Formalitas dan Soliditas Calon Kapolri
DPR telah menyetujui Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi Kepala Polri. Tantangan mewujudkan transformasi kepolisian menuju ”Polri presisi” di depan mata. Soliditas internal Polri menentukan pencapaiannya
Tinggal selangkah lagi, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan menjadi kepala Polri. Tinggal menanti pelantikan oleh Presiden Joko Widodo. Proses pencalonan Listyo terbilang sangat mulus. Puja-puji anggota DPR dan kehadiran sederet pejabat tinggi korps Bhayangkara pun tak lepas dari tontonan.
Dukungan bulat dari sembilan fraksi di DPR didapati Listyo Sigit dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), Rabu lalu (20/1/2021). Sebenarnya, hal itu tak begitu mengherankan. Pasalnya, sejak awal, sejumlah fraksi telah menunjukkan nada positif terhadap pengajuan nama Listyo sebagai calon tunggal kapolri, yang diajukan Presiden Joko Widodo.
“Sebaiknya memang pembahasan calon kapolri itu cepat untuk menghindari berkepanjangannya potensi intrik-intrik dan rivalitas di internal Polri,” ujar Taufik Basari, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem.
Harapan DPR itu pun terkabul. Nama Listyo disetujui di dalam rapat paripurna DPR, Kamis (21/1). Itu artinya hanya delapan hari setelah surat presiden berisi nama calon kapolri diterima DPR. Adapun, menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, DPR memiliki waktu 20 hari untuk menyetujui atau menolak usulan calon kapolri.
Baca juga: Tantangan dan Harapan Calon Kapolri Baru
Banjir pujian
Kembali lagi saat proses uji kelayakan dan kepatutan. Dari sembilan juru bicara fraksi yang diberikan kesempatan untuk bicara, semuanya menyampaikan pujian terhadap konsep "Polri Presisi", yang ditawarkan Listyo. Presisi itu diartikan Polri yang prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
Dari sembilan juru bicara fraksi yang diberikan kesempatan untuk bicara, semuanya menyampaikan pujian terhadap konsep "Polri Presisi", yang ditawarkan Listyo
Makalah yang dibuat oleh Sigit setebal 120 halaman bahkan dipuji sebagai makalah calon kapolri terbaik yang pernah ada. “Ini adalah makalah terbaik sepanjang zaman ini. Sempurna menurut kajian kami. Tidak bisa kita pungkiri, hasil-hasilnya sangat sistematis dan membawa kita berpikir bagaimana polisi ke depan memperbaiki kepentingan-kepentingan yang ada di tengah masyarakat,” ucap Supriansa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, yang disambut sorak sorai rekan-rekannya di ruang komisi.
Komisi III lainnya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Safaruddin mengatakan, Listyo adalah gambaran calon kapolri milenial yang keren. “Saya berikan apresiasi bahan fit and proper test ini luar biasa. Ini memberikan gambaran calon kapolri milenial, karena sekarang kita sudah memasuki era milenial. Ini keren,” ucapnya.
Pujian juga disampaikan oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Achmad Dimyati Natakusumah. Wakil dari partai oposisi itu menyebut Listyo sebagai sosok cerdas, bertangan dingin, dan memiliki rekam jejak yang baik. Listyo pernah menjadi kapolsek, kapolres, kapolda, hingga kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), serta kepala Bareskrim Polri
“Terkait promoter (pofesional, modern, terpercaya), yang diganti dengan presisi (prediktif, responsibilitas, dan tranparansi berkeadilan), saya kasih nilai sembilan. Makalahnya sangat bagus, dan saya senang membacanya,” kata Achmad.
Pujian itu memang tepat dialamatkan kepada makalah buatan Listyo, karena makalah itu mengupas secara detail konsep transfromasi menuju polisi presisi yang menjadi program Listyo. Makalah itu dilengkapi dengan data-data, hingga hasil survei.
