Telusuri Pelaku Lain, KPK Mulai Gali Proses Pengadaan Barang di Kasus Dugaan Korupsi Bansos
KPK mulai menelusuri kemungkinan ada pelaku lain di kasus dugaan korupsi bansos. Laporan penyidik yang mengarah terhadap tersangka baru akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan terbuka atas pengadaan barang dan jasa.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mulai menelusuri pelaku lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan bekas Menteri Sosial Juliari Batubara. KPK menggunakan informasi yang diperoleh dari hasil rekonstruksi untuk menelusuri mulai dari pengadaan barang dan jasa hingga kewajaran harga barang.
Deputi Penindakan KPK Karyoto telah memerintahkan tim penyidik kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial untuk menangani kasus suapnya. Semua hasil laporan penyidik yang mengarah terhadap tersangka baru akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan secara terbuka terhadap pengadaan barang dan jasa.
Ia menegaskan, KPK akan mengkaji laporan yang sudah ada satu per satu. ”Jadi, nanti akan kami urut satu-satu, bagaimana cara mendapatkannya, siapa yang melaksanakan, bagaimana harganya, apakah ada kewajaran harga, dan lain-lain,” kata Karyoto, Jumat (5/2/2021) malam.
Karyoto menjelaskan, jika tidak ditemukan kerugian negara, tidak ada suap, atau tidak bisa membuktikan suap, KPK juga tidak bisa menentukan tersangka baru. KPK akan menarik ke belakang mulai dari pengadaan barang dan jasa, termasuk kewajaran harganya, berdasarkan informasi yang sudah didapat seperti hasil rekonstruksi yang sudah dilakukan KPK.
Dalam rekonstruksi yang digelar penyidik KPK pada Senin (1/2/2021), terdapat nama anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Ihsan Yunus, yang diperankan orang lain. Ihsan berada satu ruangan bersama Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Syafii Nasution dan tersangka Matheus Joko Santoso. Pertemuan itu terjadi pada Februari 2020. Dalam sejumlah adegan rekonstruksi, terjadi beberapa kali penyerahan uang (Kompas, 2/2/2021).
KPK pernah memanggil Ihsan pada 27 Januari. Namun, Ihsan tidak memenuhi panggilan tersebut karena surat panggilan belum diterima. Hingga saat ini, KPK belum memanggil lagi Ihsan. Kompas sudah meminta tanggapan dari Ihsan terkait keterlibatannya dalam kasus ini, tetapi tidak direspons.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, proses penyidikan masih panjang, ada waktu dua bulan lagi ke depan.
Perencanaan pengadaan
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, Sabtu (6/2/2021), mengungkapkan, dalam perencanaan pengadaan bansos Covid-19, selain menteri dan jajaran di Kemensos, sangat mungkin ada keterlibatan organisasi asal menteri.
Dalam kasus ini, Juliari diduga mendapatkan fee atau imbalan sebesar Rp 10.000 per paket bansos untuk Jabodetabek dari nilai Rp 300.000 per paket bansos. Total, Juliari diduga menerima sekitar Rp 17 miliar.
Menurut Fickar, dari hasil korupsi yang diduga dilakukan Juliari, bisa jadi besaran yang diterima sudah termasuk jatah yang dirancang atau balas jasa atas penempatannya di Kemensos. Untuk melihat kemungkinan hal itu terjadi, harus ditelusuri aliran uang dalam kasus tersebut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni, menuturkan, melihat korupsi bansos yang diduga sudah menjadi kebiasaan di Kemensos, tidak mungkin yang bermain hanya sedikit orang. Karena itu, ICW mendesak KPK untuk menuntaskan kasus ini. Jangan sampai ada yang tertinggal.
Menurut peneliti Transparency International Indonesia (TII), Agus Sarwono, kasus ini masih dikembangkan sehingga bisa saja akan ada tersangka lain. Ia menegaskan, kasus ini harus dibuka dan disampaikan secara berkala ke publik. Pemerintah wajib membuka informasi secara berkala atas penanganan pandemi untuk menghindari kasus serupa terjadi lagi.