Standar Prosedur Polisi Dipertanyakan Saat Bawa 4 Anggota FPI ke Mobil
Polisi merekonstruksi tewasnya 6 anggota FPI di jalan tol Krawang. Terungkap pascabentrok, 4 anggota FPI dimasukkan mobil tanpa diborgol. Karena menyerang, polisi bela diri dan menembak. IPW nilai ada pelanggaran SOP.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, Senin (14/12/2020) di Jakarta, mengatakan, berdasarkan rekonstruksi dan penjelasan yang diberikan kepolisian, pihaknya melihat ada tiga dugaan pelanggaran prosedur standar operasi yang dilakukan anggota Polri. Pelanggaran tersebut khususnya terhadap kematian empat anggota Front Pembela Islam di dalam mobil petugas.
Sementara, menurut Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian R Djajadi, sebelumnya terjadi penyerangan atau percobaan perebutan senjata anggota oleh pelaku dalam mobil, yang membuat polisi melakukan pembelaan sehingga keempat pelaku ditembak dalam mobil.
Lebih jauh, menurut Neta, pelanggaran atau pertanyaan yang mesti diajukan adalah tindakan keempat anggota FPI yang masih hidup dan dimasukkan dalam mobil polisi tanpa diborgol. Hal itu terjadi pascakontak tembak dengan polisi. Sementara mobil petugas hanya berkapasitas delapan orang.
Dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar prosedur standar operasi yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil.
Selanjutnya adalah tindakan polisi yang seharusnya terlatih ternyata tidak mampu melumpuhkan anggota FPI yang disebutkan akan menyerang, tetapi tidak bersenjata. Akibatnya, polisi menembak dari jarak dekat yang mengakibatkan keempat anggota FPI itu tewas.
”Dari ketiga kecerobohan ini terlihat nyata bahwa aparatur kepolisian sudah melanggar prosedur standar operasi (SOP) yang menyebabkan keempat anggota FPI itu tewas di satu mobil,” kata Neta.
Dari penjelasan kepolisian, lanjut Neta, pihaknya menilai terdapat kecerobohan polisi. Oleh karena itu, dia berharap agar Komnas HAM dan Komisi III DPR RI membentuk tim independen pencari fakta agar kasus ini terang benderang.
”Indonesia Police Watch berharap Mabes Polri mau mengakui adanya pelanggaran SOP tersebut. IPW juga berharap Komnas HAM dan Komisi III DPR mencermati pelanggaran SOP yang kemudian menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam kematian anggota FPI,” ujar Neta.
Polri menembak untuk pembelaaan diri
Sebelumnya, seusai pelaksanaan rekonstruksi pada Senin (14/12) pagi, Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian R Djajadi mengatakan, dari empat tempat kejadian perkara yang dilakukan rekonstruksi, di tempat kejadian perkara ketiga, terdapat empat pelaku yang masih hidup. Mereka kemudian diamankan ke dalam mobil dengan tujuan dibawa penyidik ke Polda Metro.
Menurut Andi, dalam perjalanan yang tidak jauh dari lokasi keempatnya ditangkap, terjadi penyerangan atau percobaan perebutan senjata anggota oleh pelaku di dalam mobil. Kemudian penyidik di dalam mobil melakukan pembelaan sehingga keempat pelaku di dalam mobil ditembak.
”Memang mereka dalam keadaan tidak diborgol. Mereka ditaruh di belakang, tiga di belakang, satu lagi duduk di samping petugas di bagian tengah,” kata Andi.
Dalam perjalanan yang tidak jauh dari lokasi keempatnya ditangkap, terjadi penyerangan atau percobaan perebutan senjata anggota oleh pelaku di dalam mobil. Kemudian penyidik di dalam mobil melakukan pembelaan sehingga keempat pelaku di dalam mobil ditembak.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, rekonstruksi tersebut dilaksanakan berdasarkan berita acara pemeriksaan, olah TKP, dan bukti petunjuk. Terdapat 26 saksi yang telah diminta keterangan, baik dari masyarakat yang berada di tempat kejadian perkara.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan bahwa pihaknya kemarin diundang Bareskrim Polri untuk turut menyaksikan rekonstruksi. Namun, karena undangan mendadak dan karena ada kebijakan internal terkait pandemi Covid-19, pihaknya tidak dapat datang secara langsung.
”Namun, kami tetap mengawal langkah penyelidikan Polri dan Komnas HAM,” kata Usman.