Mahfud MD: Sel-sel Terorisme Telah Menyusup di Ormas Islam
Pemerintah mengantisipasi aksi terorisme yang tidak pernah terhenti. Bahkan, di saat bangsa menghadapi ancaman krisis kesehatan, kelompok teroris tersebut kembali beroperasi.
Terorisme terus menjadi ancaman laten bagi bangsa Indonesia. Bahkan, di saat bangsa ini sedang bergulat melawan krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19, ancaman keamanan dari kelompok teroris masih nyata. Kasus yang menonjol di pengujung tahun 2020 ini adalah kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sigi, Sulawesi Tengah.
Kelompok pimpinan Ali Kalora itu membantai empat warga, membakar rumah, dan mencuri barang-barang dari permukiman warga, Jumat (27/11/2020). Sampai saat ini, kelompok Ali Kalora masih diburu oleh tim gabungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia.
Di sisi lain, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri juga terus menangkap jaringan teroris. Dalam waktu terpisah, dua pentolan Jamaah Islamiyah (JI), yaitu Zulkarnaen dan Upik Lawanga, ditangkap di Lampung. Upik Lawanga merupakan anggota JI yang ahli membuat senjata dan bom. Dia terlibat dalam berbagai aksi teror, seperti Bom Tentena, Bom Poso, dan rangkaian aksi teror pada 2004 sampai 2006.
Adapun Zulkarnaen mampu membuat bom berdaya ledak tinggi, merakit senjata, dan memiliki kemampuan militer. Ia terlibat dalam berbagai aksi teror, di antaranya peledakan kediaman Duta Besar Filipina di Menteng (1999), peledakan gereja pada malam Natal 2000 dan Tahun Baru 2001, bom Bali I (2002), bom JW Marriott (2003), bom Kedubes Australia (2004), dan bom Bali II (2005). Zulkarnaen juga menjadi arsitek kerusuhan di Ambon, Ternate, dan Poso pada 1998-2000 (Kompas, 17 Desember 2020).
Melihat ancaman terorisme yang nyata itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meneropong potensi ancaman keamanan di tahun 2021 dan langkah-langkah antisipasinya. Mahfud MD juga mengatakan bahwa sel-sel terorisme itu telah menyusup ke tubuh ormas Islam tertentu. Oleh karena itu, seluruh pihak diminta mengantisipasi infiltrasi ajaran radikalisme yang merupakan anak tangga dari terorisme.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan Kompas, Kamis (17/12/2020) malam:
Terkait dengan isu keamanan, kalau kita lihat di tengah pandemi ancaman terorisme dan intoleransi masih muncul, khususnya di Sigi, terorisme masih ada. Dan penangkapan terorisme yang dilakukan oleh Densus 88. Bagaimana Menko Polhukam melihat di tahun 2021 apakah terorisme masih menjadi ancaman dan mitigasinya seperti apa?
Terorisme itu akan terus menjadi ancaman. Kami sudah memperhitungkan, itu akan lama dan terus-menerus. Tinggal seberapa kapasitas yang kita bangun untuk menghadapi itu. Antisipasi yang kita lakukan, pertama, kita mengaktifkan polisi siber. Kita perkuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang sebenarnya bekerja terus. Hanya saja, di era pandemi Covid-19 itu, kan, mereka tidak memublikasikan diri terhadap kerja-kerjanya. Namun, laporan terhadap saya rutin, cukup produktif, dan baik. Jumlah kasusnya tetap ada meskipun tidak sebanyak dulu.
Saya tadi membuka rapat kerja nasional tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ternyata banyak uang untuk kepentingan terorisme, itu menggunakan TPPU. Caranya? Orang mengirim uang ke sini, misalnya saya kirim uang ke Anda, tolong ini saya kirim uang dari bank. Saya pesan barang ini-ini, tetapi kemudian tidak ada feed back barang yang dikirim itu. Tapi, uang itu lalu dibagi untuk keperluan terorisme. Ada yang untuk membuat bom, membeli senjata subsidi untuk membiayai gerakan radikalisme pada umumnya, dan teror pada khususnya.
Oleh karena itu, saat rapat dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), saya sampaikan supaya lebih ketat mengawasi itu. Secara internasional, Indonesia juga mengadakan kerja sama kawasan, bersama Australia dan negara-negara di kawasan ASEAN. Kami bekerja sama untuk menjaga kawasan dan menukar informasi secara internasional, secara instan melalui jaringan bersama, tentang perkembangan terorisme. Kalau ada informasi atau perkembangan, segera dikirim ke setiap negara supaya diantisipasi. Itu yang kita lakukan sekarang.
Aparat keamanan juga terus kita latih kemampuan intelijennya. Kita juga minta tidak lemah karena pandemi Covid-19, misalnya, karena sel-sel terorisme tidak berkurang juga.
Seperti kemarin kan 23 orang yang terlibat jaringan JI ditangkap karena menyiapkan dan melakukan teror. Sekarang ini, juga ada pelatihan-pelatihan anak muda dilatih melakukan tindakan pidana, seperti darurat penyerangan terhadap orang tertentu.
Kalau dilihat TPPU, dana teroris itu dilakukan oleh jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau JI lama yang bangkit lagi?
Ya kedua jaringan itu. Bahkan, ada juga yang berafiliasi dengan ormas tertentu. Nanti kan juga akan diumumkan pada saatnya.
Ormas tertentu itu terkait kasus baru-baru-ini?
