Saat tasyakuran Hari Lahir ke-48 PPP, Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa menunjuk Arwani Thomafi sebagai Sekjen PPP. Suharso juga berencana membagi tiga kelompok kepengurusan PPP untuk tujuan Pemilu 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP Suharso Monoarfa menunjuk Arwani Thomafi sebagai Sekretaris Jenderal PPP periode 2020-2025. Arwani bersama pengurus Dewan Pimpinan Pusat PPP lain yang akan segera diumumkan dalam waktu dekat diminta menyukseskan kerja-kerja elektoral menghadapi Pemilu 2024.
”Saya sebut satu orang, yaitu Sekjen PPP periode 2020-2025 yang usianya 42 tahun, Arwani Thomafi,” kata Suharso saat Tasyakuran Hari Lahir ke-48 PPP yang disiarkan secara daring, Selasa (5/1/2020).
Arwani merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat PPP dari daerah pemilihan Jawa Tengah III yang meliputi Blora, Grobogan, Pati, dan Rembang. Pada Pemilu 2019, raihan suaranya di urutan ketiga terbanyak di antara anggota legislatif PPP lainnya, dengan perolehan suara 77.724 suara, di bawah Achmad Baidowi dan Amir Uskara.
Setelah ditunjuk sebagai Sekjen PPP, Wakil Ketua Komisi II DPR itu akan mundur dari jabatannya di parlemen dan fokus di kepengurusan partai. Sebelumnya, Sekjen PPP dijabat Arsul Sani. Arsul saat ini menjabat Wakil Ketua MPR.
Suharso mengatakan, kepengurusan PPP yang lain akan segera diumumkan dalam waktu dekat. Kepengurusan dibagi menjadi tiga kelompok, pertama kelompok organisasi dan manajemen partai yang mengelola dan menggerakkan mesin partai hingga tingkat terbawah.
Kedua, kelompok yang bisa memberikan pandangan-pandangan kepada publik, pandangan-pandangan yang dapat dinilai atau dianggap publik menjadi panutan, topik pembicaraan utama, dan bisa mengenalkan, mendorong, memperluas, serta menyosialisasikan partai dalam berbagai isu.
Ketiga, kelompok kegiatan yang bertugas mempertahankan eksistensi partai dengan kerja-kerja elektoral dalam menyongsong Pemilu 2024. Mereka diharapkan bisa mengembalikan suara PPP di kantong-kantong suara yang dulu pernah dikuasai.
”Kader-kader yang tidak masuk dalam kepengurusan kami tawarkan untuk duduk sebagai calon legislatif (caleg) karena itu jauh lebih penting,” ucap Suharso.
Kepengurusan tersebut secara berkala tiap enam bulan diminta bekerja merencanakan daerah pemilihan yang menjadi sasaran pada Pemilu 2024, daftar panjang caleg, dan daftar pendek caleg yang akan bertarung dalam Pemilu Legislatif 2024.
”Yang penting sekarang bagaimana kita bisa lolos ambang batas parlemen 2024. Sebuah pekerjaan raksasa yang luar biasa berat, apalagi jika ambang batas parkemen dinaikkan menjadi 5 atau 7 persen,” kata Suharso.
Suharso mengingatkan agar kerja elektoral dapat dilakukan dengan efektif. Sebab, dalam evaluasinya, perolehan suara PPP tidak efektif jika dikonversikan menjadi kursi di parleman di metode Sainte-Laguë yang digunakan saat ini.
Untuk mendapatkan satu kursi, PPP harus memperoleh suara di atas 320.000 suara, lebih tinggi dibandingkan rata-rata parpol lain yang berkisar 250.000 hingga 300.000 suara. Ada parpol lain yang suaranya 1,5 kali lipat dari PPP, tetapi bisa dikonversi menjadi 3 kali lipat kursi PPP. ”Kita banyak suara, tetapi tidak banyak efektif dikonversi menjadi kursi,” kata Suharso.
Untuk mencapai target 11 juta suara yang ditargetkan dalam Muktamar PPP, pihaknya bekerja sama dengan konsultan politik, PolMark Indonesia, pimpinan Eep Saefulloh Fatah hingga 2024. PolMark secara berkala akan melakukan survei tiap enam bulan untuk mengetahui posisi PPP dalam konstelasi politik nasional. Adapun dalam survei yang dilakukan pada November 2020, elektabilitas PPP 4,3 persen dengan margin of error 1,6 persen.
Sebelumnya, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, Arya Fernandes, mengatakan, penyusunan pengurus baru DPP PPP harus selektif. Ini agar pengurus dapat bekerja optimal membesarkan partai.
Namun, kata Arya, tekad Suharso agar pengurus tidak merangkap jabatan sebagai anggota legislatif akan menghadapi risiko resistensi di internal PPP. Pasalnya, selama ini orang jadi pengurus partai antara lain dengan tujuan memperoleh kesempatan menjadi anggota legislatif, baik pusat maupun daerah.
”Kecuali jika PPP dijalankan seperti perusahaan. Jadi, pengurusnya digaji atau mendapat insentif khusus, dan mereka tak perlu berpikir untuk jadi anggota legislatif, karena benar-benar fokus mengurus partai,” katanya (Kompas, 26/12/2020).