Hiendra Soenjoto Didakwa Suap Eks Sekretaris MA Nurhadi Rp 45,7 Miliar
Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto didakwa memberikan suap sebesar Rp 45,72 miliar kepada bekas sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Suap untuk mengurus dua perkara hukum di pengadilan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto didakwa jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan suap sebesar Rp 45,72 miliar kepada bekas sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Uang tersebut diberikan Hiendra melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, untuk mengurus dua perkara hukum.
Pernyataan tersebut disampaikan jaksa penuntut umum KPK, NN Gina Saraswati, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (22/1/2021).
”Terdakwa Hiendra pada 2014 sampai 2016 telah memberikan uang sejumlah Rp 45.726.955.000 kepada penyelenggara negara, yaitu Nurhadi, selaku Sekretaris Mahkamah Agung tahun 2012 sampai 2016 melalui Rezky Herbiyono,” kata Gina seperti dikutip dari surat dakwaan KPK.
Dalam surat dakwaan disebutkan, dugaan pemberian suap itu dilakukan Hiendra agar Nurhadi dan Rezky mengupayakan pengurusan perkara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN). Perkara tersebut terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi yang terletak di Jakarta Utara.
Suap juga diberikan dalam pengurusan perkara gugatan melawan Azhar Umar terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT MIT.
Terkait gugatan PT MIT melawan PT KBN, pada 27 Agustus 2010, Hiendra melalui kuasa hukumnya, Mahdi Yasin, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN.
Pada 16 Maret 2011, PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan PT MIT dan menyatakan bahwa perjanjian sewa menyewa depo kontainer tetap sah dan mengikat serta menghukum PT KBN untuk membayar ganti rugi material kepada PT MIT sebesar Rp 81,7 miliar.
Terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut, PT KBN mengajukan banding. Pada 1 November 2011, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jakarta Utara sehingga PT KBN mengajukan kasasi.
Pada 29 Agustus 2013, MA menyatakan, pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo kontainer tersebut sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp 6,8 miliar secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
Hiendra meminta bantuan Rezky untuk mengurus perkara tersebut. Pada 22 September 2014, Hiendra mengajukan gugatan kedua kepada PT KBN di PN Jakarta Utara. Selanjutnya, Nurhadi dan Rezky mengupayakan penundaan eksekusi. Akan tetapi, gugatan kedua dan peninjauan kembali yang diajukan Hiendra ditolak. Namun, Nurhadi melalui Rezky tetap menjanjikan akan mengupayakan pengurusan perkara tersebut.
Adapun gugatan melawan Azhar Umar terkait perubahan komisaris PT MIT. Hiendra menghubungi Nurhadi melalui Rezky untuk mengurus perkara tersebut. Atas upaya yang dilakukan Nurhadi dan Rezky, PN Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan Azhar.
Azhar melakukan banding, tetapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menolak gugatan dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat. Azhar melakukan kasasi ke MA dan Hiendra mendesak kembali Nurhadi serta Rezky mengupayakan agar terdakwa dimenangkan.
Atas perbuatannya tersebut, Hiendra diancam pidana sesuai Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sama seperti Nurhadi dan Rezky, Hiendra sempat menjadi buronan KPK sejak Februari 2020. Ia baru berhasil ditangkap KPK pada Oktober 2020 di salah satu apartemen di daerah Tangerang Selatan.
Adapun Nurhadi dan Rezky telah didakwa menerima uang suap dari Hiendra. Selain itu, keduanya diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 37,287 miliar dari pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Seusai jaksa membacakan surat dakwaan, kuasa hukum Hiendra, Andrea Rynaldo, menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan. Sidang dengan agenda penyampaian eksepsi menurut rencana akan digelar pada Rabu (27/1/2021).