik hukum nasional jalan di tempat menyusul belum juga disahkannya Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 oleh DPR. Perbedaan terkait revisi UU Pemilu jadi penyebab prolegnas belum disahkan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Politik hukum nasional jalan di tempat menyusul belum juga disahkannya Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2021 oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Nasib 33 rancangan undang-undang yang telah disepakati dengan pemerintah untuk masuk di dalam prolegnas kini menggantung, termasuk RUU Pemilu yang belakangan ini memicu dinamika di antara partai politik dan pemerintah.
Prolegnas Prioritas 2021 kembali batal disahkan dalam rapat paripurna penutupan masa sidang ketiga DPR di Jakarta, Rabu (10/2/2021). Padahal, prolegnas tersebut telah disepakati di tingkat pertama, antara Badan Legislasi DPR dan pemerintah, pada 14 Januari lalu.
Rapat paripurna tersebut hanya mengagendakan laporan pertanggungjawaban pimpinan Komisi II DPR terhadap seleksi anggota Ombudsman RI, pimpinan Komisi III dalam seleksi hakim agung dan hakim ad hoc tipikor di Mahkamah Agung, perpanjangan waktu pembahasan bagi RUU Perlindungan Data Pribadi dan RUU Penanggulangan Bencana, serta pidato penutupan masa sidang oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Dalam rapat paripurna, pimpinan DPR yang memimpin rapat tidak menjelaskan alasan prolegnas itu tidak segera disahkan kendati pengesahan prolegnas telah diputuskan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 19 Januari lalu. Penjelasan baru diberikan oleh pemimpin rapat, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, ketika merespons interupsi dari anggota Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, yang menanyakan kelanjutan revisi UU Pemilu sekaligus pentingnya revisi dilakukan.
Dasco mengatakan, revisi UU Pemilu menjadi perhatian semua pihak, termasuk pimpinan DPR.
”Jadi, memang persoalan revisi UU Pemilu ini menjadi perhatian kita semua di DPR. Oleh karena itulah, penentuan prolegnas prioritas memang belum kita tetapkan. Kita masih menyerap aspirasi masyarakat, kita masih saling berkomunikasi antarparpol di DPR. Oleh karena itu, untuk ketegasan apakah dilanjut atau tidak, pada masa sidang depan kita akan bicara lebih lanjut dalam Bamus dalam penentuan Prolegnas Prioritas 2021. Di situ kita akan putuskan bersama-sama lanjut atau tidaknya,” ujarnya.
Masa sidang selanjutnya baru akan dimulai 8 Maret 2021.
Mengenai revisi UU Pemilu, seperti diketahui, dalam dua pekan terakhir, enam fraksi di DPR tiba-tiba berubah sikap dari semula menyetujui revisi menjadi menolak revisi. Tinggal Demokrat dan PKS yang mendorong revisi dilanjutkan. Adapun PDI-P memberi sinyal akan menolak pula revisi tersebut.
Sementara itu, dalam pidato penutupan akhir masa sidang, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, DPR telah menerima tiga surat dari presiden terkait dengan pembahasan tiga RUU, yakni RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, RUU tentang Praktik Psikologi, dan RUU tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce (Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik).
Puan menyebutkan, surat presiden itu akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Menurut dia, tugas legislasi DPR merupakan pekerjaan kolektif yang ditempuh melalui komitmen bersama antara pemerintah dan DPR.
”DPR memiliki komitmen tinggi dalam menuntaskan program legislasi nasional dalam memenuhi kebutuhan hukum nasional serta mendukung kebutuhan hukum untuk pembangunan nasional,” ujarnya.
Legislasi mandek
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, dengan belum disahkannya Prolegnas Prioritas 2021, kini pembahasan legislasi apa pun di DPR tidak dapat diteruskan.
Keputusan memperpanjang waktu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan RUU Penanggulangan Bencana di dalam rapat paripurna pun dinilai sia-sia karena prolegnas belum disahkan. ”RUU PDP itu, kan, seharusnya sudah ditarik dari prolegnas karena sudah dua kali ini diperpanjang,” ujarnya.
Willy pun menilai belum disahkannya prolegnas prioritas ini membahayakan kredibilitas DPR selaku lembaga yang memiliki kewenangan membuat UU. Sejumlah RUU yang telah disepakati dengan pemerintah di dalam rapat kerja seolah dimentahkan kembali karena tidak kunjung disahkan.
Menurut ketentuan, sesuai keputusan Bamus, 19 Januari lalu, prolegnas prioritas itu disahkan bersamaan dengan pemberian persetujuan terhadap kapolri yang baru, 21 Januari 2021. Namun, pada kenyataannya, hingga sekarang prolegnas prioritas belum juga disahkan. ”Ini bukan saja preseden buruk bagi DPR, tetapi juga membahayakan kredibilitas lembaga,” ucap Willy.
Willy menuturkan, kini Baleg hanya bisa menunggu pengesahan prolegnas prioritas, baru dapat bergerak melakukan harmonisasi dan sinkronisasi RUU, termasuk melanjutkan pembahasan di tingkat panitia kerja untuk RUU yang menjadi usulan Baleg DPR.
Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi mengatakan, pengesahan Prolegnas 2021 menjadi yang paling lambat sejak Presiden Joko Widodo menjabat. Tahun 2015, pelambatan penetapan prolegnas prioritas pernah terjadi. Akan tetapi, saat itu kondisinya jauh berbeda dibandingkan dengan saat ini, sebab ketika itu parlemen masih dikuasai oleh parpol oposisi atau yang berada di luar pemerintahan.
Tidak kunjung disahkannya prolegnas ini, menurut dia, mengganggu pemenuhan kebutuhan hukum nasional. Pasalnya, prolegnas mewakili arah politik hukum nasional. Idealnya, prolegnas tahunan ditetapkan pada Oktober tahun sebelumnya bersamaan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pertimbangannya, anggaran negara itu akan disesuaikan dengan kebutuhan legislasi, sebab setiap pembuatan UU juga dibiayai oleh negara.
”Namun, yang terjadi saat ini, kan, akhir tahun belum ditetapkan dan sampai Februari juga belum disahkan. Padahal, prolegnas adalah gambaran politik hukum nasional, yakni dari dua pihak, baik politik hukum yang diajukan pemerintah maupun politik hukum DPR,” ujarnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, berpendapat, keterlambatan prolegnas ini seharusnya dapat dihindari jika apa yang telah disetujui dengan pemerintah disahkan terlebih dulu di dalam rapat paripurna. Selanjutnya, jika ada perbedaan pendapat, hal itu diselesaikan di dalam tahap pembahasan.
”Apalagi sekarang bisa dilakukan evaluasi prolegnas sehingga seharusnya prolegnas itu disahkan dulu supaya tidak mengganggu pembahasan RUU lain yang tidak berpolemik. Nanti ketika ada perubahan, dapat dilakukan saat evaluasi prolegnas oleh Baleg,” ujarnya.
Polemik mengenai RUU Pemilu yang memicu penundaan pengesahan Prolegnas Prioritas 2021, menurut Lucius, juga menunjukkan bagaimana kendali kepentingan politik itu jauh lebih besar di DPR daripada kepentingan publik.
Sebagai perbandingan, ketika membahas UU Cipta Kerja, DPR dapat menyelesaikannya dalam waktu cepat sekalipun di masa pandemi. Namun, ketika dihadapkan dengan pembahasan RUU Pemilu, giliran alasan pandemi yang digunakan untuk menunda pembahasan. ”Ini menunjukkan inkonsistensi DPR,” ucapnya.