Momentum Bersama Elemen Masyarakat Jaga Kebinekaan
Perayaan hari lahir NU ini digelar virtual, Sabtu (30/1/2021) lalu, di Jakarta. Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam harlah NU ke-95 ini dari Istana Kepresidenan Bogor. Ultah kali ini jadi momentum kerjasama.
JAKARTA, KOMPAS – Hari Lahir Nahdlatul Ulama yang ke-95 menjadi momentum bagi NU dan organisasi masyarakat lainnya untuk mengeratkan kerja sama dan kolaborasi dalam menjaga kebinekaan. Kerja sama itu kian penting di saat bangsa saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah, terutama rentetan bencana alam di berbagai daerah akhir-akhir ini, serta bencana non-alam berupa pandemi Covid-19 yang belum teratasi.
Perayaan hari lahir NU ini sebelumnya digelar secara virtual, Sabtu (30/1/2021) lalu, di Jakarta. Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam harlah NU ke-95 ini dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. “Mari kita dukung terus Nahdlatul Ulama untuk bergerak dan berkontribusi untuk memperkuat kehidupan bangsa dan memajukan peradaban dunia dengan spirit Islam Nusantara, Islam yang rahmatan lil alamin,” kata Presiden Joko Widodo (Kompas, 31/1/2021).
Rangkaian harlah NU juga diisi dengan doa bersama atau istighotsah, Minggu (31/1). Selain itu, sejumlah elemen masyarakat, termasuk partai politik (parpol) juga turut merayakan harlah NU. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, menggelar diskusi virtual bertajuk “Dialog PDI Perjuangan Rumah Nusantara,” Minggu. Diskusi dibuka dengan sambutan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan diikuti oleh kader partai secara virtual.
Hadir sebagai pembicara antara lain Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Zuhairi Misrawi, Ketua DPP PDIP Bidang Agama Hamka Haq, serta kader-kader PDIP lainnya yang berlatar belakang nahdliyin, seperti Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, calon Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, serta dua anggota DPR, yaitu Nasyirul Falah Amru dan Abidin Fikri. Acara dipandu oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Baca Juga: Harlah Ke-94 NU, PBNU Soroti Ketimpangan Ekonomi
Megawati mengatakan, usia 95 tahun menunjukkan matangnya sebuah organisasi dengan sikap dan perjuangannya. Mantan presiden kelima RI itu berpesan kepada NU untuk terus menyebarkan Islam yang damai atau rahmatan lil alamin. NU juga diminta untuk meneguhkan komitmen kebangsaannya. Hal itu dinilai dapat menciptakan kebaikan di masa kini maupun masa depan bangsa.
“Kedekatan Bung Karno dengan kyai dan warga Nahdliyin itu akan saya teruskan dalam tindakan, dan amanatkan kepada kaum nasionalis dan juga para kader dan simpatisan PDI Perjuangan. Karena saya sangat yakin jika PDI-P datang terus berjalan beriringan dengan NU maka segala ancaman kebangsaan kita pasti bisa diatasi”
Selama ini, kaum nasionalis dan religius di Indonesia dapat berjalan beriringan. Begitu juga hubungan PDI-P dan NU yang selama ini juga dekat. Megawati menyebut sejak setelah kemerdekaan, Presiden RI pertama Soekarno sudah dekat dengan pendiri dan penggerak NU seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan lainnya.
Saya sangat yakin jika PDI-P datang terus berjalan beriringan dengan NU maka segala ancaman kebangsaan kita pasti bisa diatasi.
Bahkan, Bung Karno diberi gelar oleh NU waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah dalam acara Konferensi Alim Ulama Ketiga. Waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah berarti pemegang otoritas utama yang bersifat penuh. Gelar yang menjadi wujud dukungan warga nahdliyin kepada Soekarno itu disahkan dalam Muktamar NU Surabaya pada tahun 1954.
