Jaksa Minta Terdakwa Gratifikasi ”Red Notice” Tommy Sumardi Diberi Status ”Justice Collaborator”
Jaksa penuntut Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut Tommy Sumardi, terdakwa kasus dugaan gratifikasi ”red notice” Joko Tjandra, diberi status ”justice collaborator”. Dia dinilai bekerja sama mengungkap pelaku lain.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tommy Sumardi, terdakwa dalam kasus dugaan gratifikasi red notice Interpol terpidana pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, dituntut pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Selain itu, jaksa penuntut umum juga meminta majelis hakim menyatakan terdakwa sebagai pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator.
Tommy juga dituntut untuk dikenai denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar biaya persidangan Rp 10.000. Jaksa membacakan tuntutan itu dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/12/2020). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Muhammad Damis serta Saefudin Zuhri dan Joko Subagyo sebagai hakim anggota.
Tim jaksa penuntut umum menilai terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. Meski demikian, Tommy dinilai mengakui perbuatannya dan turut memberikan keterangan ataupun bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap pelaku-pelaku lain.
”Kami penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut supaya dalam perkara ini majelis hakim menyatakan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau sebagai justice collaborator,” kata jaksa.
Tommy dinilai terbukti berperan dalam kasus tersebut dengan menerima uang dari Joko Tjandra untuk kemudian diberikan kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Pemberian uang itu dilakukan untuk mengecek dan menghapuskan nama Joko Tjandra yang masih tercantum di sistem keimigrasian di Indonesia. Sementara Joko Tjandra sudah tidak dicekal oleh Interpol di negara mana pun.
Karena itu, Joko Tjandra menghubungi dan meminta Tommy mengecek hal itu. Tommy kemudian menghubungi Prasetijo yang kemudian mengenalkannya dengan Napoleon sekitar akhir Maret atau awal April.
Dari pertemuan itu, Napoleon meminta imbalan yang awalnya berjumlah Rp 3 miliar yang kemudian naik menjadi Rp 7 miliar. Hal itu disampaikan Tommy kepada Joko Tjandra dan akhirnya disepakati bahwa Joko Tjandra akan memberikan Rp 10 miliar.
Uang itu diberikan Joko Tjandra sebanyak enam kali kepada Tommy melalui orang suruhan Joko Tjandra. Disebutkan, Napoleon menerima 270.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, sementara Prasetijo menerima 100.000 dollar AS.
Terhadap tuntutan tersebut, penasihat hukum Tommy Sumardi, Dion Pongkor, menyatakan akan mengajukan nota pembelaan. ”Kami akan mengajukan pembelaan. Kami minta waktu dua hari atau hari Kamis untuk mengajukan nota pembelaan,” kata penasihat hukum Tommy.