Komposisi Parpol Dipertahankan dalam Perombakan Kabinet
Meski tanpa didahului dengan pertemuan dengan pimpinan partai pendukung pemerintah, Presiden Joko Widodo dinilai tetap mempertimbangkan komposisi parpol dalam perombakan kabinet. Parpol koalisi pun mendukung langkah ini.
JAKARTA, KOMPAS — Perombakan (reshuffle) atau penggantian anggota kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dipandang mempertimbangkan komposisi partai politik pendukung ataupun kompetensi dan kemampuan setiap menteri yang baru. Keberadaan enam menteri baru diharapkan memperkuat ketahanan pemerintah dalam menghadapi tantangan di masa pandemi Covid-19.
Partai-partai koalisi pendukung pemerintah pun relatif satu suara dengan pilihan Presiden Jokowi yang melantik enam menteri baru, Rabu (23/2/2020) di Jakarta. Parpol koalisi tidak keberatan dengan pilihan Presiden karena dalam pemilihan menteri baru itu juga tidak mengubah komposisi parpol koalisi yang duduk di kabinet.
Parpol koalisi tidak keberatan dengan pilihan Presiden karena dalam pemilihan menteri baru itu juga tidak mengubah komposisi parpol koalisi yang duduk di kabinet.
Anggota Komisi III DPR yang juga Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) demisioner, Arsul Sani, mengatakan, secara makro, pilihan Presiden Jokowi telah memperhatikan dan menjaga keseimbangan politik di internal koalisi pendukungnya. Sekalipun pemilihan ini tidak melibatkan parpol-parpol koalisi, sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden, penempatan orang-orang serta asal parpol masih terlihat sangat dijaga oleh Presiden.
Sebagai contohnya, Menteri Sosial Juliari P Batubara yang digantikan oleh Tri Rismaharini. Keduanya adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Demikian pula, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sekalipun posisinya digantikan oleh profesional berlatar belakang pengusaha, yakni M Luthfi, PKB tetap tidak kehilangan kursi di kabinet. Sebab, politikus PKB yang juga Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Yaqut Cholil Qoumas menjadi Menteri Agama.
Baca juga : Tantangan Inovasi Enam Menteri Baru
Selain itu, posisi Partai Gerindra yang semula menempati pos Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni melalui Edhy Prabowo, tetap mendapatkan kursi menteri, karena ada Sandiaga Uno yang menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sandiaga menggantikan Wishnutama. Sementara posisi Menteri KKP dijabat oleh Sakti Wahyu Trenggono.
”Ini menunjukkan Presiden sangat menjaga keseimbangan politik untuk koalisi pendukungnya. Meskipun dalam proses pemilihan ini tidak ada pertemuan-pertemuan formal bareng-bareng dengan parpol koalisi, karena ini memang hak prerogratif presiden. Tetapi saya yakin tetap ada komunikasi, paling tidak antara Presiden dan Bu Mega (Megawati Soekarnoputri) dan Pak Prabowo,” kata Arsul.
Terkait nama-nama yang menjadi menteri baru, Arsul meyakini mereka memiliki kemampuan dan kompetensi yang memadai di pos masing-masing. Pos Menteri Kesehatan, misalnya, yang kini ditempati oleh Budi Gunadi Sadikin. Sekalipun ia bukan orang yang memiliki keahlian di bidang kedokteran, secara organisatoris dan manajemen, Budi dipandang mampu menjalankan manajemen birokrasi di institusi sebesar Kemenkes.
”Adanya Budi Gunadi Sadikin di Kemenkes sama halnya dengan meletakkan Ignasius Jonan di PT KAI (Kereta Api Indonesia) dulu. Ini juga sebuah terobosan, karena memang yang diperlukan untuk mengelola birokrasi yang besar itu adalah orang yang mengerti manajemen yang terkait dengan kinerja itu,” katanya.
Baca juga : Komisi IX Beri Harapan Besar kepada Menkes
Menurut Arsul, Menkes tidak harus ditempati oleh dokter atau mengerti ilmu kesehatan. Akan tetapi, yang terpenting ialah orang yang mengerti bagaimana manajemen kesehatan dijalankan. Ia meyakini Budi Gunadi Sadikin akan mampu menunjukkan kemampuannya.