“Kedekatan Bung Karno dengan kyai dan warga Nahdliyin itu akan saya teruskan dalam tindakan, dan amanatkan kepada kaum nasionalis dan juga para kader dan simpatisan PDI Perjuangan. Karena saya sangat yakin jika PDI-P datang terus berjalan beriringan dengan NU maka segala ancaman kebangsaan kita pasti bisa diatasi,” kata Megawati.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj dalam acara “Konser Amal dan Harlah NU ke-95” mengatakan, pluralitas dan multikulturalisme di Indonesia dapat terjaga salah satunya karena peran dari masyarakat sipil. NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, sejak 95 tahun yang lalu dinilai masih berjalan pada koridor yang benar. Warisan dari ulama pendiri NU KH Hasyim Asyari yaitu hubbul wathan minal iman masih dijaga hingga kini. Komitmen tersebut dinilai yang mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa melangkahi sekat etnis, suku, dan budaya.
“Perbedaan suku, budaya, sudah tidak lagi menjadi ganjalan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ini menunjukkan bahwa kita sudah dewasa dalam berbangsa dan bernegara. Memang masih ada sedikit ganjalan dalam hal agama, tetapi kondisi kita masih lebih baik daripada negara di Timur Tengah,” kata Said.
Said menyebut, di negara-negara Islam Timur Tengah, perbedaan suku dan etnis masih menjadi ganjalan serius yang memicu perang saudara maupun perpecahan. Di Afganisman misalnya, meskipun hanya ada tujuh suku, perbedaan dan kepentingan politik membuat mereka perang saudara selama puluhan tahun. Demikian pula di Suriah, yang memiliki banyak aliran dan ideologi Islam. Di sana, faktor perbedaan masih menjadi pemicu perpecahan dan perang saudara. Indonesia harus bersyukur karena meskipun Islam menjadi agama mayoritas, ada ideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945 yang bisa menyatukan bangsa.
“Alhamdulillah, Indonesia tidak seperti itu. Ini harus kita syukuri dan jaga, bagaimana kita bangga pada budaya kita sendiri yang sebenarnya lebih unggul,” kata Said.
Said menambahkan, saat ini, salah satu tantangan berat yang dihadapi Indonesia adalah intoleransi, yang merupakan anak tangga pertama fanatisme, ekstremisme, dan terorisme. Selain itu, juga bagaimana mewujudkan keadilan bagi semua. Bagaimana agar kebijakan negara bisa berpihak pada rakyat kecil. Hal itu membutuhkan afirmasi dan perjuangan dari seluruh elemen masyarakat sipil.
“Mudah-mudahan bisa terus solid, bergandengan tangan, samakan pandangan dalam rangka mengawal keutuhan NKRI dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, menuju masyarakat adil dan makmur,” kata Said.
“Mudah-mudahan bisa terus solid, bergandengan tangan, samakan pandangan dalam rangka mengawal keutuhan NKRI dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, menuju masyarakat adil dan makmur”
Sementara itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Azyumardi Azra mengatakan, NU harus menjadi kekuatan yang solid bersama-sama ormas arus utama lainnya, seperti Muhammadiyah. Hal penting pertama yang perlu dilakukan ialah melakukan konsolidasi internal di tubuh NU. Selanjutnya, NU didorong lebih akomodatif, inklusif, dan dapat mengembangkan dialog intraumat Islam.
“Selama ini, yang kerap menjadi persoalan ialah konflik intraumat Islam. Adapun masalah degan antarumat beragama itu tidak terlalu kental. Masalah intraumat itu rentan terjadi, misalnya, yang terkait dengan isu-isu keagamaan, atau perbedaan dalam menyikapi kelompok-kelompok radikal,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Azyumardi, NU dan Muhammadiyah serta ormas-ormas lainnya harus lebih aktif dalam mengadakan dialog-dialog yang inklusif, melibatkan semua pihak, termasuk yang selama in dianggap berbeda atau menyimpang. “Dialog-dialog inklusif itu harus lebih sering dilakukan, terutama yang diinisiasi oleh ormas-ormas garis tengah seperti NU dan Muhammadiyah dengan merangkul kelompok lain, termasuk kelompok-kelompok yang nyeleneh. Dialog itu untuk menjembatani perbedaan dan membangun kesepahaman satu sama lain, serta menghilangkan kecurigaan sesama umat,” katanya.
