DPR menargetkan pembahasan RUU Pemilu dapat diselesaikan tahun ini. Saat ini draf RUU Pemilu masih harus diharmonisasi oleh Badan Legislasi DPR. Harmonisasi RUU ini menjadi fokus Baleg pada masa sidang ketiga ini.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harmonisasi dan sinkronisasi Rancangan Undang-Undang Pemilu menjadi fokus penyelesaian Badan Legislasi DPR dalam masa sidang ketiga 2020-2021. Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi itu dilakukan untuk mengejar agar RUU Pemilu bisa segera dibahas bersama dengan pemerintah.
Dalam rapat penentuan agenda Baleg DPR masa sidang ketiga 2020-2021, Selasa (12/1/2021), di Jakarta, para anggota Baleg setuju menjadikan RUU Pemilu itu sebagai prioritas. Salah satu alasannya adanya kebutuhan cepat bagi RUU Pemilu untuk dibahas dengan pemerintah. Di satu sisi, draf RUU Pemilu yang telah diterima Baleg sejak awal Desember 2020 juga telah mengalami perbaikan.
Para anggota Baleg DPR setuju menjadikan RUU Pemilu itu sebagai prioritas. Salah satu alasannya adanya kebutuhan cepat bagi RUU Pemilu untuk dibahas dengan pemerintah.
Sebelumnya, Baleg DPR keberatan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap RUU Pemilu karena ada beberapa pasal menyangkut enam isu krusial yang masih bersifat alternatif atau operasional. Alternatif atau opsi itu diajukan oleh masing-masing partai politik (parpol) sesuai dengan kepentingan mereka dalam pengaturan enam isu krusial. Enam isu krusial itu ialah keserentakan pemilu, parliamentary threshold (ambang batas suara untuk diikutkan dalam penghitungan kursi), presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden), district magnitude (besaran daerah pemilihan/dapil), sistem pemilu, dan sistem konversi suara.
”Sekarang sudah tidak ada masalah karena draf yang kami terima sudah tidak merupakan multiple choice (alternatif/opsional). Sudah menjadi satu draf yang utuh. Oleh karena itu, ini, kan, tinggal harmonisasi. Nanti kami jadwalkan selama tujuh hari, dengan dua hari di antaranya kami mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan ahli,” kata Willy Aditya, Wakil Ketua Baleg, yang memimpin rapat, Selasa.
Dengan masa persidangan ketiga yang hanya satu bulan, Baleg DPR harus menetapkan target dan fokus yang realistis dalam pembahasan RUU. Selain RUU Pemilu, Baleg DPR juga menyetujui akselerasi dalam harmonisasi dan sinkronisasi RUU Keolahragaan yang diajukan oleh Komisi X DPR. Adapun RUU Pemilu diusulkan oleh Komisi II DPR.
Selain RUU Pemilu, Baleg DPR juga menyetujui akselerasi dalam harmonisasi dan sinkronisasi RUU Keolahragaan
Dalam harmonisasi dan sinkronisasi, Baleg tidak berwenang mengubah substansi draf RUU. ”Kami hanya melakukan kajian yang dibantu tenaga ahli, tetapi untuk mengubah substansi tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, ketika draf RUU Pemilu masih berupa alternatif, kami keberatan membahasnya karena kalau ada perubahan terhadap draf itu yang dilakukan oleh Baleg, kami bisa dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun, karena ini sudah tidak lagi berupa alternatif, ini bisa segera kami bahas,” ucapnya.
Willy optimistis dengan waktu yang relatif cepat, yakni tujuh hari, RUU Pemilu dapat diharmonisasikan. Dua hari RDPU yang dialokasikan di dalam harmonisasi RUU Pemilu, menurut dia, tidak akan menyita waktu. Demikian halnya dalam pembahasan di panitia kerja, Baleg tidak akan mengulang yang sudah dibahas di Komisi II.
”Kami hanya memberikan pandangan terkait pembenahan serta pendalaman terkait enam isu krusial,” katanya.
Di dalam draf RUU Pemilu yang diterima Baleg, parliamentary threshold disepakati secara berjenjang, yakni 5 persen untuk DPR RI, 4 persen untuk DPR provinsi, dan 3 persen untuk DPR kabupaten/kota. Adapun untuk presidential threshold tetap 20 persen seperti UU Pemilu saat ini. Demikian juga untuk metode konversi suara yang masih menggunakan metode sainte lague.
Untuk besaran dapil disepakati 308 kursi setiap dapil. Selain itu, sistem pemilu disepakati tetap menggunakan proporsional terbuka. Adapun untuk keserentakan pemilu, draf RUU Pemilu mengatur ada ada jenis pemilu, yaitu pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu nasional terdiri dari pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu anggota DPR, pemilu anggota DPD, serta pemilu anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, yang semuanya diselenggarakan secara bersamaan (lima kotak). Pemilu daerah terdiri dari pemilu gubernur dan wakil gubernur, pemilu bupati dan wakil bupati, serta pemilu wali kota dan wakil wali kota yang diselenggarakan bersamaan.
Draf RUU Pemilu mengatur ada ada jenis pemilu, yaitu pemilu nasional dan pemilu daerah.
Masih bisa berubah
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, draf yang diserahkan kepada Baleg itu masih bisa berubah di dalam pembahasan dengan pemerintah. ”Itu hanya draf yang kami harapkan jadi satu alternatif sehingga bisa secepatnya diharmonisasikan oleh Baleg. Setelah itu, RUU Pemilu dapat ditetapkan sebagai inisiatif DPR dan dikirim ke Presiden untuk dimintakan respons berupa daftar inventarisasi masalah (DIM). Nanti saat pembahasan DIM dengan pemerintah, draf itu masih bisa berubah,” katanya.
Draf tersebut telah dibicarakan antara pimpinan Komisi II DPR dan setiap ketua kelompok fraksi (kapoksi) di Komisi II DPR. ”Ego dari setiap fraksi dihilangkan dulu karena ini, kan, baru draf saja. Nanti soal substansi dapat berkembang di dalam pembahasan dengan pemerintah,” ujarnya.
Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin, mengatakan, dari enam isu krusial yang ada di RUU Pemilu, pembahasan soal parliamentary threshold diduga akan memerlukan waktu lebih karena perdebatan yang biasanya akan alot. Kendati demikian, ia mendorong percepatan pembahasan RUU Pemilu itu agar dapat segera dijadikan landasan hukum bagi pilkada dan pemilu selanjutnya.
”RUU Pemilu ini urgent supaya tahun ini bisa selesai sehingga tahun depan bisa berjalan sesuai agenda pemilu,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pihaknya menargetkan tahun ini RUU Pemilu dapat tuntas. Pertimbangannya karena RUU itu juga mengatur pilkada sehingga ada konsekuensi pengaturan anggaran bagi daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2022.
”Mereka harus menganggarkan pilkada paling lambat akhir 2021 supaya 2022 bisa jalan tahapannya. Karena itu, landasan hukumnya, yaitu RUU Pemilu, kami upayakan selesai tahun ini juga,” ujarnya.