Kejaksaan Tetapkan Delapan Tersangka Kasus PT Asabri
Setelah menyidik pengelolaan investasi PT Asabri periode 2012-2019 selama beberapa lama, Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan delapan tersangka dalam dugaan korupsi pengelolaan dana investasi perusahaan tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PT Asabri. Dari delapan orang itu, terdapat mantan Direktur Utama, Direktur, Direktur Keuangan, dan Kepala Divisi Investasi PT Asabri. Adapun, dua tersangka lainnya adalah terpidana kasus PT Jiwasraya yang telah divonis seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dua tersangka yang telah divonis itu adalah Benny Tjokro dan Heru Hidaya. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta 26 Oktober 2020 lalu, Benny dan Heru divonis hukuman seumur hidup karena dinilai terbukti sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Jiwasraya. Mereka juga diwajibkan membayar uang pengganti terbesar dalam kasus korupsi senilai Rp 16,8 triliun.
Dari delapan tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung, terdapat mantan Direktur Utama, Direktur, Direktur Keuangan, dan Kepala Divisi Investasi PT Asabri
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjutak dalam keterangan resmi, Senin (1/2/2021), mengatakan, salah satu dari delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut adalah ARD selalu Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011-2016. Dalam periode 2012-2016, ARD diduga membuat kesepakatan untuk mengatur dan mengendalikan transaksi dan investasi saham, dan reksadana PT Asabri melalui Dirut PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro. Kesepakatan itu merugikan PT Asabri dan menguntungkan Benny Tjokro secara pribadi, dan pihak-pihak yang terafiliasi dengannya.
Sementara itu, SW selaku Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016-Juli 2020, membuat kesepatan dengan Heru Hidayat selaku Direktur PT Trada Alam Minerba dan Direktur PT Maxima Integra, untuk mengatur dan mengendalikan transaksi dan investasi saham dan reksadana PT Asabri. Kesepakatan itu merugikan PT Asabri dan menguntungkan Heru Hidayat secara pribadi maupun pihak yang terafiliasi dengannya.
“Dua tersangka ini langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” kata Leonard.
Tersangka lain dalam kasus ini adalah BE selaku mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, serta HS selaku Direktur PT Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019. BE dan HS bertanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan investasi dan keuangan, serta berwenang menyetujui pengaturan dan pengendalian investasi saham dan reksadana PT Asabri yang dilakukan oleh Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Investasi saham dan reksadana itu dilakukan tanpa analisis fundamental dan teknikal sehingga merugikan PT Asabri. Menurut perhitungan sementara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), potensi kerugian negara dalam korupsi ini setidaknya mencapai Rp 23 triliun.
Nama-nama lain yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Kepala Divisi Investasi PT Asabri periode Juli 2012-Januari 2017 IWS, dan LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.
LP, Benny Tjokro, dan Heru Hidayat adalah pihak swasta yang mengatur transaksi saham dan reksadana dalam portofolio milik PT Asabri. Mereka memasukkan saham milik pribadi dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi portofolio milik PT Asabri.
Leonard menjelaskan LP, Benny Tjokro, dan Heru Hidayat adalah pihak swasta yang mengatur transaksi saham dan reksadana dalam portofolio milik PT Asabri. Mereka memasukkan saham milik pribadi dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi portofolio milik PT Asabri. Mereka juga mengendalikan transaksi serta investasi PT Asabri yang didasarkan atas kesepakatan dengan Direksi PT Asabri.
“Untuk empat orang tersangka ini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jambe, Tigaraksa, Tangerang,” kata Leonard.
Asal muasal kasus korupsi di PT Asabri diketahui pada tahun 2012-2019. Direktur Utama, Direktur Keuangan dan Kepala Divisi Investasi PT Asabri saat itu melakukan kesepakatan dengan pihak luar untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio PT Asabri. Kesepakatn dilakukan tanpa konsultan investasi atau manajer investasi, tetapi langsung kepada pihak pribadi yaitu HH, BTS, dan LP. Ketiganya kemudian memanipulasi saham menjadi tinggi, agar portofolio PT Asabri terlihat baik. Padahal, kenyataannya PT Asabri menjual saham dalam portofolionya dengan harga rendah.
Kemudian, setelah saham menjadi milik PT Asabri, tersangka HH, BTS, dan LP kembali mengendalikan dan mentransaksikan saham tersebut. Sejatinya, transaksi itu bersifat semu, tetapi dipermak sedemikian rupa, agar seolah-olah menjadi saham bernilai tinggi.
Seluruh kegiatan investasi PT Asabri pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan oleh PT Asabri tetapi seluruhnya dikendalikan oleh pihak luar yaitu HH, BTS, dan LP (Leonard Eben Ezer Simanjutak)
Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, kemudian ditransaksikan oleh HH, BTS, dan LP. Saham kemudian dibeli kembali oleh PT Asabri melalui mekanisme underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi di bawah kendali HH dan BTS.
“Dengan kata lain, seluruh kegiatan investasi PT Asabri pada kurun waktu 2012-2019 tidak dikendalikan oleh PT Asabri tetapi seluruhnya dikendalikan oleh pihak luar yaitu HH, BTS, dan LP,” tegas Leonard.
Kejaksaan Agung menjerat para tersangka dengan pasal berlapis. Untuk sangkaan primer, digunakan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun sangkaan subsider memakai Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.