Dua sayap Garuda
Secara terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadyah Abdul Mu’ti menuturkan, sebagai bagian dari refleksi ulang tahun Nu ke-95, ia melihat hubungan NU dan Muhammadiyah laksana dua sayap burung Garuda. Kedua sayap itu harus mengepak bersama agar Garuda terbang tinggi. Menurutnya, Muhammadiyah dan NU dapat lebih bersinergi dalam berbagai bidang.
Pertama, bidang keagamaan yaitu bagaimana kedua organisasi tersebut menyuarakan dan menyebarkan paham keagamaan yang moderat. “Sinergi ini penting karena di akar rumput, walaupun sudah sangat jarang, kadang masih terjadi gesekan antara warga Muhammadiyah dan NU,” ucapnya.
Kedua, sinergi bidang kebangsaan terutama yang terkait dengan penguatan demokrasi dan demokratisasi, anti korupsi, hak asasi manusia, penegakan hukum, dan masalah kebangsaan lainnya. Ketiga, sinergi bidang kemanusiaan dan pemberdayaan umat khususnya dalam bidang ekonomi.
“Selama ini, sudah berlangsung sinergi dan kerjasama Muhammadiyah dan NU dalam bidang kemanusiaan melalui humanitarian forum Indonesia (HFI), LAZISMU dengan LAZISNU, dan program kemanusiaan yang lainnya,” ujar Mu’ti.
Sekretaris Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Paulus Christian Siswantoko mengatakan, pihaknya turut bergembira dengan harlah NU ke-95. Momentum kali ini juga menjadi harapan kepada NU untuk tetap menjadi ormas yang mengajak masyarakat untuk menghidupi Pancasila, inklusif, menebarkan kasih, dan terbuka kepada seluruh umat beragama.
“Harapannya agar NU tidak berubah sejak didirikan, bahkan lebih meningkatkan lagi upaya-upaya yang menyejukkan melalui pemahaman Islam yang dapat diterima semua kalangan”
“Kami berharap kerja sama NU dengan KWI sebagai sesama ormas keagamaan bisa makin dieratkan. Selama ini, hubungan kedua lembaga sudah sangat baik, dan ke depannya agar kian ditingkatkan mengingat bangsa ini membutuhkan kebersamaan umat beragama dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Saat ini, kita tidak hanya menghadapi tantangan bencana alam, tetapi juga bencana non-alam berupa pandemi Covid-19, yang memerlukan kolaborasi dengan semua pihak,” ujarnya.
Baca Juga: Amanat Bung Karno pada Harlah NU
Bersama-sama dengan ormas agama lainnya, NU diharapkan tetap teguh dalam mengawal kebinekaan, dan mengantisipasi ekstremisme dalam beragama. “Semoga NU bersama-sama dengan elemen masyarakat lainnya menjadi inspirasi bagi kehidupan politik. Dengan demikian, kehidupan politik kita menjadi lebih bermartabat, memikirkan kesejahteraan umat beragama, dan memberikan perubahan positif dalam kehidupan bermasyarakat. Sudah menjadi tugas semua ormas untuk memberi pengaruh kepada pengambil kebijakan untuk memerhatikan kehidupan masyarakat yang plural,” katanya.
Juru bicara Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Philip Situmorang mengatakan, PGI mengucapkan selamat harlah NU ke-95. PGI menilai NU sebagai salah satu ormas Islam patut terus didukung untuk mengawal Republik ini, khususnya dalam menyebarkan rasa damai, dan menjaga hubungan antarelemen masyarakat agar saling menghargai. “Harapannya agar NU tidak berubah sejak didirikan, bahkan lebih meningkatkan lagi upaya-upaya yang menyejukkan melalui pemahaman Islam yang dapat diterima semua kalangan,” tuturnya.
Philip berharap, NU juga terus membangun dialog kebersamaan dengan semua elemen bangsa, mempererat relasi, dan bersama-sama menjawab tantangan kehidupan beragama di Indonesia.