Apindo: Nilai Investasi BPJS Ketenagakerjaan Menurun
Asosiasi Pengusaha Indonesia mulai buka suara tentang penyidikan kejaksaan terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Apindo meyakini adanya penurunan pada BPJS Ketenagakerjaan karena nilai investasi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo mulai buka suara tentang penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait adanya dugaan korupsi di PT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan. Apindo meyakini, apa yang terjadi pada BPJS Ketenagakerjaan adalah penurunan nilai investasi. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia meminta agar Kejaksaan Agung segera membongkar dugaan korupsi yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani mengaku, BPJS Ketenagakerjaan atau yang sekarang disebut BP Jamsostek telah memberikan klarifikasi dan menghubungi Apindo secara langsung terkait isu dugaan korupsi ini. Apindo telah meminta BP Jamsostek untuk mengikuti proses hukum yang berjalan.
Ia mengungkapkan, BP Jamsostek telah memberikan klarifikasi terkait penurunan nilai investasi yang terjadi pada periode Agustus-September 2020 yang menyentuh nilai Rp 43 triliun. Seiring dengan membaiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan dengan pengelolaan yang baik, nilai tersebut turun dan pada Januari 2021 menjadi Rp 14 triliun.
Kami memahami betul bahwa penurunan nilai investasi yang terjadi bukan merupakan kerugian yang dialami oleh BP Jamsostek karena kualitas aset investasi yang dimiliki BP Jamsostek merupakan kategori LQ45 atau saham yang memiliki fundamental baik.
”Kami memahami betul bahwa penurunan nilai investasi yang terjadi bukan merupakan kerugian yang dialami oleh BP Jamsostek karena kualitas aset investasi yang dimiliki BP Jamsostek merupakan kategori LQ45 atau saham yang memiliki fundamental baik,” kata Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Sebagai mantan komisaris dan anggota Dewan Pengawas BP Jamsostek, Hariyadi memahami rigiditas regulasi pengelolaan dana investasi yang menjadi pedoman BP Jamsostek. Menurut Hariyadi, pengelolaan investasi BP Jamsostek dilakukan dengan profesional sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak tepat apabila disamakan dengan kasus yang terjadi di Jiwasraya dan Asabri.
Ia berharap, proses hukum ini berjalan dengan semestinya dan kasus ini bisa segera selesai. Hal tersebut dibutuhkan agar tidak menimbulkan spekulasi dan keresahan di masyarakat terkait keamanan dana pekerja. Hariyadi ingin Kejaksaan Agung bekerja secara profesional, obyektif, dan tanpa intervensi dari pihak mana pun dalam penyidikan kasus ini.
Disayangkan
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi Kejaksaan Agung yang mulai menyidik dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Namun, ia menyayangkan, hingga saat ini Kejagung belum menentukan tersangkanya, padahal penyidikan sudah berjalan hampir satu bulan dan beberapa saksi telah dipanggil.
Menurut Said, seharusnya dalam pemeriksaan tersebut dapat digali pengaruh investasi dengan potensi dugaan korupsi yang terjadi. Kejagung dapat menerapkan cara seperti membongkar kasus Jiwasraya dan Asabri. Ia ingin Kejagung transparan dalam membongkar kasus ini. ”Jangan sampai bilang ini risiko bisnis seperti yang terjadi pada 2020,” kata Said.
Ia meminta Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini. Anggota KSPI akan menggelar aksi besar-besaran agar kasus ini segera terbongkar.
Presiden Joko Widodo agar memperhatikan kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Anggota KSPI akan menggelar aksi besar-besaran agar kasus ini segera terbongkar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui rilis menyampaikan, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung memeriksa delapan orang sebagai saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan.
Kedelapan saksi tersebut berasal dari PT Bahana TCW Investment Management, PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, PT Panin Asset Management, dan BPJS Ketenagakerjaan. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti dugaan korupsi tersebut.
Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah menegaskan, kasus yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah lama terjadi. Menurut Iswan, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan terjadi karena fungsi pengawasan tidak maksimal. Akibatnya, ada potensi dugaan BPJS Ketenagakerjaan kehilangan uang pekerja hingga Rp 43 triliun.