PPP Diminta Konsisten Menjaga Harmoni Islam dan Kebangsaan
Saat menutup Muktamar IX PPP, Wapres Ma’ruf Amin berharap PPP tetap menjaga harmoni Islam dan kebangsaan. Di Pemilu 2024, PPP menargetkan bisa merebut sekitar 11 juta suara atau dua kali lipat dari suara di Pemilu 2019.
JAKARTA,KOMPAS — Suharso Monoarfa terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan periode 2020-2025 dalam Muktamar IX yang digelar pada Jumat hingga Sabtu (18-19/12/2020). Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap, di bawah ketua umum baru, PPP tetap memberikan sumbangsih yang besar dalam menjaga harmoni antara Islam dan kebangsaan.
Pesan itu disampaikan Amin dalam pidato virtual yang ditayangkan pada acara penutupan Muktamar IX di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (20/12/2020).
”Saya sampaikan apresiasi kepada Partai Persatuan Pembangunan atas kontribusinya menjalankan peran-peran strategis dan penting dalam menjaga harmoni hubungan antara Islam dan kebangsaan yang bersifat simbiotik, sinergis, serta saling melengkapi dan memelihara,” kata Wapres.
PPP di bawah kepemimpinan baru diharapkan tetap menjalankan peran dalam menjaga harmoni Islam dan kebangsaan. Untuk itu, PPP harus terus memegang prinsip harmoni antara universalitas Islam dan lokalitas keindonesiaan.
Baca juga : Suharso Pimpin PPP, Perkuat Konsolidasi Akar Rumput
Tak hanya itu, sebagai partai politik (parpol) berbasis massa Islam, PPP diminta untuk tetap menjaga dan merawat konsensus nasional berupa Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satunya adalah dengan terus menegakkan komitmen dalam menjaga toleransi antar-umat beragama serta pada moderasi beragama sebagai wujud Islam yang wasathiyyah atau moderat.
PPP, seperti parpol lain yang ada di Indonesi,a diharapkan selalu mengedepankan musyawarah dan dialog dalam membangun konsensus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Jika semua parpol sama-sama mengedepankan musyawarah, Wapres meyakini, berbagai persoalan bangsa bisa diselesaikan dengan jalan keluar terbaik.
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Wapres untuk mengingatkan bahwa semestinya parpol tidak menjadi kendaraan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan pribadi yang manfaatnya juga hanya dirasakan oleh individu-individu tertentu. Parpol hendaknya digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan bangsa.
Hal yang tak kalah penting, parpol harus memosisikan diri sebagai media penyerap aspirasi sekaligus komunikator dua arah yang efektif bagi pemerintah ataupun rakyat.
Selain itu, penting pula bagi parpol untuk melakukan kaderisasi guna menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Ini karena parpol merupakan penyedia calon-calon pemimpin bangsa yang akan duduk di lembaga legislatif dan eksekutif.
Dalam pidatonya, tak lupa Wapres menyampaikan selamat pada ketua umum terpilih serta semua pengurus dan kader PPP. ”Semoga amanah yang diterima dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada agama, bangsa, dan negara,” ujar Wapres.
Dalam Muktamar IX PPP, Suharso Monoarfa terpilih menjadi Ketua Umum PPP periode 2020-2025 secara aklamasi. Ini karena hanya Suharso yang mencalonkan diri menjadi ketua umum.
Adapun Taj Yasin Maimoen, kader PPP yang sebelumnya sempat mendeklarasikan diri untuk maju dalam pemilihan ketua umum PPP, urung mendaftar. Yasin yang kini menjabat Wakil Gubernur Jawa Tengah terganjal syarat menjadi calon ketua umum PPP, yang mengharuskan calon menjabat sebagai pengurus DPP atau ketua DPW sekurang-kurangnya satu masa bakti penuh atau satu periode.
Kerja elektoral
Suharso, dalam pidato penutupan Muktamar IX PPP, menyampaikan, PPP ke depan harus bisa meninggalkan cara-cara lama untuk bisa menggaet suara lebih besar dalam pemilu selanjutnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, ia akan membentuk tiga kelompok kerja di dewan pimpinan pusat (DPP).
Pertama, kelompok kerja elektoral. Mereka yang akan direkrut sebagai penanggung jawab kerja elektoral tidak boleh menjadi calon anggota legislatif. Selama ini, lanjut Suharso, banyak orang mau masuk DPP supaya mendapatkan tiket menjadi calon anggota legislatif. ”Jadi, untuk kelompok ini, tidak bisa tidak, harus konsentrasi. Tidak boleh jadi caleg (calon anggota legislatif). Tugasnya satu, kerja elektoral,” kata Suharso.
Jika ada 60 daerah pemilihan yang ingin disasar, misalnya, akan ada satu jenderal di setiap tiga dapil. Dengan begitu, terdapat 20 orang di DPP yang tidak boleh menjadi calon anggota legislatif DPR dan DPRD kabupaten/kota/provinsi. Mereka akan berkantor di sebuah ruangan yang terus memonitor kerja elektoral sampai ke unit terkecil.
