Didakwa Memperkaya Diri, Pauline Maria Lumowa Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mulai menyidangkan perkara pembobolan kas Bank BNI yang rugikan negara hingga Rp 1,2 triliun dengan terdakwa Maria Pauline Lumowa. Ia didakwa melakukan korupsi dan pencucian uang.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah kasusnya terkatung-katung selama lebih kurang 18 tahun karena kabur dari Indonesia, pelaku pembobolan kas Bank BNI 46 Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, akhirnya dibawa ke persidangan. Maria Pauline Lumowa didakwa memperkaya diri dan korporasi sehingga mengakibatkan kerugan keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun.
Pembobolan kas untuk kepentingan pribadi dan korporasi tersebut dilakukan melalui pencairan fasilitas surat kredit atau letter of credit (L/C) fiktif yang terjadi pada 2003.
Hal itu diungkapkan jaksa penuntut umum Sumidi dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pencairan fasilitas surat kredit fiktif Bank BNI yang diselenggarakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (13/1/2021). Pauline disebutkan sebagai pemilik atau pengendali dari PT Sagred Team dan Gramarindo Group.
Pembobolan kas untuk kepentingan pribadi dan korporasi tersebut dilakukan melalui pencairan fasilitas surat kredit atau letter of credit (L/C) fiktif yang terjadi pada 2003.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Pauline sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan dengan saksi Adrian Waworuntu, Jane Iriany Lumowa, Koesadiyuwono, Edy Santoso, Ollah Abdullah Agam, Adrian Pandelaki Lumowa, Titik Pristiwati, Aprila Widharta, dan Richard Kountul pada kurun 2002-2003. Masing-masing telah diajukan di persidangan dan terbukti bersalah dan telah memperoleh putusan hukum tetap.
”Terdakwa meminta kepada para direktur perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 Cabang Kebayoran Baru sehingga seolah-olah perusahaan tersebut mengadakan kegiatan ekspor,” kata jaksa.
Pauline kabur ke Singapura pada 2003. Namun, ia berhasil dibawa ke Indonesia setelah proses ekstradisi dari Serbia selesai pada Juli 2020.
Jaksa menyebutkan, berdasarkan permintaan terdakwa, setiap perusahaan membuka rekening giro dan mengajukan pencairan dana dengan menyerahkan L/C bersama dokumen pendukung kepada Bank BNI 46. Ternyata dokumen-dokumen itu fiktif.
Atas perbuatannya, Pauline didakwa pasal berlapis, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama.
Pauline juga didakwa dengan dakwaan kedua, yakni Pasal 3 Ayat (1) Huruf a UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002 subsider Pasal 6 Ayat (1) Huruf a, b UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Putusan Andi ditunda
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sedianya juga menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa kasus pengurusan fatwa bebas Joko Tjandra, yakni Andi Irfan Jaya. Namun, pada siang hari, sidang tersebut ditunda.
Ketika dikonfirmasi, penasihat hukum Andi, M Nur Sal, mengatakan, sidang ditunda menjadi Senin mendatang. Dia mengaku tidak tahu alasan sidang tersebut ditunda. Sebelumnya, Andi dituntut pidana penjara selama 2,5 tahun oleh penuntut umum.
”Saya kurang tahu. Tadi hakimnya langsung menunda hari Senin,” kata M Nur Sal.