Hingga masa persidangan kasus Pinangki Sirna Malasari berakhir hingga vonis 10 tahun untuk jaksa tersebut, sosok ”King Maker” yang memiliki peran penting dalam kasus pengurusan fatwa bebas Joko Tjandra belum terungkap.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
Dalam pembacaan putusan bagi jaksa Pinangki Sirna Malasari, majelis hakim beberapa kali menyebutkan ”king maker”. Majelis hakim mengatakan bahwa sebutan ”king maker” ada dalam barang bukti berupa dokumen percakapan Whatsapp antara Pinangki dan Anita Kolopaking, mantan pengacara Joko Tjandra.
Menurut majelis hakim, Pinangki mengatakan kepada Anita, ”Karena king maker belum clear juga.” Saksi Rahmat juga membenarkan adanya sosok ”king maker” ini. Namun, hingga vonis kepada Pinangki dijatuhkan, siapa sosok ”king maker” tidak terungkap. Adapun Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
”Dan, majelis hakim berusaha menggali ke terdakwa karena sosok king maker diperbincangkan dalam percakapan di Whatsapp. Namun mereka tetap tidak mau menjelaskannya,” kata majelis hakim, yang dipimpin hakim ketua Ignatius Eko Purwanto.
Saksi Rahmat juga membenarkan adanya sosok king maker ini. Namun, hingga vonis kepada Pinangki dijatuhkan, siapa sosok king maker tidak terungkap.
Sebutan ”king maker” muncul ke publik ketika Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi pada September 2020. Saat itu Boyamin menyerahkan sejumlah alat bukti terkait kasus pengurusan fatwa bebas Joko Tjandra dan meminta KPK untuk turut menyelidiki kasus itu.
Menurut Boyamin, dalam dugaan permufakatan jahat yang melibatkan Pinangki, Joko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Anita terdapat pihak-pihak lain yang terlibat. Keterlibatan pihak lain itu terungkap dalam percakapan antara Anita dan Pinangki saat membahas permohonan fatwa dengan menyebut ”bapakku”, ”bapakmu”, dan ”king maker”.
Sebutan ”king maker” itu juga pernah diungkapkan kuasa hukum Joko Tjandra, Krisna Murti. Menurut Krisna, pada September lalu, penyidik menanyakan sebutan ”king maker” kepada Joko Tjandra. Selain itu, penyidik juga menanyakan inisial nama lain, seperti T dan DK, yang ada dalam ”Action Plan”. Namun, Joko menjawab tidak kenal dengan nama-nama itu.
Ketika ditanyakan alasan Joko Tjandra memercayai Pinangki, menurut Krisna, karena Joko Tjandra yakin dengan Pinangki. ”Yang membuat Joko yakin terhadap Pinangki adalah Pinangki mengatakan bahwa Andi Irfan Jaya dan Anita ini punya networking yang luar biasa di Mahkamah Agung dalam pengurusan ini,” kata Krisna.
Sebutan ”king maker” juga muncul ketika majelis hakim membacakan pertimbangan dalam putusan kepada Andi Irfan Jaya, terungkap juga sebutan ”king maker”. Sebutan itu tertuang di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saksi Rahmat yang dibenarkan Pinangki dan Anita.
Menurut Boyamin, ketika dihubungi, Selasa (9/2/2021), sebutan ”king maker” ada dalam dokumen yang berisi percakapan Pinangki dengan Anita. Sebutan itu juga telah dibenarkan saksi Rahmat, meski menurut Boyamin, Rahmat tidak tahu persis.
”Anita sebenarnya tahu juga. Tetapi, karena Anita tidak memunculkan istilah itu, maka menyerahkan sepenuhnya kepada Pinangki siapa dan apa perannya, tetapi Pinangki, kan, tidak bersedia sehingga majelis hakim mengatakan bahwa salah satu hal yang memberatkan Pinangki adalah menutupi peran pihak lain, yang satu-satunya adalah ’king maker’," kata Boyamin.
Sosok ”king maker”, menurut Boyamin, memiliki jabatan tinggi dan dapat memberikan instruksi yang dipatuhi Pinangki dan Anita dalam rangka pengajuan fatwa pembebasan Joko Tjandra. Sosok ”king maker” itu, lanjut Boyamin, adalah satu-satunya pihak yang mengatur semua hal atau menjadi sutradara, sedangkan Pinangki hanya sebagai pelaksana yang diatur dari jauh.
Sosok ”king maker” diduga memiliki jabatan tinggi dan dapat memberikan instruksi yang dipatuhi Pinangki dan Anita dalam rangka pengajuan fatwa pembebasan Joko Tjandra.
Boyamin mengklaim sudah mendapatkan bocoran dari salah satu saksi kasus mengenai sosok ”king maker” tersebut. Namun, dia berharap agar KPK menindaklanjuti laporan terkait ”king maker” yang telah diserahkannya beberapa waktu lalu.
”Waktu saya diundang KPK dalam suatu ekspose, mereka berjanji akan meneruskan dan memproses dugaan adanya peran dan keterlibatan ’king maker’. Namun, sampai sekarang saya belum mendapat informasi lagi,” kata Boyamin.
Ambil Alih
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana berpandangan, masih banyak yang belum terungkap dalam penanganan perkara Pinangki. Pertanyaan publik mengenai alasan Joko Tjandra percaya kepada Pinangki masih belum terjawab.
”Adakah pihak yang selama ini berada di balik Pinangki dan menjamin sehingga Joko Tjandra percaya dengan agenda kejahatan tersebut?” kata Kurnia.
Masih banyak yang belum terungkap dalam penanganan perkara Pinangki. Pertanyaan publik mengenai alasan Joko Tjandra percaya kepada Pinangki masih belum terjawab.
Oleh karena itu, lanjut Kurnia, pihaknya mendesak KPK agar mengambil alih dan menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk mendalami keterlibatan pihal lain, terutama menemukan sosok ”king maker” dalam perkara itu. ICW tidak berharap Kejaksaan Agung akan menangani perkara itu karena terbukti tidak dapat menuntaskan sampai pada dalangnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, berpandangan, dari rangkaian persidangan yang telah berjalan, majelis hakim telah mencoba untuk menggali sosok ”king maker”. Namun, hal itu tetap tergantung alat-alat bukti yang mendukung.
”Dalam pemeriksaan kemarin, pengadilan pun tidak bisa menemukan terkait hal itu. Saya kira terkait kasus itu, tugas jaksa sudah selesai,” kata Barita.
Namun, jika kemudian ada agenda lain, hal itu merupakan hasil evaluasi atau eksaminasi dari fakta-fakta dan bukti-bukti hukum di dalam persidangan. Demikian pula jika kemudian lembaga penegak hukum lain, seperti KPK, bermaksud untuk melakukan penyelidikan sebagai wujud sinergi dengan Kejaksaan juga dapat dilakukan meski kewenangannya terbatas hanya pada perkara korupsi.
Kompas mencoba mengonfirmasi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak terkait masih adanya ”king maker” tersebut, tetapi tidak direspons. Demikian pula penasihat hukum Pinangki, Jefri Moses Kam, tidak membalas pertanyaan yang dikirimkan.