Namun, penting untuk dicatat, pembuatan makalah yang dijalani oleh Listyo dalam seleksi calon kapolri kali ini sedikit berbeda dengan mekanisme yang biasanya dilakukan oleh DPR.
Biasanya, calon kapolri atau calon pejabat negara lainnya yang diuji oleh Komisi III DPR hanya diberi waktu dua jam untuk mengerjakan makalah di ruangan komisi. Selanjutnya, makalah itu langsung diserahkan kepada pimpinan komisi.
Baca juga: Jalan Listyo Sigit Jadi Kapolri Bakal Mulus
Proses itu juga yang terjadi saat Komisi III menggelar ujian pembuatan makalah bagi calon anggota Komisi Yudisial (KY), Desember 2020. Para calon hanya punya waktu dua jam mengerjakan makalah. Alhasil, saat uji kelayakan dan kepatutan dilakukan esok harinya, sejumlah anggota Komisi III menyoroti belum optimalnya makalah yang dibuat oleh calon anggota KY, karena tidak bisa mewadahi semua konsep pikiran mereka dengan detail.
Kondisi itu agaknya berbeda dengan mekanisme yang dihadapi oleh Listyo, karena dia dibolehkan mengerjakan makalah di ruang kerjanya sendiri. Batasan waktu pun menjadi abu-abu, karena tidak ada yang dapat memastikan makalah 120 halaman itu benar-benar dikerjakan tuntas dalam waktu dua jam oleh Listyo.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, keputusan untuk menggelar pembuatan makalah di ruangan Listyo, dan bukan di ruangan komisi, karena mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.
Pertanyaannya, mengapa hal yang sama tidak berlaku saat pembuatan makalah calon anggota KY, Desember lalu? Padahal, ketika itu juga dalam kondisi pandemi.
Dukungan bagi Listyo juga semakin terlihat dari begitu cepatnya Komisi III dalam mengambil keputusan menyetujui Listyo. Setelah Listyo menyelesaikan paparan dan menjawab semua pertanyaan dewan, rapat hanya ditunda sekitar setengah jam untuk diisi makan siang dan jumpa pers. Lalu, rapat dilanjutkan kembali dengan mendengar pandangan mini fraksi, dan diakhiri dengan persetujuan terhadap pencalonan Sigit sebagai kapolri.
Formalitas belaka
Terlepas dari persetujuan yang telah diberikan oleh DPR, sejumlah hal perlu dicermati dalam mekanisme seleksi calon kapolri oleh DPR. Peneliti Forum Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, mekanisme pemilihan calon kapolri cenderung bersifat formalitas semata.
Alasannya, selain calon yang diajukan presiden tunggal, pengujian materi yang dilakukan oleh anggota Komisi III DPR pun tidak menampilkan kelayakan dan kepatutan seorang calon menjadi kapolri. Yang terjadi hanya bersifat pendalaman.
“Melalui fit and proper test ini, DPR hanya menjadi lembaga pemberi legitimasi saja akhirnya, karena tidak ada proses pemilihan. Idealnya, ketika mekanisme disebut sebagai fit and proper test, ada lebih dari satu calon, sehingga ada pembanding mana yang layak dan patut sebagai cakapolri,” tutur Lucius.
DPR hanya menjadi lembaga pemberi legitimasi saja akhirnya, karena tidak ada proses pemilihan. Idealnya, ketika mekanisme disebut sebagai fit and proper test, ada lebih dari satu calon, sehingga ada pembanding mana yang layak dan patut sebagai cakapolri (Lucius Karus)
Menurut Lucius, karena calon hanya satu, seolah-olah calon itulah yang akan terpilih sebagai kapolri. Akhirnya, semua pihak kemudian mengelu-elukan calon yang diserahkan oleh presiden. Harapan rakyat untuk menggali lebih jauh soal konsep, visi-misi, dan program calon kapolri itu tidak terjadi.
"Sia-sia juga mereka menggali pertanyaan lebih serius karena mereka tahu orang itu yang disetujui sebagai kapolri,” ucapnya.
