Kasus pembobolan kas BNI Kebayoran Baru tahun 2003 dengan tersangka Maria Pauline Lumowa belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Padahal, proses hukum sudah dilakukan sejak Maria dipulangkan pemerintah, awal Juli lalu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pembobolan kas Bank Negara Indonesia atau BNI Cabang Kebayoran Baru tahun 2003 dengan tersangka Maria Pauline Lumowa belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Padahal, proses hukum oleh aparat sudah dilakukan sejak buron selama 17 tahun tersebut berhasil dipulangkan pemerintah, awal Juli lalu. Lambatnya penanganan kasus ini pun menuai pertanyaan dari sejumlah pihak.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Selasa (29/12/2020), mengatakan, pelimpahan tahap II berkas perkara Maria Pauline Lumowa sudah sejak 6 November lalu. Selain berkas perkara penyidikan, tersangka dan barang bukti diserahkan pula kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
”Sudah dilimpahkan tahap II sejak November lalu,” ujar Argo. Saat ini, prosesnya adalah penyusunan berkas dakwaan oleh jaksa penuntut umum di Kejati Jakarta.
Saat ditanyakan kepada Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Nirwan Nawawi, ia belum dapat berkomentar terkait perkembangan penanganan kasus Maria Pauline. ”Saya cek dulu, ya,” ujar Nirwan melalui pesan singkat.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi mengatakan, apabila berkas perkara telah dilimpahkan tahap II artinya proses penyidikan di kepolisian sudah selesai. Oleh karena itu, berkas perkara, alat bukti, dan tersangka juga dilimpahkan ke kejaksaan. Di masa itu, penuntut umum menyusun dakwaan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun penyidik.
Sesuai aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jangka waktu penahanan yang boleh dilakukan penuntut umum paling lama 20 hari, dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Dalam rentang waktu itu, penuntut umum sudah harus melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. Apabila perkara belum dilimpahkan ke pengadilan, dan jangka waktu 50 hari terlewati, tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
”Kalau dibandingkan dengan kasus lain, seperti Joko S Tjandra, Maria Pauline Lumowa ini ditangkap lebih dulu. Namun, mengapa sampai sekarang belum disidangkan. Padahal, Joko Tjandra yang ditangkap belakangan sudah disidangkan,” kata Abdul.
Maria Pauline Lumowa dipulangkan dari Serbia ke Tanah Air pada 9 Juli lalu. Ia menjadi buronan sejak 2003 karena menjadi tersangka kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun. Adapun Joko Tjandra, buronan kasus Bank Bali tahun 2009, ditangkap Bareskrim Polri di tempat pelariannya di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 30 Juli lalu.
Abdul mengatakan, penanganan perkara itu sangat lamban karena sebenarnya dari sudut pandang teknis hukum sudah jelas. Berkas pun sudah dilimpahkan tahap II dari penyidik. Artinya, barang bukti dalam perkara tersebut sudah jelas. Dia pun mempertanyakan apa yang menjadi kendala dalam penyusunan dakwaan sehingga perkara terlalu lama disidangkan.
Padahal, lamanya proses hukum itu juga berkaitan dengan rasa keadilan dari sudut pandang pelaku tindak pidana. Peradilan adalah proses pencarian alat bukti atas tindak pidana yang didakwakan. Penuntut umum memiliki kewajiban melekat untuk membuktikan dakwaannya. Bagi pelaku, mereka memiliki hak agar perkara dapat secara cepat diadili untuk membuktikan kesalahannya. Adapun bagi masyarakat, proses peradilan terhadap terdakwa korupsi adalah bentuk keadilan. Sebab, korupsi yang dilakukan itu telah merugikan keuangan negara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, juga mempertanyakan lambatnya penanganan kasus Maria. Sebab, kasus itu sudah muncul pada 2003. Dengan demikian, seharusnya penegak hukum tidak membutuhkan waktu lama untuk menangani kasus itu dan segera melimpahkannya ke pengadilan.
Kecepatan penuntasan proses hukum, ditekankan Kurnia, penting untuk memberikan kepastian hukum bagi tersangka. Selain itu, penting pula bagi masyarakat karena akan memberikan kepastian hukum terhadap penyelesaian perkara korupsi.