Terkait posisi Menteri Agama yang diberikan kepada Yaqut, Arsul menilai hal itu, di antaranya, untuk menghindari kritik dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Sekalipun kader PPP yang juga dari kalangan NU, yakni Zainut Tauhid, dijadikan Wakil Menag, posisi tersebut tidak dapat merepresentasikan kelompok atau segmen masyarakat tertentu.
”PPP hanya ingin mengingatkan Yaqut, Kemenag adalah kementerian yang besar, mengelola anggaran yang besar serta SDM yang besar. Bahkan sampai pada level penyuluh agama, yang mana hal itu harus diperhatikan oleh pemerintah. Ada persoalan-persoalan terkait korupsi yang mesti diingat oleh Yaqut. Lebih baik, sedari awal Yaqut melakukan pembenahan sistem dengan menggandeng KPK,” ujarnya.
Pemilihan Yaqut juga menunjukkan Presiden tetap pada garis politiknya, yang menilai politik identitas menggunakan agama adalah sesuatu yang tidak sehat.
Pemilihan Yaqut juga menunjukkan Presiden tetap pada garis politiknya, yang menilai politik identitas menggunakan agama adalah sesuatu yang tidak sehat. Pada batas tertentu, politik identitas itu tidak terhindarkan. Akan tetapi, ketika diterapkan secara tidak proporsional, hal itu akan menimbulkan persoalan. Yaqut selama ini dikenal memiliki sikap tegas terhadap segala tindakan yang membuka pintu untuk adanya intoleransi, tindakan anarkistis, dan kekerasan.
Usaha maksimal
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Hetifah Sjaifudian mengatakan, semua menteri telah berusaha melakukan yang terbaik di bidangnya masing-masing. Namun, keadaan yang dihadapi saat ini merupakan kondisi yang tidak biasa. Dengan adanya pandemi, banyak hal tidak terduga yang terjadi, dan fokus pemerintahan bergeser.
”Beberapa program yang di tahun lalu menjadi prioritas Pak Jokowi beserta jajarannya, bisa jadi berubah drastis karena adanya pandemi ini sehingga kita membutuhkan strategi baru dalam menjalankan pemerintahan. Saya yakin Pak Jokowi telah mempertimbangkan banyak hal dan dari segala aspek dalam pemilihan menteri-menteri beliau dan komposisi inilah yang diharapkan dapat secara optimal menjalankan strategi tersebut,” katanya.
Hetifah mengucapkan terima kasih kepada para menteri yang setahun kemarin telah mengabdi bagi kemajuan bangsa dan negara. Hetifah yang juga anggota Komisi X DPR mengatakan, komisinya yang bermitra dengan Kemenparekraf berharap dapat menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik dengan Menparekraf yang baru, Sandiaga Uno.
”Terkhusus kepada Mas Sandi yang akan menjadi partner Komisi X, saya harap kita dapat menjalin kerja sama yang baik sehingga pembangunan di sektor parekraf dapat lebih terakselerasi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, menteri-menteri baru harus cepat menyesuaikan diri dengan ritme kerja pemerintahan. Harapannya, mereka cepat bisa mengikuti visi-misi yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo, dan merespons harapan atau ekspektasi publik dengan cepat.
”Kami sejak awal tidak masalah dengan pilihan presiden. Kami mengikuti kebijakan dari presiden,” katanya.
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amalia mengatakan, tantangan bagi para menteri yang baru adalah seberapa besar keberpihakannya pada masyarakat. ”Bukan sekadar pencitraan, tetapi benar-benar terwujud dalam regulasi dan eksekusinya. Pada saat ini, masyarakat sedang diimpit kesulitan, tentu penting untuk diprioritaskan perhatian oleh pemerintah,” ujarnya.
Tantangan bagi para menteri yang baru adalah seberapa besar keberpihakannya pada masyarakat.
Menurut Ledia, komunikasi publik juga menjadi hal penting untuk diperhatikan sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar, tepat, dan menenangkan atas program-program yang diselenggarakan. Selain itu, sinergi antarkementerian atau lembaga dalam melaksanakan program-program pemerintah menjadi suatu keharusan.
