KPK mengidentifikasi, negara berpotensi rugi dalam pengadaan vaksin dan alat kesehatan lainnya untuk penanganan Covid-19. Hal itu dimungkinkan karena besarnya anggaran Covid-19 pada 2021 hingga Rp 169,7 triliun,
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Besarnya anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pemulihan bidang kesehatan, seperti pengadaan vaksin, perlu mendapatkan perhatian khusus. Komisi Pemberantasan Korupsi mengidentifikasi, negara berpotensi mengalami kerugian dalam pengadaan vaksin dan alat kesehatan lainnya untuk penanganan Covid-19.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pemulihan bidang kesehatan untuk tahun 2021 sebesar Rp 169,7 triliun. Vaksin dan penanganan Covid-19 mendapat pagu sebesar Rp 60,5 triliun.
Besarnya anggaran tersebut berpotensi diselewengkan. Senin (25/1/2021), tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dibantu tim Intelijen Kejaksaan Agung dan tim Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menangkap dua orang di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Mereka diduga menyuap oknum pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara terkait pengadaan alat pemeriksaan Covid-19 (RT-PCR), bahan medis habis pakai, dan reagen pemeriksaan Covid-19 (Kompas, 26/1/2021).
Melihat besarnya anggaran pemulihan kesehatan tersebut, KPK bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya, seperti BPKP, LKPP, serta instansi lainnya, terus mengawal. Mereka terus memberikan masukan terkait kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dalam pengadaan dan pendistribusian vaksin, termasuk alat kesehatan pendukung vaksin.
KPK bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya, seperti BPKP, LKPP, dan instansi lainnya, terus mengawal. Mereka terus memberikan masukan terkait kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dalam pengadaan dan pendistribusian vaksin, termasuk alat kesehatan pendukung vaksin.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan, proses pengadaan vaksin yang dilakukan dalam situasi pandemi menjadi tantangan bagi pemerintah, terutama mengingat anggaran yang dialokasikan sangat besar.
Beberapa permasalahan yang KPK identifikasi dalam pengadaan vaksin, antara lain terkait potensi kerugian negara karena vaksin yang dibeli, masih memiliki kemungkinan gagal uji klinis dan tidak dapat digunakan.
”Salah satunya karena proses pendistribusian vaksin yang membutuhkan perlakuan khusus. Tidak semua pemda mempunyai cold storage sehingga perlu diperhatikan proses pendistribusian vaksin ke daerah dengan memastikan terjamin cold-chain-nya,” kata Ipi saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Hal serupa juga terjadi pada pengadaan alat kesehatan pendukung vaksin. Ipi mengatakan, penunjukan langsung untuk pengadaan alat pendukung vaksinasi Covid-19 berpotensi menyebabkan benturan kepentingan dan tidak sesuai harga yang ada di pasaran.
Oleh karena itu, dalam pengadaan vaksin, KPK merekomendasikan agar pemerintah membuat komitmen dengan penyedia, tetapi tidak melakukan pembelian langsung dalam jumlah besar karena mengandung risiko kehilangan uang negara apabila terjadi kegagalan vaksin. Pembelian vaksin dalam jumlah besar direkomendasikan untuk menunggu selesai hasil uji klinis tahap tiga.
Rekomendasi lainnya yang juga disampaikan adalah agar Menteri Kesehatan melibatkan ahli, akademisi, dan organisasi profesi yang kredibel, independen, serta kompeten dalam menentukan jenis vaksin dan harga yang ditetapkan. Penetapan harga sebaiknya per periode dan tidak jangka panjang untuk mengantisipasi kemungkinan adanya fluktuasi harga pasar.
Ipi menambahkan, pemerintah agar meminta saran Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam penyusunan kontrak agar kedua belah pihak berada pada posisi yang setara dan tidak ada yang dirugikan apabila terjadi kondisi kahar di kemudian hari.
Terkait penunjukan langsung alat pendukung vaksinasi Covid-19, KPK merekomendasikan agar mengikuti ketentuan yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu dilakukan dengan metode pengadaan yang umum berlaku, seperti e-purchasing atau e-procurement apabila tidak memenuhi persyaratan penunjukan langsung.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan KPK pada 8 Januari lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku khawatir akan ada fraud ketika vaksin yang seharusnya gratis menjadi dijual secara gelap di pasaran. Risiko tersebut bisa terjadi karena orang yang mendapatkannya sudah ditentukan (Kompas.id, 8/1/2021).
Rentan dikorupsi
Alat kesehatan yang saat ini berisiko tinggi dikorupsi di antaranya vaksin dan alat tes Covid-19 seperti PCR.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni, mengatakan, alat kesehatan yang saat ini berisiko tinggi dikorupsi, di antaranya vaksin dan alat tes Covid-19 seperti PCR (polymerase chain reaction).
Alat kesehatan untuk penganan Covid-19 rawan dikorupsi karena minimnya transparansi anggaran. Menurut penelitian ICW, tidak ada informasi yang rinci mengenai penggunaan anggaran selain total anggaran yang direalokasikan dan direalisasikan. Informasi realisasi anggaran hanya ada informasi tanpa data pelengkap apa pun dan pembaruannya sangat jarang dilakukan.