Lanjutkan Agenda Reformasi Kepolisian, PR Kapolri Baru
Salah satu pekerjaan rumah kepala Polri adalah melanjutkan agenda reformasi Polri untuk meningkatkan profesionalisme Polri dalam menjaga keamanan dan menegakkan hukum.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan agenda reformasi Kepolisian Negara RI dan peningkatan profesionalisme Polri menjadi tugas kepala Polri ke depan. Kapolri juga diharapkan menjunjung dan menerapkan hak asasi manusia dalam kerja Polri sehari-hari.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, Selasa (5/1/2021), mengatakan, figur kepala Polri yang diperlukan ke depan adalah sosok yang dapat melanjutkan agenda reformasi Polri untuk meningkatkan profesionalisme Polri dalam menjaga keamanan ataupun menegakkan hukum. Dalam konteks itu, terdapat banyak tantangan baru yang menuntut sosok kepala Polri yang dapat menyiapkan rencana dan strategi ke depan.
Figur kepala Polri yang diperlukan ke depan adalah sosok yang dapat melanjutkan agenda reformasi Polri untuk meningkatkan profesionalisme Polri dalam menjaga keamanan ataupun menegakkan hukum.
Salah satu hal yang krusial untuk dilakukan adalah membuat rencana strategis Polri dalam mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Terbitnya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu lebih didetailkan menjadi panduan teknis di lapangan.
”Perkap Nomor 8 Tahun 2009 sebenarnya sangat umum karena mengadopsi berbagai instrumen HAM internasional ke dalam kerja kepolisian. Bagaimana kemudian perkap itu bisa diimplementasikan ke petunjuk yang lebih teknis sehingga bisa diterapkan unit-unit kepolisian,” tutur Wahyudi.
Peningkatan profesionalisme Polri lainnya adalah membuat model sistem merit yang dapat menjadi panduan mencari seseorang untuk menduduki posisi tertentu di Polri. Terkait dengan hal itu, pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional, Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri, dan institusi lain diperlukan.
DPR diharapkan mencari sosok kepala Polri yang mampu menangani potensi kejahatan di masa depan, yakni kejahatan siber atau kejahatan yang timbul dari perkembangan teknologi informasi.
Terkait dengan proses pemilihan kepala Polri yang melibatkan politisi di DPR, Wahyudi berharap agar DPR tetap berpegang pada kebutuhan reformasi dan pengembangan internal Polri. DPR juga diharapkan mencari sosok kepala Polri yang mampu menangani potensi kejahatan di masa depan, yakni kejahatan siber atau kejahatan yang timbul dari perkembangan teknologi informasi.
Secara terpisah, peneliti senior Imparsial dan pegiat di Centra Initiative, Al Araf, berpandangan, proses pergantian kepala Polri oleh Presiden perlu dilakukan secara obyektif dengan mempertimbangkan kompetensi, rekam jejak, serta aspek kepemimpinannya. Meski pengangkatan kepala Polri merupakan kewenangan Presiden, penting bagi Presiden untuk mendengarkan masukan dan saran dari masyarakat.
Menurut Al Araf, selain kompetensi dan rekam jejak, calon kepala Polri haruslah sosok yang mau mendengarkan dan membuka diri pada berbagai kelompok masyarakat. Dengan demikian, diperlukan sosok yang mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan.
Selain itu, kepala Polri ke depan diharapkan menjadikan HAM sebagai dasar pelaksanaan tugas dan fungsi Polri dengan menjadikan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Perkap No 8/2009 sebagai dasar Polri.
”Karena sejatinya polisi itu bekerja untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat,” ujar Al Araf.
Selain kompetensi dan rekam jejak, calon kepala Polri haruslah sosok yang mau mendengarkan dan membuka diri pada berbagai kelompok masyarakat.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane berpandangan, terdapat warisan dua warisan utang bagi kepala Polri baru untuk dituntaskan. Keduanya adalah kasus pembunuhan satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah, yang diduga dilakukan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan penembakan yang menewaskan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek.
”Ketidakmampuan menuntaskan kasus Sigi adalah kegagalan Jenderal Idham Azis sebagai mantan petinggi Detasemen Khusus 88 Antiteror yang selama ini sangat agresif memburu teroris. IPW berharap menjelang pensiunnya Idham Azis sebagai Kapolri, kelompok Ali Kalora ini bisa ditangkap,” kata Neta.
Selain itu, menurut Neta, kasus terbunuhnya enam anggota laskar FPI juga belum tuntas hingga saat ini. Jika tidak dituntaskan segera, kedua kasus itu dapat menjadi masalah baru yang rumit di kemudian hari.
Kapolri yang baru nantinya diharapkan dapat segera melakukan konsolidasi di internal Polri agar jajaran kepolisian bisa fokus untuk menuntaskan kasus tersebut. Kapolri baru juga perlu melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk membantu Polri menuntaskan kasus tersebut.
Sebelumnya, Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan, Kompolnas belum menyerahkan nama-nama calon Kapolri kepada Presiden. Saat ini, Kompolnas sedang melakukan finalisasi terkait hal itu.