2021, RI Targetkan Anggota Pengawas Pencucian Keuangan dan Pendanaan Terorisme
Indonesia belum menjadi anggota Badan Pengawas Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme atau FATF. Karena itu, pemerintah RI bertekad tingkatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia bertekad untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme atau TPPT agar bisa tergabung dalam Financial Action Task Force atau FATF. Di antara negara peserta kelompok ekonomi dunia atau 20 negara-negara maju atau G-20, Indonesia satu-satunya yang belum masuk dalam FATF. Tahun 2021 ini diharapkan Indonesia bisa diterima sebagai peserta FATF.
Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara ”Koordinasi Tahunan dan Arahan Presiden Republik Indonesia Mengenai Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT Tahun 2021”. Acara diadakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kamis (14/1/2021), secara daring dan luring di Jakarta.
Selain Menkeu, hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Wakil Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Aparat penegak hukum, kementerian terkait program pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT, serta sektor swasta ikut hadir memberikan evaluasi dan masukan.
Sri Mulyani mengatakan, Indonesia adalah satu-satunya dari negara G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Hingga tahun 2020, Indonesia baru sebatas sebagai negara pengamat (observer) dalam FATF. Kepesertaan Indonesia sebagai observer itu akan dievaluasi pada Maret 2021 nanti. Diharapkan, pada tahun 2021, Indonesia dapat diterima sebagai anggota resmi FATF.
Indonesia adalah satu-satunya dari negara G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Hingga tahun 2020, Indonesia baru sebatas sebagai negara pengamat (observer) dalam FATF. Kepesertaan Indonesia sebagai observer itu akan dievaluasi pada Maret 2021 nanti. Diharapkan, pada tahun 2021, Indonesia dapat diterima sebagai anggota resmi FATF.
FATF adalah badan pengawas pencucian uang dan pendanaan teroris global. Ada lebih dari 200 negara yang menjadi peserta FATF. Badan pengawas global ini membuat kebijakan dan mendorong kemauan politik untuk mewujudkan reformasi dan peraturan nasional pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. FATF juga membuat rekomendasi berupa standar FATF untuk pencegahan kejahatan terorganisasi, korupsi, dan terorisme.
”Untuk dapat menjadi anggota FATF perlu dukungan dari semua pemangku kepentingan agar peranan observer ini bisa ditingkatkan. Sebab, akan ada evaluasi pada 1-17 Maret 2021. Apabila diterima, Indonesia bisa menerapkan standar internasional yang terkoordinasi untuk mencegah TPPU dan terorisme,” tutur Sri Mulyani.
Bahu-membahu
Presiden Joko Widodo secara spesifik mengatakan, seluruh pemangku kepentingan diminta bahu-membahu menjaga integritas sistem keuangan negara. Sistem keuangan negara diharapkan kuat terhadap gangguan ekonomi. PPATK juga diminta untuk mendukung upaya pemerintah dalam menyalurkan bantuan dan stimulus dalam rangka program pemulihan ekonomi 2021. PPATK diminta ikut melakukan pengawasan melekat atas penyaluran bantuan dan stimulus tersebut.
”Kami harapkan PPATK berperan lebih besar untuk mendukung sistem keuangan yang kondusif bagi pembangunan nasional, baik untuk memberantas korupsi yang semakin canggih maupun antisipasi tindak pidana terorisme,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, selain menelusuri transaksi keuangan mencurigakan, PPATK juga diminta ikut aktif menelusuri rekam jejak transaksi keuangan pejabat publik. Pengisian jabatan aktif pejabat publik membutuhkan rekam jejak transaksi keuangan yang bersih. Ini dalam upaya pencegahan korupsi dan meningkatkan integritas pejabat.
Presiden Jokowi juga meminta komitmen dan konsistensi dari aparat penegak hukum dalam hal pencegahan maupun pemberantasan TPPU dan TPPT. Di bidang terorisme, sektor publik dan privat diminta membuat terobosan agar membuat sistem yang memberikan efek jera. Satgas yang ada diminta dioptimalkan untuk pencegahan.
Berbagai langkah upaya meminimalisasi
Ketua PPATK Dian Ediana Rae menuturkan, PPATK telah melakukan berbagai upaya bersama dengan pemangku kepentingan di dalam rezim antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia sebagaimana diatur UU No 8 Tahun 2010 maupun UU No 9 Tahun 2013, antara lain Lembaga Pengawas Pengatur (LPP), aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan pihak pelapor. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam menerapkan standar internasional sesuai Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF).
Di bidang tindak pidana korupsi, hasil analisis dan pemeriksaan PPATK masih didominasi kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintahan, kepala daerah, dan BUMN. Modus utamanya terkait penerimaan gratifikasi atau suap, perizinan, dan pengadaan barang dan jasa. Penelusuran transaksi keuangan menunjukkan peran professional money launderer dalam membantu proses pencucian uang dari harta hasil tindak pidana korupsi. Mereka memanfaatkan perbedaan peraturan perundang-undangan di Indoensia dengan peraturan perundang-undangan negara lain (regulatory arbitrage), termasuk rekayasa keuangan dan rekayasa hukum.
Koordinasi tahunan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT 202 adalah upaya untuk menyamakan persepsi dan memelihara semangat rezim antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Pertemuan tersebut sangat strategis karena saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 dan menjalankan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Adapun di bidang terorisme, kegiatan terorisme tidak dapat dilepaskan dari aktivitas pendanaan yang dilakukan para pelaku terorisme. Secara keseluruhan, masih banyak ditemukan pola transaksi penggalangan dana baik melalui media sosial yang dilakukan oleh individu maupun organisasi yang digunakan untuk mendukung aksi terorisme baik di dalam dan di luar negeri. PPATK mencatat jumlah donasi yang siginifikan ke luar negeri yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme di Irak dan Suriah. Selain itu, PPATK juga membantu dalam penelusuran dana organisasi yang dilarang oleh pemerintah.
”Untuk meningkatkan kecepatan dan efektivitas penanganan tindak pidana pendanaan terorisme, PPATK bersama stakeholder terkait membentuk Satuan Tugas Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT), serta membangun platform sistem pertukaran informasi pendanaan terorisme,” kata Dian.
Lebih jauh, Airlangga Hartarto mengatakan, koordinasi tahunan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT 202 adalah upaya untuk menyamakan persepsi dan memelihara semangat rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Pertemuan tersebut sangat strategis karena saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 dan menjalankan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Program tersebut membutuhkan kesungguhan dan biaya besar. Dalam APBN 2020 belanja untuk PEN sebesar Rp 583,8 triliun. Sementara pada 2021, pagu anggaran sebesar Rp 372,3 triliun.
”Melalui pertemuan koordinasi tahunan ini, Komite TPPU meminta dukungan kepada presiden atas penetapan dua RUU yang dapat memperkuat rezim antipencucian uang dan terorisme, yaitu RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang diharapkan menjadi program legislasi nasional 2021,” kata Airlangga.