Ya pokoknya itulah, jangan sekarang. Pasti pemerintah harus terbuka memberi tahu pada masyarakat tentang siapa dan ormas apa. Kalau sekarang, sebentar dulu. Kita sudah punya daftar nama pengurus ormas, kemudian terlibat dalam apa dan sebagainya, kita dalami dulu agar tidak melanggar HAM juga. Kalau sudah ada kepastian diumumkan, tetapi bukan berarti kita lamban karena tindakannya kita antisipasi. Tetapi penetapannya kita harus hati-hati.
Apakah ada infiltrasi ke ormas tertentu atau sebetulnya ada dari ormas yang bersimpati kepada kelompok itu?
Ada dua-duanya. Pertama ada orang yang sudah pernah dihukum karena terlibat teror, lalu sekarang masuk aktif di ormas itu. Tetapi ada juga orang yang terlibat teror, dulunya dari ormas itu. Jadi, bisa dua-duanya, timbal balik. Coba dari nama-nama yang kita umumkan kan akan terlihat ini, ormas ini ke sana. Ada juga dari mantan teroris masuk ke sini. Sudah ada di situ
Kapan diumumkan?
Nanti, kita belum tentukan waktunya. Tetapi kita sudah tahu itu dulu.
Apakah jumlahnya signifikan dan menduduki posisi strategis di ormas-ormas tertentu?
Ini ada puluhan. Posisinya cukup strategis di ormas, ada yang jadi ketua di tingkat kabupaten, ada yang menjadi pengurus pusat, macam-macam. Keikutsertaannya di ormas itu bukan sebagai anggota tetapi pengurus. Kalau anggota, kita tidak tahu karena tidak pakai kartu anggota kalau ormas. Kalau pengurus kan ada daftarnya.
Apa peran mereka sebenarnya di dalam jaringan tersebut?
Ada yang merekrut orang, seperti latihan-latihan pembuatan bom, latihan meneror kelompok tertentu. Itu kan bagian dari perekrutan. Tetapi ada juga yang lebih ideologis, yaitu menyebarkan paham radikalisme ke mana-mana. Kalau itu sih, masih menyusup ke sekolah, masjid, lembaga, kelompok masyarakat yang tidak melakukan tindak kekerasan, itu tidak kami golongkan teror tetapi kami golongkan sebagai radikalis. Kalau radikalis itu belum melakukan langkah, tetapi ada yang sudah melakukan kekerasan fisik, itu sudah teror yang bersumber dari paham radikalisme.
Di tengah tantangan itu, kita kan sudah cukup beruntung memiliki Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas keagamaan lain yang mendorong Islam rahmatan lil alamin, bagaimana pelibatan dari ormas-ormas tersebut?
Pertama kalau mau bicara ormas Islam, ormas Islam itu resminya, sebagian terbesar lebih dari 90 persen memang menganut moderasi Islam, atau Islam rahmatan lil alamin seperti saudara sebut tadi. Islam yang tidak ekstrem radikalis tetapi juga tidak di tengah, ini lalu yang inklusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini diwakili oleh NU, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), itu clear.
Kampus-kampus Islam juga bicara tentang Islam wasatiyah (Islam moderat). Apa yang dilakukan untuk itu? Pertama melakukan penggalangan itu pendekatan yang sifatnya personal kepada kiai-kiai dan tokoh-tokoh untuk menyerukan tentang Islam wasatiyah, menghindari kekerasan. Kami ke pesantren, ke kampus-kampus juga, bahkan juga untuk tempat-tempat yang agak rawan.
Tetapi itu sifatnya penggalangan karena tidak boleh melanggar HAM juga kan. Jadi kita cari datanya yang banyak, kemudian cari sumber-sumber lain apakah ini benar kemudian jawabannya tidak benar ya sudah. Kalau benar kita terus tracking, dan tentukan posisinya, boleh menjadi ini, itu tentu dengan melalui penggalangan. Kan tidak boleh melarang orang tanpa putusan pengadilan.
Baca juga: Polri: Kader Jamaah Islamiyah Dilatih Siap Tempur
Tadi sempat singgung soal aktornya. Ini kan Kapolri yang sekarang akan pensiun per 1 Februari 2021. Dengan tantangan kompleksitas keamanan sekarang, kira-kira sosok kapolri yang diinginkan presiden itu yang seperti apa?
Kalau yang diinginkan oleh Presiden tentu Presiden sendiri yang tahu, Beliau yang akan menunjukkan. Tetapi kalau ukuran-ukuran yang berdasarkan kebutuhan sesuai situasi saat ini, itu adalah tentu saja formalnya sudah bintang tiga yang secara formal memenuhi syarat tersebut. Tetapi, yang dipentingkan itu adalah track record, keberanian, dan yang penting sekali sekarang ini adalah membuat soliditas di internal Polri sehingga siapa pun yang terpilih nantinya bisa menyatukan Polri. Dan, bisa merukunkan dan sinergikan polri dengan TNI. Kalau TNI dan Polri kompak semua, menurut analisis politik apa pun itu akan beres.
Soal orangnya nanti sajalah. Kalau Anda ingin tahu siapa yang bintang tiga itu sudah ada delapan. Di antara itu bisa saja. Tetapi di dalam tradisi, bisa saja orang bintang dua, dinaikkan jadi bintang tiga, besoknya naik ke Kapolri. Yang begitu sudah pernah ada. Misalnya, Pak Tito Karnavian kan juga zig-zag karena orangnya dianggap sangat bagus lalu bintang dua diangkat bintang tiga, lalu beberapa saat naik Kapolri, itu bisa saja dan itu boleh. Kalau Anda tanya yang delapan (orang bintang tiga) itu bagus-bagus mulai dari Wakapolri, Kabareskrim, Kabarhakam, Irwasum, dan sebagainya. (SUT/ADP/GAL/IAM/DEA)