Harapan Transformasi Polri bagi Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo
Setelah Jenderal (Pol) Listyo Sigit dilantik sebagai Kapolri di Istana Negara, pada Rabu siang akan ada serah terima jabatan Kapolri di Mabes Polri. Listyo diharapkan membawa perubahan positif bagi Polri dan masyarakat.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar, Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (27/1/2021) pagi. Banyak pihak menaruh harapan bahwa Listyo Sigit benar-benar menjadi sosok pembawa perubahan baik di internal institusi Polri maupun bagi masyarakat luas.
Setelah pada pagi hari Listyo Sigit dilantik di Istana Negara, selanjutnya, pada Rabu siang, akan ada prosesi serah terima jabatan Kapolri antara Jenderal (Pol) Idham Azis dan Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri. Idham Azis pensiun pada Februari 2021.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, Rabu (27/1/2021), mengatakan, harus diakui bahwa Listyo Sigit adalah sosok yang berbeda. Pemilihan Listyo Sigit telah mematahkan stigma yang selama ini berjalan di tubuh Polri, seperti terkait agama.
”Dengan dilantiknya menjadi Kapolri, diharapkan membawa paradigma baru di tubuh Polri, yaitu paradigma yang antidiskriminasi, dan Listyo menjadi ikonnya,” kata Neta.
Menurut Neta, terdapat tiga kebijakan di internal Polri yang dinilainya masih diskriminatif. Pertama adalah syarat menjadi kepala atau wakil kepala kepolisian daerah (kapolda/wakapolda) harus berpendidikan dari Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), ataupun Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI. Sementara pendidikan Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat I tidak diakui.
Berikutnya, lanjut Neta, selama ini perwira tinggi dari polisi wanita (polwan) Polri sulit menjadi kapolda. Padahal, jumlah penduduk perempuan di Indonesia saat ini lebih dari 55 persen. Dalam sejarah Polri, baru satu perempuan yang pernah menjadi kapolda, yakni Brigadir Jenderal (Pol) Rumiah Kartoredjo sebagai Kapolda Banten tahun 2008-2010.
Hal lainnya yang diharapkan diubah Kapolri baru adalah jenjang pendidikan perwira lulusan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) yang saat ini tidak bisa mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan tingkat Pertama (Sespimma), Sespimmen, ataupun Sespimti. Mereka diarahkan ke Diklatpim I, II, dan III.
Saat ini, rata-rata usia lulusan personel Polri dari SIPSS adalah 32 tahun dengan pangkat ajun komisaris polisi (AKP). Sementara untuk mengikuti pendidikan Diklatpim Tingkat I, terdapat syarat ketentuan usia anggota Polri minimal 47 tahun.
”Kami berharap Listyo Sigit, sebagai Kapolri baru, bisa melihat berbagai kebijakan yang bersifat diskriminatif di tubuh kepolisian. Ia harus mampu menjadi ikon antidiskriminasi,” ujar Neta.
Dalam kaitan dengan masyarakat luas, harapan disuarakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh. Pangeran mengapresiasi rencana Sigit untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan membentuk pengamanan swakarsa (pam swakarsa). Menurut Pangeran, rencana pembentukan pam swakarsa yang digagas Sigit berbeda dengan pam swakarsa yang pernah ada dan meninggalkan ingatan buruk.
”Jangan sampai pam swakarsa yang dibentuk ini kewenangannya kebablasan dan jangan sampai dijadikan alat kekuasaan yang akan berbenturan dengan kepentingan masyarakat umum yang justru akan menurunkan nilai demokrasi dan trust (kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah,” ujar Pangeran.
Terkait dengan tugas pemeliharaan ketertiban dan keamanan di masyarakat, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, operasionalisasi pam swakarsa akan selalu dikoordinasikan dan diawasi kepolisian. Selain itu juga berdampingan dengan kegiatan-kegiatan aparat kepolisian di lapangan. Dalam praktiknya hal tersebut nanti akan didukung teknologi informasi.