”Ini harus kita lakukan sejak awal. Ini langkah-langkah yang taktis, terukur sampai ke tingkat bawah, supaya kita bisa menambah minimal satu saja suara dari apa yang kita capai pada tahun 1999,” ujar Suharso.
Pada Pemilu 1999, raihan suara PPP mencapai 11.329.905 suara. Namun, pada Pemilu 2019, perolehan suara partai berlambang Kabah itu hanya sebesar 6.323.147 suara. Dengan raihan suara itu, partai tersebut berada di peringkat terbawah di antara sembilan partai politik yang lolos ambang batas parlemen.
Suharso melanjutkan, kelompok kedua yang akan dibentuk adalah kelompok pemberi pengaruh (influencer). Kelompok ini akan beradaptasi dengan perkembangan dunia digital dan internet sehingga banyak orang semakin mengenali PPP. Harapannya, dukungan suara juga akan bermunculan.
Kelompok yang terakhir adalah kelompok pendukung (supporting) organisasi manajemen di partai. Dalam kelompok tersebut, ia akan melibatkan kader lintas generasi sehingga regenerasi PPP mulai terbentuk.
Jangan konflik
Meski demikian, lanjut Suharso, tujuan besar ini akan sulit terwujud jika semua kader tidak bersatu. Ia meminta agar tak ada lagi konflik sekecil apa pun di tataran internal partai. Semua harus fokus memenangkan partai atau menjadi salah satu pemenang dalam Pemilu 2024.
”Ke depan, mental kita harus menjadi mental pemenang. Kita saling tulus, ikhlas. Enggak usah, ’Kenapa dia, kenapa bukan saya’, sudah lewatkan itu. Karena kita bicara sebagai korps, sebagai anggota partai. Itu penting. Kalau tidak, (konflik) itu akan terbawa terus dan akhirnya itulah yang membuat kita terbelah, tanpa kita sadari. Tak ada ikatan emosi yang kuat. Kalau tidak ada ikatan emosi yang kuat, bagaimana kita bisa bekerja dengan ikatan rasional yang kuat? Tidak bisa. Itu harus kita jaga,” tuturnya.
Dalam pidatonya, ia juga menyampaikan rencananya untuk mengubah logo PPP. Menurut dia, perubahan logo merupakan salah satu cara untuk memikat publik pada PPP. Dalam rencana logo baru yang disampaikan saat penutupan muktamar itu, gambar Kabah tetap menonjol, tetapi dengan tampilan tiga dimensi. Selain itu, ditambah dengan bendera Merah Putih.
Demokrasi partai
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengkritisi pola penentuan ketua umum partai politik (parpol) secara aklamasi. Sebelum PPP, sejumlah parpol lain, yaitu PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Hanura, juga menentukan ketua umumnya dengan cara aklamasi.
Pola aklamasi ini harus jadi catatan penting bagi demokrasi partai. Persaingan dalam partai tidak boleh hanya didominasi figur kunci tertentu. Sebab, hakikat politik itu kompetisi individu dan ada persaingan.
”Nah, partai kita kalau begini modelnya, agak susah berharap partai ini mampu melakukan modernisasi di internal mereka,” katanya.
Menurut dia, kecenderungan banyak parpol menempuh cara aklamasi bertujuan untuk menghindari konflik dan gejolak internal. Sebab, sering kali persaingan internal partai melahirkan partai-partai baru. ”Jadi, cara yang ditempuh, ya, musyawarah mufakat dan aklamasi, kan, sehingga tidak ada konfrontasi dan friksi-friksi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Adi, jalan aklamasi juga tak terlepas dari dominannya satu figur tertentu di parpol. Akibatnya, penantang atau kandidat lain pasrah dan memilih berkompromi dengan aklamasi. ”Karena dari berbagai penjuru mata angin, kalah secara politik, tak punya dukungan, tak punya logistik, tak punya basis. Ya, ketimbang bertanding tetapi kalah, ya, mending aklamasi,” katanya.
Di Indonesia, ujarnya, kekuatan politik partai selalu digantungkan pada satu figur kunci tertentu.
Rata-rata figur kunci itu sedang menjadi bagian dari kekuasaan, entah itu menteri atau penyokong utama pemerintah. Lebih dari itu, mereka juga memiliki sumber daya ekonomi politik yang bisa dikapitalisasi untuk menghidupi partai ke depan.
”Artinya, partai-partai ini, kan, juga tidak mau berspekulasi. Mereka ini jauh lebih realistis membaca kemungkinan persaingan, ke depan itu memang membutuhkan seorang ketua umum yang bisa mencari sumber daya ekonomi dan politik supaya partai ini bisa lebih kompetitif, bersaing, dan naik kelas,” tutur Adi.
Baca juga : Kian Banyak Ketua Umum Parpol Terpilih secara Aklamasi, Demokratisasi di Parpol Bermasalah
Adapun CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah menilai, PPP harus berani mengubah strategi pendekatan kepada pemilih. Sebab, lebih dari 50 persen pemilih pada 2024 merupakan pemilih muda.
”PPP mau tidak mau harus jadi partainya anak muda. Kalau tidak, PPP akan kehilangan kesempatan untuk merebut segmen yang sangat besar,” katanya.