Untuk atasi kesenjangan, gerakan wakaf uang nasional jadi salah satu terobosan. Namun, praktik pengelolaannya yang transparan, profesional, kredibel dan berdampak secara sosial ekonomi harus menjadi syarat utama.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial bisa dilakukan dengan gerakan yang berbasis solidaritas. Gerakan wakaf uang nasional dinilai menjadi salah satu terobosan untuk itu. Namun, praktik pengelolaan wakaf yang transparan, profesional, kredibel, dan berdampak secara sosial ekonomi menjadi syarat utama agar dapat mengurangi kesenjangan.
Pengembangan lembaga keuangan berbasis sistem wakaf berpotensi besar di Indonesia. Potensi aset wakaf per tahun bisa mencapai Rp 2.000 triliun, sedangkan potensi wakaf uang Rp 188 triliun.
”Karena itu, kita perlu memperluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi yang memberi dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat,” tutur Presiden Joko Widodo dalam peluncuran gerakan nasional wakaf uang dan peresmian jenama (brand) ekonomi syariah Senin (25/1/2021).
”Karena itu, kita perlu memperluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi yang memberi dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat.”
Acara ini diselenggarakan secara luring dan daring. Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Ma\'ruf Amin serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir dari Istana Negara, Jakarta. Selain itu, hadir pula Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Ketua Dewan Wakaf Nasional Prof M Nuh, dan Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri Hery Gunardi secara daring.
Peluncuran gerakan nasional wakaf uang ini diharap tak hanya meningkatkan literasi dan edukasi mengenai ekonomi dan keuangan syariah. Presiden Jokowi menginginkan hal ini sekaligus menjadi upaya memperkuat kepedulian dan solidaritas sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial di Indonesia.
Lebih lagi, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar semestinya mampu memberi contoh praktik pengelolaan wakaf yang transparan profesional, kredibel, bisa dipercaya dan berdampak positif pada kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Bahkan, pengelolaan wakaf bisa menggerakkan ekonomi nasional khususnya di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Untuk transformasi pengelolaan wakaf ini, menurut Wapres Amin, diperlukan nazir atau pihak yang menerima benda wakaf serta pengelola wakaf yang kompeten dan berkualitas. Standardisasi dengan uji kompentensi harus ada.
”Para nazir harus memiliki komite investasi yang dapat memutuskan investasi yang aman dan menguntungkan dalam pengelolaan wakaf uang, sekaligus para nazir juga harus amanah dalam menjaga kepercayaan dari para wakif (pemberi wakaf),” tuturnya.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) bisa mengawasi dan membina lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) dan para nazir. Wapres Amin juga berharap BWI bisa menjadi regulator pelaksanaan wakaf di Indonesia.
Selain itu, pengelolaan wakaf uang perlu mempercepat adaptasi teknologi digital. Penyediaan aplikasi yang memudahkan pembayaran wakaf, mendapatkan informasi investasi dan imbal hasil wakaf, serta penyaluran dan penerima manfaat wakaf harus terfasilitasi dengan baik melalui aplikasi pada perangkat digital.
Investasi sukuk
Badan Wakaf Indonesia dan para nazir wakaf uang pada 2020 telah memobilisasi wakaf uang dan menginvestasikannya pada Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Saat ini sudah terkumpul Rp 54 miliar dalam bentuk CWLS. Imbal hasil CWLS digunakan untuk membiayai beragam program sosial.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, sampai 20 Desember 2020, total wakaf tunai yang terkumpul melalui dan dititipkan di bank adalah Rp 328 miliar. Adapun proyek-proyek yang dilakukan berbasis wakaf sudah mencapai Rp 597 miliar.
Usaha ini sejalan dengan peningkatan instrumen pembiayaan berbasis syariah yang diminati masyarakat baik di Indonesia dan dunia. Karena itu, surat berharga syariah nasional (SBSN) yang dihubungkan dengan proyek-proyek terus ditingkatkan.
Tahun ini, proyek-proyek yang didanai SBSN sudah lebih dari Rp 27 triliun dan tersebar di sebelas kementerian. Tahun 2013, menurut Sri Mulyani, hanya satu kementerian yang menggunakan SBSN dalam mendanai proyeknya.
Indeks literasi
Secara umum, ekonomi syariah juga berpotensi besar untuk dikembangkan. Bukan hanya negara-negara berpenduduk Muslim, melainkan negara, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang pun mengembangkannya. Indonesia, menurut Presiden Jokowi, perlu menangkap peluang dan mengakselerasi pengembangan ekonomi syariah. Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi pusat rujukan ekonomi syariah global.
Namun, masih banyak pekerjaan rumah untuk menuju ke sana. Indeks literasi ekonomi syariah di Indonesia masih sangat rendah, yakni 16,2 persen. Rantai nilai halal pada sektor riil juga masih harus ditata.
”Namun, masih banyak pekerjaan rumah untuk menuju ke sana. Indeks literasi ekonomi syariah di Indonesia masih sangat rendah, yakni 16,2 persen. Rantai nilai halal pada sektor riil juga masih harus ditata.”
Industri keuangan syariah mulai diperkuat dengan membangun satu bank syariah terbesar. Pertengahan Desember lalu, tiga bank syariah-BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri dimerger. Nama baru perusahaan ini adalah PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Target saya, Februari ini bisa diselesaikan,” kata Presiden Jokowi.
Bank wakaf mikro juga dikembangkan di berbagai tempat. Selain itu, lembaga dan badan infak sedekah juga diperkuat.
Untuk mengatasi rendahnya literasi keuangan syariah tersebut, kata Sri Mulyani, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah menginisiasi peluncuran brand ekonomi syariah. Harapannya, gerak literasi edukasi dan sosialisasi bisa dilakukan secara bersama, masif, dan inklusif. Fokusnya pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat akan ekonomi syariah.
”Brand ekonomi syariah ini bisa digunakan seluruh kementerian/lembaga dan para pemangku yang bergerak di ekonomi dan keuangan syariah pada setiap produk, kegiatan, dan kampanye yang dilakukan,” tutur Sri Mulyani lagi.