Lucius juga mengkritisi mekanisme pembuatan makalah yang tidak dilakukan di ruang komisi, melainkan di ruang kerja Listyo. Kondisi itu menyebabkan sulit untuk mengukur kemampuan Listyo dalam menuangkan konsep pemikirannya. Seharusnya, proses itu dilakukan di ruang yang terbuka.
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Desmond J Mahesa seakan naik pitam ketika Kompas mengonfirmasi soal segala proses yang hanya sebatas formalitas itu. "Kalau ini formalitas, memang formalitas, kenapa? Kalau dari pandangan semua fraksi tidak ada yang mempermasalahkan," ujarnya.
Menurut dia, seluruh mekanisme telah dijalani sebagai bagian dari ketentuan undang-undang. Makalah yang dipaparkan Listyo pun dianggap merupakan jawaban atas masalah-masalah yang terjadi hari ini.
“Tinggal bagaimana calon kapolri bisa menjalankan secara maksimal,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Adies Kadir sependapat dengan Desmond bahwa proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap Listyo telah berjalan sebagaimana mestinya. Semua perwakilan fraksi pun telah menyampaikan pertanyaan yang tajam atas paparan Listyo.
Soliditas
Dalam proses seleksi calon kapolri kali ini, rupanya dukungan tidak hanya diberikan oleh DPR. Namun, para senior Listyo di Polri juga menunjukkan satu hal yang menguatkan dorongan DPR untuk menyetujui Listyo, yakni soliditas. Soliditas itu diwujudkan dengan kehadiran mereka ke DPR untuk menemani Listyo.
Bahkan, hadir pula beberapa pesaing Listyo di DPR, seperti Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Agus Andrianto, serta Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri Komjen Arief Sulistyanto. Nama-nama itu sebelumnya ikut diajukan ke Presiden oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai calon kapolri.
Tradisi baik ini juga dilakukan langsung oleh Kapolri Idham Azis, yang akan pensiun awal Februari ini. Ia datang satu mobil bersama Listyo saat hendak ke DPR.
Idham mengatakan, dirinya ingin memberikan pelajaran kepada generasi Polri bahwa pergantian kepemimpinan Polri adalah keniscayaan. Ini juga memberi gambaran bahwa regenerasi di institusi Polri berjalan dengan baik dan mulus.
Tradisi baru "mengantar calon kapolri baru" ini harus ditumbuhkembangkan sehingga menjadi pembelajaran bagi generasi Polri berikutnya
Menurut Idham, tradisi baru "mengantar calon kapolri baru" ini harus ditumbuhkembangkan sehingga menjadi pembelajaran bagi generasi Polri berikutnya. ”Jadi, di dalam internal solid,” tuturnya.
Listyo pun mengamini pernyataan Idham. Di instansi Polri kini tidak pernah ada lagi masalah terkait penyalonan kapolri. "Kalau kemudian muncul isu Polri tidak solid, saya kira tidak benar," ucapnya.
Agus Andrianto, saat dikonfirmasi mengenai kehadirannya, membenarkan bahwa kedatangan para pejabat utama Polri, juga para senior maupun junior di uji kelayakan dan kepatutan Listyo memberi pesan kepada publik bahwa Polri solid.
Ia juga menyinggung sedikit persoalan makalah yang dipaparkan Listyo. Menurut Agus, makalah tersebut disusun oleh Listyo bersama tim yang dibentuknya. Tim itu merupakan perwakilan terbaik dari setiap angkatan Akademi Kepolisian (Akpol), termasuk angkatan Agus, yakni lulusan Akpol 1989.
"Semua yang dipaparkan Pak Sigit itu nanti menjadi orientasi tugas jajaran Polri ke depan," kata Agus.
Kini, Listyo telah menjadi kapolri terpilih. Tantangan transformasi kepolisian di depan mata. Dalam bekerja, ia tentu memerlukan bantuan dan dukungan dari internal Polri. Selamat menjaga kepercayaan publik, Jenderal.