”Beberapa sudah pernah menjadi eksekutif, mereka setidaknya punya pengalaman. Meskipun tantangannya berbeda, mudah-mudahan mereka bisa menjalankan dengan amanah. Khusus untuk Menkes baru, keselamatan jiwa masyarakat Indonesia harus dijaga. Jangan mengambil keputusan tanpa pemetaan, data, dan analisis yang mendalam,” ujarnya.
Beri kesempatan
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Komaruddin Hidayat, dihubungi dari Jakarta, mengatakan, menteri-menteri yang bagus harus diberi kesempatan secara optimal untuk mengabdi. Namun jika kinerjanya dalam enam bulan tidak optimal, perlu diganti.
Menteri-menteri, terutama yang berasal dari latar belakang partai politik harus melupakan pikiran dan agenda politik 2024 agar bisa fokus menangani masalah pandemi yang ada di depan mata. ”Saat ini lupakan asal-usul parpolnya. Kondisi bangsa sudah SOS (bahaya) sehingga memerlukan semangat kebangsaan dan kemanusiaan untuk melindungi rakyat,” ucapnya.
Saat ini lupakan asal-usul parpolnya. Kondisi bangsa sudah SOS (bahaya) sehingga memerlukan semangat kebangsaan dan kemanusiaan untuk melindungi rakyat. (Komaruddin Hidayat)
Komaruddin mengatakan, agenda jangka pendek yang harus diselesaikan oleh menteri-menteri baru adalah mengatasi penyebaran Covid-19 dan segera melakukan vaksinisasi. Namun, hal itu perlu kerja sama antarpejabat yang bersangkutan, termasuk presiden, menteri, dan gubernur.
”Ini sangat penting karena akan berdampak langsung pada agenda pemulihan ekonomi sehingga mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja bisa aktif kembali,” katanya.
Walakin, tugas tersebut membutuhkan komunikasi yang meyakinkan di tengah persaingan bisnis vaksin oleh industri farmasi yang cenderung saling menjatuhkan. Bahkan di dalam negeri, masyarakat sering dibuat ragu, bahkan tidak percaya pada vaksin. Oleh sebab itu, pemerintah mesti memperbaiki komunikasinya yang selama ini buruk. Diperlukan pusat komando untuk memetakan langkah secara cepat dan akurat karena selama ini informasi dan kebijakannya terkesan saling bertabrakan.
Bahkan, di era disruptif seperti sekarang, pemimpin harus memberikan penjelasan terkait situasi yang terjadi untuk membangkitkan optimisme masyarakat dan anak buahnya. Presiden Joko Widodo harus membangun narasi yang menggerakkan dan mengarahkan jalannya perubahan.
”Saya berharap agar Menteri Kesehatan yang baru, Budi Sadikin, bisa membantu Presiden sebagai pemegang kendali karena sejauh yang saya kenal, Budi terampil dalam manajemen krisis,” ucap Komaruddin.
Pemerintah harus berpikir ke depan pascapandemi, karena dunia sudah berubah. Menteri harus bisa membawa masyarakat Indonesia memasuki era 4.0, bahkan mengarah pada era internet of things.
Ia menambahkan, pemerintah harus berpikir ke depan pascapandemi, karena dunia sudah berubah. Menteri harus bisa membawa masyarakat Indonesia memasuki era 4.0, bahkan mengarah pada era internet of things. ”Kalau kinerja kabinet masih dengan pola lama, bahkan lebih buruk, saya khawatir bangsa ini akan mengukir takdir dirinya sebagai bangsa yang kalah,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, meskipun Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pernah berada di jabatan yang sama di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, situasinya berbeda. Saat itu, Lutfi bekerja dalam situasi normal, sedangkan saat ini berada di masa pandemi Covid-19.
”Situasi sekarang pertumbuhan ekonomi minus. Pelaku usaha banyak yang tutup,” katanya.
Oleh sebab itu, ia meminta agar menteri-menteri baru memfokuskan kebijakan untuk penanggulangan Covid-19 terlebih dahulu. Sebab, tanpa penyelesaian pandemi, ekonomi sulit pulih meskipun ada banyak insentif fiskal yang diberikan pemerintah.
”Tidak mungkin di tengah situasi pandemi yang belum terkendali kita berharap pariwisata kembali pulih, jadi pandemi harus diselesaikan terlebih dahulu,” kata Tauhid.