Di penghujung 2020, KPK kembali ”bertaring”, memunculkan asa, pemberantasan korupsi oleh KPK akan kembali menggeliat. Kerja-kerja pemberantasan korupsi oleh KPK diharapkan tetap intens di tengah masih masifnya korupsi.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
Kabut hitam yang menyelimuti Komisi Pemberantasan Korupsi sejak awal 2020 perlahan memudar menjelang akhir tahun. KPK kembali ”bertaring”, memunculkan asa, pemberantasan korupsi oleh KPK akan kembali menggeliat. Namun, jalan masih panjang untuk melenyapkan korupsi dari negeri ini. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.
Pada November hingga Desember 2020, KPK begitu rajin menggelar operasi tangkap tangan (OTT). Empat OTT dilakukan penyidik KPK untuk empat kasus berbeda yang di dalamnya ikut dijerat dua menteri dan dua kepala daerah.
Geliat penindakan KPK ini seperti oase di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap KPK. Kepercayaan yang terus memudar sebagai imbas serangkaian peristiwa yang terjadi sejak awal tahun.
KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) awal 2020, misalnya, gagal menangkap salah satu tersangka pemberi suap, Harun Masiku. Bahkan, hingga kini, orang yang diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan tersebut belum berhasil ditangkap.
Pesimistis publik kian kuat tatkala KPK semakin jarang melakukan OTT. Dalam enam bulan pertama di 2020, KPK hanya tiga kali melakukan OTT, salah satu kasusnya justru dilimpahkan ke kepolisian. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, jumlah OTT itu menjadi yang terendah sejak 2016.
Padahal, OTT KPK selama ini diyakini sebagai salah satu ”senjata” untuk memberantas korupsi. Ini karena OTT dapat menciptakan efek jera.
Di luar persoalan-persoalan itu, citra KPK kian terpuruk setelah Ketua KPK Firli Bahuri diputuskan melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, September lalu, karena menggunakan helikopter untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, alih-alih menunjukkan kinerja, tak sedikit kebijakan KPK yang menuai kontroversi. Contohnya, rencana kenaikan gaji pimpinan KPK, pengadaan mobil dinas, hingga struktur organisasi baru KPK yang dinilai sejumlah kalangan justru akan membuat KPK kian birokratis.
Sederet peristiwa itu tak pelak membuat publik kian ragu pada KPK. Hasil survei oleh Transparency International Indonesia (TII) yang dirilis awal Desember lalu menunjukkan, hanya 51 persen responden yang menilai kinerja KPK cukup baik setahun terakhir.
Jajak pendapat Litbang Kompas pada 17-20 Juni 2020 terhadap 591 responden di 33 provinsi menunjukkan hal yang mirip. Hanya 54,9 persen responden yang yakin pemberantasan korupsi oleh KPK akan lebih baik.
Hal ini memburuk dibandingkan dengan jajak pendapat Kompas pada Januari 2020. Kala itu masih ada 76,8 persen yang menjawab yakin. Dari sisi kepuasan terhadap kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi pun, sebanyak 56,9 persen responden menyatakan tidak puas. Pada jajak pendapat sebelumnya, ketidakpuasan hanya 35,9 persen.
Imbas revisi
Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, problematika KPK satu tahun ini terjadi sebagai imbas dari berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pola kepemimpinan komisioner KPK 2019-2023.
”Langkah pro justicia KPK berupa penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan jadi sangat birokratis karena mesti mendahulukan proses perizinan berjenjang, mulai dari deputi, pimpinan, sampai Dewan Pengawas,” ujarnya.
Minimnya penindakan oleh KPK seperti dalam bentuk OTT juga dinilainya imbas dari kebijakan komisioner KPK yang sejak awal hanya menitikberatkan pada aspek pencegahan.
Padahal, jika ditilik dari sisi kinerja pencegahan KPK, yang dilakukan KPK di bawah kepemimpinan Firli pun tak memperlihatkan hal yang baru. Menurut peneliti TII, Alvin Nicola, belum ada program pencegahan baru seperti yang digadang-gadang Firli ketika mulai menjabat ketua KPK.
Pekerjaan rumah
Oleh karena itu, sekalipun menjelang akhir tahun, KPK kembali bergeliat, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan KPK.
Menurut Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji, tugas pencegahan KPK perlu diperluas guna membangun mitigasi korupsi yang lebih signifikan.
Selain itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra berharap, KPK tak surut menindak kasus-kasus korupsi. Selain OTT, penyelesaian kasus-kasus korupsi berskala besar yang ditangani KPK harus jadi fokus.
Dalam wawancara dengan Kompas, pekan lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, KPK menyerap seluruh kritik dan masukan publik. Ia pun berjanji KPK akan terus bekerja memberantas korupsi, baik memperkuat sistem pencegahan korupsi maupun penyelesaian kasus-kasus yang belum tuntas.
Menanggapi berbagai kritikan dari publik terkait minimnya OTT, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan, OTT dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak setiap laporan dari masyarakat yang ditindaklanjuti selalu terbukti.
Selain itu, kata Alex, pandemi Covid-19 turut berpengaruh pada jumlah OTT yang dilakukan KPK. sebab, penyelidik dan penyidik KPK masuk secara bergiliran, sehingga berdampak pada turunnya kuantitas penyelesaian kasus.
Ia juga menepis keberadaan Dewas yang melemahkan KPK. Sebab, selama ini Dewas sangat responsif. Apalagi, persetujuan dari Dewas dibatasi satu kali 24 jam.
Terkait dengan banyaknya OTT yang dilakukan pada November hingga Desember, Alex mengungkapkan, penyelidikan terhadap kasus-kasus tersebut sudah dilakukan sejak tiga hingga enam bulan sebelumnya setelah mendapatkan laporan dari masyarakat.
Ia menepis anggapan OTT tersebut dilakukan sebagai bentuk respons terhadap kritikan dan sorotan masyarakat. “Kita tidak akan kalap seperti itu hanya karena opini publik turun. Kita tetap berusaha. Berhasil atau tidaknya itu semua bergantung alat bukti. Saya perhatikan suara masyarakat. Kita tetap bekerja,” tuturnya.
Alex menambahkan, KPK akan melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang sudah dimulai pada tahun ini, diantaranya pengejaran terhadap Harun Masiku dan supervisi terkait kasus Joko Tjandra. KPK juga tetap akan fokus pada penindakan dengan tujuan untuk pengembalian kerugian negara.
Ya, kerja-kerja pemberantasan korupsi, terutama dari KPK, memang diharapkan terus dilakukan di tengah korupsi yang masih merajalela di negeri ini.