Telusuri Dugaan Keterlibatan Perusahaan dan Politisi di Kasus Bansos Covid-19
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI mengklaim memiliki informasi mengenai dugaan keterlibatan sejumlah perusahaan dan politisi di kasus korupsi bansos Covid-19. KPK menunggu MAKI menyampaikan informasi itu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK didorong untuk mengusut sejumlah perusahaan dan politisi yang diduga terlibat dalam kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan bekas Menteri Sosial Juliari Batubara. Diduga ada sejumlah perusahaan, pejabat di Kementerian Sosial, dan politisi yang terlibat dalam penunjukan penyalur bantuan sosial.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendorong KPK mendalami informasi terkait perusahaan dan politisi yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
”Berdasarkan informasi yang kami terima, terdapat dugaan bahwa penunjukan perusahaan penyalur sembako bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK semata-mata berdasar penunjukan dengan istilah ’Bina Lingkungan’,” kata Boyamin, Rabu (3/2/2021).
Ia menjelaskan, penunjukan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman, dan kompetensi. Alhasil, dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan penurunan kualitas dan harga sehingga merugikan masyarakat serta negara.
Perusahaan yang ditengarai mendapat fasilitas tersebut adalah PT SPM mendapat paket Rp 25.000, PT ARW mendapat paket Rp 40.000, PT TIRA mendapat paket Rp 35.000, dan PT TJB mendapat paket Rp 25.000. Selain keempat perusahaan tersebut, diduga masih terdapat sekitar delapan perusahaan lain.
Menurut Boyamin, perusahaan tersebut mendapat fasilitas Bina Lingkungan diduga berdasarkan rekomendasi dari oknum pejabat eselon I Kemensos dan sejumlah oknum politisi anggota DPR.
”Diduga oknum DPR yang memberikan rekomendasi berasal dari beberapa partai politik dan bukan hanya satu parpol,” kata Boyamin. Ia menegaskan, akan segera menyampaikan informasi tersebut kepada KPK.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mempersilakan Boyamin melaporkan langsung kepada KPK. KPK berharap laporan temuan tersebut bukan sekadar informasi, melainkan disertai data awal yang bisa dikonfirmasi untuk menjadi fakta hukum dalam proses penyelesaian perkara.
Terkait dengan pemanggilan ulang terhadap anggota DPR dari PDI-P, Ihsan Yunus, sebagai saksi dalam kasus tersebut, Ali belum memperoleh informasi dari penyidik. Jika sudah ada kepastian jadwal, ia berjanji akan menginformasikannya.
Sebelumnya, KPK sudah memanggil Ihsan pada Rabu (27/1/2021). Namun, Ihsan tidak memenuhi panggilan tersebut karena surat panggilan belum diterima.
Dalam rekonstruksi yang digelar penyidik KPK pada Senin (1/2/2021), nama Ihsan Yunus dimunculkan. Ihsan, yang diperankan orang lain, tengah berada satu ruangan bersama Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Syafii Nasution dan tersangka Matheus Joko Santoso. Pertemuan itu terjadi pada Februari 2020. Dalam sejumlah adegan rekonstruksi, terjadi beberapa kali penyerahan uang (Kompas, 2/2/2021).
Kompas sudah meminta tanggapan dari Ihsan terkait keterlibatannya dalam kasus ini, tetapi tidak direspons.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni, mengatakan, dari rekonstruksi yang sudah dilakukan KPK, sebenarnya sudah terlihat siapa lagi yang ditengarai terlibat dalam kasus korupsi itu.
”Perannya terlihat, aliran uangnya jelas sehingga seharusnya KPK bisa menyebut Ihsan ada keterlibatan dengan korupsi yang dilakukan Juliari,” kata Dewi. Menurut Dewi, nama-nama yang muncul dalam rekonstruksi KPK, terlebih ada nama politikus, harus diusut tuntas demi keadilan.