BKN memastikan, PPPK dan PNS memiliki hak yang sama sebagai ASN, baik dalam gaji, tunjangan, level, maupun jabatan. Pimpinan instansi pun tak dapat memberhentikan PPPK dengan semena-mena. Ada aturan yang harus diikuti,
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO / RINI KUSTIASIH / DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana (tengah) memberikan penjelasan soal skema perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Selasa (5/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan instansi tidak bisa dengan semena-mena memutus kontrak pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Sebab, PPPK merupakan bagian dari aparatur sipil negara yang proses pemberhentiannya harus melalui prosedur dan penilaian yang obyektif.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Selasa (5/1/2021), mengatakan, perjanjian kerja itu bukan hanya perjanjian batas waktu, melainkan berkaitan dengan target-target kinerja yang harus dicapai PPPK. Jika PPPK bisa memenuhi target-target kinerja dengan baik, mereka tak perlu merasa khawatir untuk diberhentikan oleh pimpinan instansi atau pejabat pembina kepegawaian (PPK).
”Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran bagi PPPK untuk diberhentikan semena-mena. Itu akan ada aturan yang ketat dalam penilaian kinerja PPPK,” ujar Bima.
Tidak perlu ada kekhawatiran bagi PPPK untuk diberhentikan semena-mena. Itu akan ada aturan yang ketat dalam penilaian kinerja PPPK. (Bima Haria Wibisana)
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan PPPK. Karena itu, keduanya memiliki kedudukan tugas dan tanggung jawab yang setara.
Bima menegaskan, pemberhentikan ASN pun tidak mudah karena semua memiliki prosedur dan berdasarkan penilaian yang obyektif. Namun, ia berharap, hal tersebut tidak dijadikan PPPK bekerja di zona nyaman. Sama halnya dengan PNS, jika PPPK tidak memenuhi target-target kinerjanya, mereka bisa mendapatkan hukuman disiplin sesuai UU ASN.
”Untuk menilai kriteria kinerja PPPK guru secara obyektif, tentu ada tambahan-tambahan aturan yang akan diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudyaaan,” ucap Bima.
Adapun, pada 2021 pemerintah akan merekrut 1 juta guru dengan status PPPK. Perekrutan 1 juta guru PPPK ini difokuskan untuk menyelesaikan permasalahan guru honorer.
Pada 2021, pemerintah akan merekrut 1 juta guru dengan status PPPK. Perekrutan 1 juta guru PPPK ini difokuskan untuk menyelesaikan permasalahan guru honorer.
Sistem perekrutan
Bima menjelaskan, melalui skema perekrutan PPPK ini, pelamar tak terikat batas usia maksimum 35 tahun, seperti yang berlaku dalam perekrutan PNS. Jika seseorang memenuhi syarat, dapat mengisi jabatan PPPK pada posisi yang diinginkan. Dengan begitu, calon PPPK tak harus memulai karier dari bawah dan bisa fokus pada peningkatan kompetensi.
”Jadi, tak harus jabatan fungsional jenjang pertama, lalu bertahap naik ke jabatan fungsional jenjang muda dan seterusnya, seperti yang diberlakukan PNS. Jadi, PPPK ini bisa lompat, tidak harus naik bertahap, seperti PNS,” kata Bima.
Duradin (51), guru SDN 1 Kaliwulu (kiri), bersama Dede Juhadi (36), guru SDN 1 Astapada, saat ditemui di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (20/11/2020). Duradin merupakan guru honorer yang telah mengabdi 31 tahun, sedangkan Dede mengajar delapan tahun terakhir.
Bima melanjutkan, hingga saat ini, tidak tertutup kemungkinan bagi pemerintah untuk tetap membuka formasi CPNS untuk guru. Namun, pola perekrutan tersebut kemungkinan akan dilakukan secara terbatas demi menjamin keberlangsungan pendidikan. Yang dimaksud keberlangsungan pendidikan adalah di sekolah dibutuhkan posisi manajerial yang harus diisi guru PNS.
”Untuk itu, ke depan pemerintah akan tetap membuka sesuai dengan kebutuhan dari posisi manajerial yang kosong di sekolah,” tutur Bima.
Hak setara
Di samping itu, Bima menegaskan, PPPK dan PNS saat ini memiliki hak yang sama sebagai ASN. Hak itu berupa gaji dan tunjangan sesuai dengan level dan kelompok jabatan. Pengaturan mengenai gaji dan tunjangan PPPK pun telah diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK.
PPPK dan PNS saat ini memiliki hak yang sama sebagai ASN. Hak itu berupa gaji dan tunjangan sesuai dengan level dan kelompok jabatan.
Untuk hak-hak perlindungan PPPK, mereka juga memiliki hak yang sama dengan PNS, seperti hak cuti, hak pengembangan kompetensi, perlindungan jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, hingga bantuan hukum.
Kompas/Priyombodo
Wirda, guru honorer sejak tahun 2017, mengajar siswa kelas I di SD Negeri Larangan Selatan 02, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (13/2/2020).
Yang berbeda antara PNS dan PPPK, menurut Bima, adalah sistem pensiun. Saat ini, sistem pensiun PPPK masih menggunakan sistem pay-as-you-go (manfaat pasti). Dengan sistem ini, mereka membayar iuran yang sangat kecil. Lalu, mereka akan mendapat tunjangan hari tua yang dibayarkan sekaligus dan juga mendapat uang pensiun bulanan yang jumlahnya tidak memadai.
