DPR Diharapkan Dalami Reformasi di Tubuh Kepolisian
Setelah penetapan Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai calon kapolri, DPR diharapkan mendalami jalannya reformasi di Polri saat melakukan ”fit and proper test”, termasuk penguatan keadilan restoratif.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan mendalami jalannya reformasi dalam tubuh Kepolisian Negara RI saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon kepala Polri, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pekan depan. Di sisi lain, penguatan peran kepolisian dalam praktik keadilan restoratif juga diharapkan menjadi fokus pendalaman anggota DPR.
Menurut rencana, rangkaian seleksi terhadap calon kapolri akan dilakukan DPR, pekan depan, di Jakarta. Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Pangeran Khairul Saleh, Jumat (15/1/2021), mengatakan, uji kelayakan dan kepatutan calon kapolri dijadwalkan dilakukan pada Rabu (20/1/2021) di Jakarta.
Sehari sebelumnya, Selasa, Listyo terlebih dulu akan mengikuti ujian penulisan makalah di DPR. Adapun kunjungan ke rumah calon kapolri ditiadakan. Pasalnya, kondisi Covid-19 tidak memungkinkan orang bertamu dalam jumlah banyak ke kediaman seseorang.
”Proses fit and proper test akan dilaksanakan pada Selasa dan Rabu. Adapun kunjungan ke rumah kami tiadakan karena memang salah satu pertimbangannya ialah kondisi Covid-19. Terkait dengan penelusuran kekayaan dan keuangan calon kapolri, kami sudah melakukan rapat dengar pendapat umum dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Penjelasan dari PPATK menyimpulkan keuangan calon kapolri yang diperiksa 2011-2021 clear dan wajar,” ujarnya.
Proses fit and proper test akan dilaksanakan pada Selasa dan Rabu. Adapun kunjungan ke rumah kami tiadakan karena memang salah satu pertimbangannya ialah kondisi Covid-19. Terkait dengan penelusuran kekayaan dan keuangan calon kapolri, kami sudah melakukan rapat dengar pendapat umum dengan PPATK. Penjelasan dari PPATK menyimpulkan keuangan calon kapolri yang diperiksa 2011-2021 clear dan wajar.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, DPR memiliki waktu 20 hari untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan nama calon kapolri yang diajukan presiden, yakni sejak surat presiden (surpres) diterima DPR. Surpres itu diterima pimpinan DPR, Rabu lalu.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin mengatakan, DPR terikat dengan mekanisme tata tertib dan UU yang berlaku. Usulan presiden itu tidak serta-merta disetujui oleh DPR. Menurut rencana, DPR juga baru membacakan surpres usulan nama calon kapolri itu dalam sidang paripurna, Senin pekan depan. ”Kami terikat dengan mekanisme tatib dan UU yang berlaku, yakni maksimal 20 hari, DPR memiliki kewenangan untuk menjawab, apakah menyetujui ataukah tidak menyetujui,” ujarnya.
Terkait dengan sosok calon kapolri yang diusulkan Presiden, Azis menyebutkan, DPR berharap kapolri terpilih bisa memperkuat profesionalitas di tubuh institusi Polri, mengayomi dan melindungi masyarakat dengan proporsional dan ideal, sebagaimana diatur dalam UU No 2/2002.
Azis mengatakan pro dan kontra terkait pengusulan Listyo Sigit, antara lain karena ia melompati dua angkatan di kepolisian, sebagai hal yang biasa. Lompat angkatan sebelumnya juga terjadi ketika Presiden memilih Tito Karnavian sebagai kapolri. Tito membuktikan kepemimpinannya dapat mengayomi internal Polri maupun bekerja sama dengan eksternal Polri. Hal serupa diharapkan dapat dilakukan oleh Listyo Sigit.
”Polri di bawah kepemimpinan Pak Sigit tentu bisa bersikap secara profesional, dapat mengayomi masyarakat dan merasa terlindungi bagi masyarakat,” katanya.
Usung reformasi kepolisian
Perhatian publik kini mengarah kepada DPR. Oleh karena itu, DPR juga harus konsen melihat harta kekayaan calon kapolri, dan apakah yang bersangkutan pernah terlibat dalam pelanggaran HAM dan korupsi. Rekam jejak semacam itu harus pula memperhatikan data yang dikumpulkan oleh PPATK dan KPK.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, reformasi di tubuh kepolisian perlu dilakukan, terutama untuk mencegah penggunaan kekuasaan yang eksesif. Oleh karena itu, dalam uji kelayakan dan kepatutan, pekan depan, DPR diharapkan mendalami visi dan misi calon kapolri terkait hal ini. ”Calon kapolri harus dipastikan dapat menahan diri menggunakan kekuatan-kekuatan, termasuk hukum pidana atau kriminalisasi, sebagai alat pembungkaman,” katanya.
Erasmus menambahkan, kapolri ke depan harus bersikap transparan dan akuntabel. Sejumlah kasus, seperti peristiwa Km 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, idealnya di masa depan harus direspons dengan lebih transparan dan akuntabel. Hal lain yang perlu didalami DPR, lanjut Erasmus, sikap calon kapolri terkait dengan keadilan restoratif (restorative justice).
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman, berpendapat, sekalipun Presiden mengajukan calon tunggal, bukan berarti DPR terikat harus menyetujui usulan tersebut. Dalam proses uji kelayakan dan kepatutan, DPR harus tetap mendengarkan publik dan memperhatikan secara serius rekam jejak calon kapolri.
”Perhatian publik kini mengarah kepada DPR. Oleh karena itu, DPR juga harus konsen melihat harta kekayaan calon kapolri, dan apakah yang bersangkutan pernah terlibat dalam pelanggaran HAM dan korupsi. Rekam jejak semacam itu harus pula memperhatikan data yang dikumpulkan oleh PPATK dan KPK,” katanya.