Mahkamah Konstitusi diminta untuk menyiapkan sarana prasarana sidang pemeriksaan perkara sengketa pilkada dengan mengutamakan model dalam jaringan (daring). Kerumunan massa pendukung pasangan calon perlu diantisipasi
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pelaksanaan sidang perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2020 oleh Mahkamah Konstitusi diharapkan mengutamakan metode dalam jaringan. Kerumunan massa perlu diantisipasi untuk mencegah munculnya kluster penularan Covid-19 sekaligus menghindari konflik antarpendukung.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Suroso dihubungi dari Jakarta, Senin (28/12/2020) mengatakan, MK akan menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring) sebagai salah satu upaya mencegah penularan Covid-19. Penentuan sidang secara daring maupun luring tersebut bergantung pada masing-masing perkara dan keputusan Majelis Hakim.
“Saat mengikuti sidang luring, semua yang ada di ruang sidang wajib menunjukkan hasil tes usap antigen negatif yang masih berlaku maksimal tiga hari,” katanya.
MK akan menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring) sebagai salah satu upaya mencegah penularan Covid-19
Meskipun demikian, pihaknya mengantisipasi adanya kerumunan saat pelaksanaan sidang luring. Orang yang berada di ruangan sidang akan sangat dibatasi dan protokol kesehatan akan selalu diutamakan. Majalis Hakim akan meminta penggugat agar tidak membawa massa pendukung, meskipun hanya berada di luar gedung MK.
“Kami berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengelola dan mencegah kerumunan saat persidangan,” ucap Fajar.
Adapun hingga Senin petang, daftar permohonan perkara Pilkada 2020 mencapai 135 perkara. Rinciannya sebanyak 7 pemilihan gubernur, 114 pemilihan bupati, dan 14 pemilihan wali kota. Sebanyak 76 gugatan didaftarkan secara daring dan 59 gugatan didaftarkan secara luring.
Pengajuan permohonan perkara perselisihan hasil pilkada untuk pemilihan bupati/wali kota dibuka hingga 29 Desember, sedangkan pemilihan gubernur ditutup pada 30 Desember. Pemeriksaan pendahuluan dimulai pada 26 Januari sedangkan jadwal putusan perkara berlangsung pada 19-24 Maret.
Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Ihsan Maulana, mengatakan, sidang secara luring sebaiknya hanya dilakukan saat proses pembuktian. Sebab, tahapan ini menjadi tahap paling krusial dan memerlukan pembuktian keaslian bukti-bukti, seperti ketika membuka kotak suara maupun mengecek formulir C.Hasil-KWK.
Sidang secara luring sebaiknya hanya dilakukan saat proses pembuktian. Sebab, tahapan ini menjadi tahap paling krusial dan memerlukan pembuktian keaslian bukti-bukti, seperti ketika membuka kotak suara maupun mengecek formulir C.Hasil-KWK
Sedangkan tahapan lain, seperti pemeriksaan pendahuluan, mendengarkan keterangan saksi, saksi ahli, dan termohon bisa dilakukan secara daring. Lokasi sidang di daerah untuk pelaksanaan sidang daring pun sebaiknya ditentukan terpusat untuk meminimalisir gangguan teknis jaringan internet sekaligus memudahkan pengawasan terhadap potensi kerusuhan antarmassa pendukung.
“Selain ancaman penularan Covid-19 akibat kerumunan massa, ada potensi konflik dari sidang gugatan Pilkada sehingga pengamanan harus diperkuat. Jangan sampai potensi penularan Covid-19 dan konflik berpindah dari Jakarta ke daerah-daerah yang mengajukan gugatan sengketa pilkada,” ucap Ihsan.
Oleh sebab itu, sidang secara daring harus diutamakan dalam sidang perselisihan hasil Pilkada kali ini. Apalagi, pada pertengahan Desember, pegawai dua pegawai MK meninggal setelah terinfeksi Covid-19 dan 37 lainnya terpapar. Jika ada pihak yang terpapar, terutama hakim yang mengadili sidang perselisihan hasil Pilkada, hal itu bisa menghambat proses persidangan yang telah ditetapkan maksimal 45 hari.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, MK profesional dan transparan dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada. Untuk menopang akuntabilitas persidangan, MK selalu melakukan siaran langsung sidang melalui berbagai kanal digital yang dimiliki.
Paslon seharusnya tidak perlu melakukan tidakan kontraproduktif dengan melakukan pengerahan dukungan atau unjuk massa dengan tujuan melakukan pengawalan sengketa di MK
Untuk itu, paslon seharusnya tidak perlu melakukan tidakan kontraproduktif dengan melakukan pengerahan dukungan atau unjuk massa dengan tujuan melakukan pengawalan sengketa di MK. Proses pembuktian dilakukan di dalam ruang sidang dengan hukum acara yang sudah jelas.
“Unjuk massa dan mobilisasi pendukung di masa pandemi akan sangat berisiko dan berbahaya karena bisa menularkan Covid-19 dan berpotensi menciptakan kluster baru. Makanya, paslon harus tegas melarang pendukungnya untuk terlibat dalam pengawalan persidangan di MK dan sebaiknya fokus saja dalam menyiapkan berbagai fakta, argumen, dan alat bukti yang bisa meyakinkan hakim,” katanya.