Karena itu, saat ini, pemerintah tengah menggodok aturan untuk mengubah sistem pensiun tersebut sehingga tidak ada perbedaan kesejahteraan yang signifikan antara PNS dan PPPK. Sistem pensiun pay-as-you-go (manfaat pasti) akan diubah menjadi fully-funded (iuran pasti). Lewat sistem fully-funded ini, ASN akan membayar iuran sebesar persentase dari pendapatannya (take home pay), bukan dari gaji. Dengan begitu, uang pensiunnya akan mendapatkan besaran yang lebih baik dari sistem pay-as-you-go.
”Nah, sistem fully-funded sekarang ini masih disusun peraturan pemerintahnya. Dan diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama, peraturan pemerintah ini bisa segera dilaksanakan,” ucap Bima.
Pemahaman keliru
Hingga akhir Desember 2020, target usulan formasi guru melalui jalur PPPK masih jauh dari target. Kemungkinan besar, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) akan memperpanjang waktu agar pemerintah daerah bisa mengusulkan tambahan formasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kemenpan dan RB Teguh Widjinarko mengatakan, usulan formasi guru PPPK dari pemda dibuka sejak Agustus hingga 31 Desember 2020. Dalam masa itu, sesuai target dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan ada 1 juta formasi guru PPPK.
Proses ini membutuhkan kerja sama dengan pemda agar memasukkan usulan ke Kemenpan dan RB. Data tersebut nantinya akan dicek dan divalidasi. Kemenpan dan RB, BKN, serta Kemendikbud juga telah melakukan sosialisasi agar pemda segera mendata usulan formasi dan kebutuhan guru.
”Untuk perkembangan terbarunya hingga 31 Desember, saya belum dapat datanya, karena staf di bagian itu banyak yang terpapar Covid-19 sehingga unit ditutup sementara. Namun, hingga pertengahan Desember, baru ada 174.077 formasi,” ujar Teguh.
Salah satu kendala masih kurangnya usulan dari pemda adalah karena masih ada pemahaman yang keliru terkait guru PPPK, terutama soal alokasi anggaran.
Teguh mengamini bahwa salah satu kendala masih kurangnya usulan dari pemda adalah karena masih ada pemahaman yang keliru terkait guru PPPK, terutama soal alokasi anggaran. Masih banyak pemda yang mengira guru PPPK digaji melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, Kementerian Keuangan sudah mengatakan bahwa perekrutan guru PPPK akan didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Gaji guru calon PNS ataupun PPPK yang lolos tahun 2021 akan dikirim dari APBN melalui transfer umum.
”Sosialisasi itu sebenarnya sudah dilakukan berbagai stakeholder, baik Kementerian Keuangan, Kemendikbud, maupun Kementerian Dalam Negeri, sejak November. Namun, mungkin belum sampai ke kepala daerah sehingga masih ada pemahaman yang keliru,” papar Teguh.
DOKUMENTASI PRIBADI
Aswanto (42), guru honorer di SD Negeri 13 Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, mengajarkan siswanya di rumah mereka.
Karena usulan formasi dari pemda masih jauh dari target, kemungkinan besar Kemenpan dan RB akan memperpanjang waktu perekrutan guru PPPK. Namun, secara resmi hal itu belum diputuskan.
Kemenpan dan RB masih harus memvalidasi data terakhir yang masuk. Kemenpan dsn RB juga tidak memiliki target kuota minimal berapa usulan yang harus masuk di tahun 2020. Jika kebutuhan di 2020 belum terpenuhi, perekrutan akan dilanjutkan pada tahun-tahun selanjutnya.
Jaminan kesejahteraan
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, status PNS bagi guru harus dipandang sebagai upaya negara untuk menghadirkan jaminan kesejahteraan dan karier bagi para guru. Dengan demikian, mereka bisa secara penuh mencurahkan hidup mereka untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menjadi tauladan bagi peserta didik.
Berangkat dari pemikiran itu, kata Huda, skema Pekerja Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) sebenarnya tidak cocok untuk para guru. Dengan skema ini, mereka setiap tahun harus dievaluasi dan sewaktu-waktu bisa mendapatkan pemutusan hubungan kerja jika dinilai tidak mumpuni.
Ia pun berharap jalur PPPK itu tidak dijadikan alat legitimasi untuk menutup jalur PNS bagi guru. Jalur PPPK harus dibaca sebagai upaya terobosan untuk memperbaiki nasib guru honorer yang tidak kunjung diangkat menjadi PNS.
”Pemerintah tidak bisa begitu saja beralibi jika skema PPPK sudah jamak dilakukan di banyak negara maju. Bahkan PPPK di negara-negara tersebut begitu mendominasi dibandingkan PNS dengan perbandingan 30 persen banding 70 persen. Komposisi itu harus dikontekstualisasikan dengan kondisi Indonesia. Apakah memang cocok atau membutuhkan afirmasi. Jika komposisi tersebut memang cocok, pertanyaan lebih jauh apakah guru termasuk tepat diambil dari pegawai kontrak,” tutur Huda.
Menurut Huda, output guru itu bukan produk atau dokumen yang bisa diukur secara matematis. Hasil didikan guru itu adalah skill sekaligus karakter dari peserta didik.
”Jika mereka dengan mudah diambil dan dibuang karena status kontrak, bisa dibayangkan bagaimana output peserta didik kita di masa depan,” ujarnya.