Saat ini, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih jauh tertinggal bahkan di tataran Asia Tenggara. Untuk itu, perguruan tinggi perlu memastikan SDM yang dilahirkannya mampu berkompetisi secara global.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi perlu memastikan sumber daya manusia yang dilahirkannya mampu berkompetisi secara global. Saat ini, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih jauh tertinggal bahkan di tataran Asia Tenggara.
Harapan supaya perguruan tinggi mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam orasi ilmiahnya di Lustrum Kesatu dan Dies Natalis Kelima Universitas Pertamina yang diselenggarakan secara daring, Senin (1/2/2021).
”Ketika kita bicara produktivitas khususnya produktivitas tenaga kerja, kita bukan yang terbaik di ASEAN. Data Asian Productivity Organization yang diterbitkan APO Productivity Databook 2020, produktivitas per pekerja Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Kita bahkan di bawah rata-rata tingkat produktivitas tenaga kerja enam negara ASEAN terbesar,” tutur Wapres Amin dari kediaman resmi Wapres, Jakarta.
”Ketika kita bicara produktivitas, khususnya produktivitas tenaga kerja, kita bukan yang terbaik di ASEAN. Data Asian Productivity Organization yang diterbitkan APO Productivity Databook 2020, produktivitas per pekerja Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Kita bahkan di bawah rata-rata tingkat produktivitas tenaga kerja enam negara ASEAN terbesar.”
Produktivitas per pekerja Indonesia berkisar 23.900 dollar AS atau seperlima dari produktivitas per pekerja Singapura di peringkat pertama yang 149.100 dollar AS. Produktivitas per pekerja Malaysia pun 55.400 dollar AS atau lebih dari dua kali lipat produktivitas per pekerja Indonesia.
”Upaya meningkatkan kapasitas SDM agar dapat berkompetisi secara global masih harus terus dipacu. Dan lembaga pendidikan, termasuk Universitas Pertamina, turut memikul tanggung jawab besar tersebut,” tambah Wapres.
Pengembangan SDM unggul perlu dimulai dari lingkungan pendidikan. Universitas Pertamina pun diharap mampu berperan aktif, tidak hanya sebagai agen pendidikan, tetapi juga agen penelitian dan pengembangan serta agen transfer budaya dan teknologi.
Karena itu, Wapres juga menekankan pentingnya riset dan inovasi dalam industri energi Indonesia. Sebab, hal ini diperlukan untuk mendorong pengurangan ketergantungan negara pada energi fosil. Indonesia menargetkan setidaknya 23 persen energi Indonesia berasal dari energi baru terbarukan pada 2025, sedangkan pada 2050 bauran tersebut mencapai 31 persen.
Kendati memiliki potensi sumber energi baru terbarukan, saat ini pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia baru di kisaran 9,15 persen.
Tantangan tak mudah
Direktur SDM PT Pertamina (Persero) Koeshartanto yang membacakan sambutan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga mengingatkan mengenai tantangan energi yang semakin tak mudah dalam sepuluh tahun ke depan. Sebab, bisnis energi baru terbarukan, kendaraan listrik, dan revolusi digital berkembang pesat.
Karena itu, Universitas Pertamina sebagai bagian Pertamina Group diharapkan mampu melahirkan terobosan-terobosan dan pembaruan-pembaruan. Universitas Pertamina juga diharapkan bisa memberikan sumbangsih sesuai visi-misi korporasi.
”Universitas Pertamina sebagai bagian Pertamina Group diharapkan mampu melahirkan terobosan-terobosan dan pembaruan-pembaruan. Universitas Pertamina juga diharapkan bisa memberikan sumbangsih sesuai visi-misi korporasi.”
Rektor Universitas Pertamina Prof Akhmaloka mengatakan, untuk mengembangkan pendidikan di kampus ini, kemitraan strategis dengan berbagai institusi dikembangkan. Hal ini tidak hanya untuk penyelenggaraan pendidikan, tetapi juga untuk penelitian dan pengabdian masyarakat.
Di kampus yang sudah tiga kali mewisuda mahasiswanya ini, pertukaran pelajar dan dosen serta penyelenggaraan seminar bersama kampus lain dilakukan. Dalam Lustrum dan Dies Natalis ini, Universitas Pertamina juga menjalin kerja sama dengan beberapa institusi, seperti PT XL Axiata.
Salah satu kerja sama riset yang dilakukan bersama Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional (BRIN) menghasilkan aplikasi bernama Call Up. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dalam peluncuran aplikasi tersebut menjelaskan, aplikasi Call Up mengedepankan hilirisasi hasil inovasi ilmuwan, praktisi, industri, dan lembaga riset nasional untuk mendukung sinergi triple helix, yakni pemerintah, perguruan tinggi, dan pihak swasta, dalam pembangunan bangsa.